'Rapor Merah' Pertamina: Produksi Loyo, Laba Masih Teka-Teki

Gustidha Budiartie & Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
13 May 2019 11:49
'Rapor Merah' Pertamina: Produksi Loyo, Laba Masih Teka-Teki
Foto: Dok Pertamina/Instagram
Jakarta, CNBC Indonesia- Kinerja PT Pertamina (Persero) tengah menjadi sorotan di kuartal I-2019. Terutama, setelah Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) merilis angka produksi di tiga bulan pertama.

SKK Migas bahkan mencatat kinerja ini masih menurun hingga 30 April 2019. Dari lima unit hulu Pertamina, hanya PT Pertamina Hulu Kaltim saja yang mampu mencapai realisasi lifting di atas target harian APBN, sedangkan sisanya memiliki rapor merah.



Berdasarkan data SKK Migas, untuk lifting minyak, dari PT Pertamina EP (PEP) hanya terealisasi 93% atau sebesar 79.340 BOPD dari target harian APBN yang sebesar 85.000 BOPD. SKK Migas mencatat, decline rate ini lebih tinggi dari prognosis awal, ditambah hasil beberapa kegiatan yang belum mencapai ekspektasi. Untuk produksi minyaknya, sampai dengan 30 April 2019 sebesar 82.201 BOPD.

Selanjutnya kinerja lifting minyak Pertamina Hulu Mahakam (PHM). Sampai dengan akhir April 2019 lifting minyaknya sebesar 42.717 BOPD atau 85% dari target APBN yang sebesar 50.400 BOPD. Berdasarkan catatan SKK Migas, terjadi decline rate yang lebih tinggi di akhir 2018, serta belum berproduksinya beberapa sumur yang sudah selesai dibor. Untuk produksi minyak dan kondensat di PHM, tercatat sebesar 37.519 BOPD.

Kinerja di blok Mahakam ini memang jadi catatan tersendiri. Untuk kinerja lifting gas PHM sampai 30 April 2019, realisasinya baru 61% dari target APBN yang sebesar 1.100 MMSCFD, atau baru sebesar 667 MMSCFD. Sedangkan realisasi produksi gas PHM di Blok Mahakam hingga akhir April 2019 tercatat sebesar 725 MMSCFD. Decline rate yang lebih tinggi di akhir 2018, serta belum berproduksinya beberapa sumur yang sudah dibor dinilai menjadi penyebab belum tercapainya target.

Rapor Merah Pertamina: Produksi Loyo, Laba Masih Teka-TekiFoto: Profile 100 KKS Utama Produksi Minyak dan Kondensat (dok. SKK Migas)


Kepala SKK Migas menyinggung BUMN Migas ini atas kinerjanya yang loyo saat berkunjung ke CNBC Indonesia.

"Kecepatan Pertamina dalam investasi dan keberanian, Pertamina kan BUMN kalau dia mengebor lalu tidak berhasil mereka takut dicatat kerugian negara," ujar Dwi, Jumat (10/5/2019).



Jika dilihat dari data rasio kesuksesan Pertamina lebih tinggi dibanding perusahaan migas lain. Tapi itu sebenarnya bukan hal yang harus dibanggakan. "Karena itu ngebornya di lokasi yang sudah pasti-pasti, tidak ada risiko," jelas Dwi. 

Dwi menyadari keraguan dalam investasi ini, apalagi belakangan marak kasus pejabat-pejabat BUMN dipanggil aparat hukum karena kebijakan korporasi. 

Pertamina sebenarnya bahkan sudah merilis setoran pajak dan dividen, yang selama 2018 mencapai Rp 120,8 triliun. Diklaim yang terbesar sepanjang sejarah.
Rapor Merah Pertamina: Produksi Loyo, Laba Masih Teka-TekiFoto: Infografis/Laba Pertamina/Edward Ricardo

Namun, laporan keuangan tak kunjung dirilis padahal BUMN lain sudah berlomba-lomba mempublikasikan kinerja mereka hingga kuartal I-2019.  Sebelumnya Pertamina berjanji laporan keuangan akan dirilis pada Februari 2019, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengemukakan, bahwa laporan keuangan perseroan saat ini masih dalam tahap audit.

"Laporan keseluruhan nanti akan kami sampaikan apabila memang sudah selesai," kata Fajriah melalui pesan singkatnya kepada CNBC Indonesia, akhir bulan lalu. 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyinggung perihal laba Pertamina yang disebut mencapai Rp 20 triliun. Angka tersebut meroket dibandingkan capaian hingga kuartal III-2018, yaitu Rp 5 triliun.  Data tersebut diketahui dari paparan Kementerian BUMN saat menggelar rapat dengar pendapat dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa waktu lalu.

Direktur Keuangan Pertamina Pahala Mansury mengungkapkan laba perseroan pada tahun buku 2018 akan berada di atas Rp 5 triliun. "Pasti, mudah-mudahan (di atas Rp 5 triliun)," kata Pahala ditemui terpisah. 

Laba bersih perseroan di 2017 memang turun dari US$ 3,15 miliar di 2016 menjadi US$ 2,4 miliar atau Rp 36,4 triliun (kurs Rp 13.500). Penurunan disebabkan belum ada kebijakan penyesuaian harga premium dan solar
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular