
Fadli Zon Sebut Rezim Jokowi Gagal Kelola Ekonomi, Faktanya?
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
19 May 2019 16:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon menyebutkan ada empat kabar buruk bagi perekonomian Indonesia.
Menurut dirinya, kabar buruk tersebut membuat rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai gagal dalam hal ekonomi.
Empat hal yang dimaksud Fadli Zon adalah, utang pemerintah, nilai tukar (kurs) rupiah, capaian pertumbuhan ekonomi, dan defisit neraca perdagangan.
Namun apa benar pemerintah punya rapor merah pada empat aspek tersebut?
1. Utang Pemerintah Pusat
Berdasarkan laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) KiTa edisi Mei 2019, total utang pemerintah pusat per akhir April 2019 sudah mencapai Rp 4.528,45 triliun.
Artinya, terhitung sejak April 2018 atau dalam satu tahun, total utang pemerintah pusat telah bertambah Rp 347,84 triliun.
Dengan begitu, perbandingan utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi sebesar 29,65%, yang mana meningkat dibanding posisi April 2018 yang masih 28,4%.
Namun sejatinya berdasarkan rasio tersebut, utang pemerintah Indonesia masih dalam batas kewajaran.
Mengacu pada Undang-Undang No.17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara memperbolehkan rasio utang hingga menyentuh 60% dari PDB.
Menurut salah satu ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira acuan batas rasio utang bagi negara berkembang seperti Indonesia adalah 40% terhadap PDB.
Mengacu pada dua sumber tersebut, rasio utang pemerintah masih dalam batas aman.
Bahkan jika dibandingkan negara-negara tetangga, rasio utang pemerintah Indonesia yang sebesar 29,65% merupakan urutan 3 dari bawah. Singapura tercatat paling besar, yaitu 112,2% dari PDB.
Selain itu, saat ini utang pemerintah didominasi menggunakan instrumen Surat Berharga Negara (SBN). Per April 2019, porsi SBN terhadap total utang pemerintah mencapai 81,5%
Artinya pemerintah lebih banyak berutang di pasar bebas, sehingga kebijakan dalam negeri tidak dapat dipengaruhi arahan institusi lain. Berbeda jika pemerintah banyak berutang kepada suatu lembaga atau institusi (contoh: Dana Moneter Internasional/IMF) yang biasanya dapat memberi pengaruh pada kebijakan dalam negeri.
Utang pemerintah juga kan merupakan salah satu instrumen yang dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 >>
Menurut dirinya, kabar buruk tersebut membuat rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai gagal dalam hal ekonomi.
Empat hal yang dimaksud Fadli Zon adalah, utang pemerintah, nilai tukar (kurs) rupiah, capaian pertumbuhan ekonomi, dan defisit neraca perdagangan.
1. Utang Pemerintah Pusat
Berdasarkan laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) KiTa edisi Mei 2019, total utang pemerintah pusat per akhir April 2019 sudah mencapai Rp 4.528,45 triliun.
Artinya, terhitung sejak April 2018 atau dalam satu tahun, total utang pemerintah pusat telah bertambah Rp 347,84 triliun.
Dengan begitu, perbandingan utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi sebesar 29,65%, yang mana meningkat dibanding posisi April 2018 yang masih 28,4%.
Namun sejatinya berdasarkan rasio tersebut, utang pemerintah Indonesia masih dalam batas kewajaran.
Mengacu pada Undang-Undang No.17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara memperbolehkan rasio utang hingga menyentuh 60% dari PDB.
Menurut salah satu ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira acuan batas rasio utang bagi negara berkembang seperti Indonesia adalah 40% terhadap PDB.
Mengacu pada dua sumber tersebut, rasio utang pemerintah masih dalam batas aman.
Bahkan jika dibandingkan negara-negara tetangga, rasio utang pemerintah Indonesia yang sebesar 29,65% merupakan urutan 3 dari bawah. Singapura tercatat paling besar, yaitu 112,2% dari PDB.
Selain itu, saat ini utang pemerintah didominasi menggunakan instrumen Surat Berharga Negara (SBN). Per April 2019, porsi SBN terhadap total utang pemerintah mencapai 81,5%
Artinya pemerintah lebih banyak berutang di pasar bebas, sehingga kebijakan dalam negeri tidak dapat dipengaruhi arahan institusi lain. Berbeda jika pemerintah banyak berutang kepada suatu lembaga atau institusi (contoh: Dana Moneter Internasional/IMF) yang biasanya dapat memberi pengaruh pada kebijakan dalam negeri.
Utang pemerintah juga kan merupakan salah satu instrumen yang dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 >>
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular