
Internasional
Seberapa Dalam Efek Sanksi AS Terhadap Iran?
Rehia Indrayanti Beru Sebayang, CNBC Indonesia
30 April 2019 11:03

Washington DC, CNBC Indonesia - Dampak sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran semakin meluas ke berbagai sisi di negara itu. Demikian hasil pengamatan terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF).
IMF memproyeksikan akan ada penurunan sebesar 1,7% dalam output barang dan jasa untuk eksportir minyak non-anggota Dewan Kerja Sama Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC) setelah berkurang 1,1% tahun lalu.
"Ini terutama didorong oleh perkembangan di Iran, di mana resesi diperkirakan akan semakin dalam, mengurangi proyeksi pertumbuhan hampir 10 poin persentase selama 2018-2020," tulis IMF dalam 2019 Regional Economic Outlook: Middle East and Central Asia Update yang dirilis Senin (29/5/2019).
IMF memperkirakan ekonomi Iran diperkirakan menyusut sebesar 6% tahun ini, setelah mengalami kontraksi 3,9% tahun lalu. Padahal ekonominya mencatat pertumbuhan 3,8% pada 2017, sebelum pemerintahan Presiden AS Donald Trump memberlakukan kembali sanksi ekonomi setelah Iran menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015.
Direktur IMF untuk Timur Tengah dan Asia Tengah Jihad Azour mengemukakan, inflasi juga bakal terkena dampak dari langkah AS terhadap Iran.
"Jelas pengenaan kembali sanksi dan penghapusan keringanan akan memiliki dampak negatif tambahan pada ekonomi Iran baik dalam hal pertumbuhan dan dalam hal inflasi, di mana inflasi bisa mencapai 40% atau bahkan lebih tahun ini," kata Azour kepada Reuters.
Penilaian ini, kata Azour, dilakukan sebelum AS mengumumkan penghapusan keringanan sanksi untuk delapan pembeli minyak terbesar Iran. Pada 2017, tingkat inflasi Iran hanya 9%.
Untuk eksportir minyak di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara yang lebih luas, termasuk GCC, diproyeksikan akan ada pelambatan dan sampai batas tertentu masih terkait dengan Iran.
"Pertumbuhan eksportir minyak MENAP diproyeksikan 0,4% pada 2019, turun dari 0,6% pada 2018," tulis IMF.
MENAP merupakan singkatan dari Timur Tengah, Afrika Utara, Afghanistan, dan Pakistan.
"Ini utamanya mencerminkan penurunan tajam dalam aktivitas ekonomi Iran (6%), pengurangan produksi minyak (sejalan dengan perjanjian OPEC+ pada Desember 2018), dan kondisi keuangan dan moneter domestik yang lebih ketat di beberapa negara," tulis IMF yang dilansir CNBC International.
Pada Minggu (28/4/2019), Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif menyatakan kesiapan untuk bernegosiasi dengan AS mengenai pembebasan tahanan AS di Iran.
"Ini merupakan bantahan yang jelas bagi pembicaraan inti Teheran bahwa negara itu tidak bernegosiasi di bawah tekanan," tulis Henry Rome, analis Iran di konsultasi risiko politik Grup Eurasia.
Simak video terkait dampak sanksi AS kepada Iran di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Awas, Iran Akan Lawan Larangan Ekspor Minyak AS
IMF memproyeksikan akan ada penurunan sebesar 1,7% dalam output barang dan jasa untuk eksportir minyak non-anggota Dewan Kerja Sama Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC) setelah berkurang 1,1% tahun lalu.
"Ini terutama didorong oleh perkembangan di Iran, di mana resesi diperkirakan akan semakin dalam, mengurangi proyeksi pertumbuhan hampir 10 poin persentase selama 2018-2020," tulis IMF dalam 2019 Regional Economic Outlook: Middle East and Central Asia Update yang dirilis Senin (29/5/2019).
IMF memperkirakan ekonomi Iran diperkirakan menyusut sebesar 6% tahun ini, setelah mengalami kontraksi 3,9% tahun lalu. Padahal ekonominya mencatat pertumbuhan 3,8% pada 2017, sebelum pemerintahan Presiden AS Donald Trump memberlakukan kembali sanksi ekonomi setelah Iran menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015.
Direktur IMF untuk Timur Tengah dan Asia Tengah Jihad Azour mengemukakan, inflasi juga bakal terkena dampak dari langkah AS terhadap Iran.
"Jelas pengenaan kembali sanksi dan penghapusan keringanan akan memiliki dampak negatif tambahan pada ekonomi Iran baik dalam hal pertumbuhan dan dalam hal inflasi, di mana inflasi bisa mencapai 40% atau bahkan lebih tahun ini," kata Azour kepada Reuters.
Penilaian ini, kata Azour, dilakukan sebelum AS mengumumkan penghapusan keringanan sanksi untuk delapan pembeli minyak terbesar Iran. Pada 2017, tingkat inflasi Iran hanya 9%.
![]() |
Untuk eksportir minyak di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara yang lebih luas, termasuk GCC, diproyeksikan akan ada pelambatan dan sampai batas tertentu masih terkait dengan Iran.
"Pertumbuhan eksportir minyak MENAP diproyeksikan 0,4% pada 2019, turun dari 0,6% pada 2018," tulis IMF.
MENAP merupakan singkatan dari Timur Tengah, Afrika Utara, Afghanistan, dan Pakistan.
"Ini utamanya mencerminkan penurunan tajam dalam aktivitas ekonomi Iran (6%), pengurangan produksi minyak (sejalan dengan perjanjian OPEC+ pada Desember 2018), dan kondisi keuangan dan moneter domestik yang lebih ketat di beberapa negara," tulis IMF yang dilansir CNBC International.
Pada Minggu (28/4/2019), Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif menyatakan kesiapan untuk bernegosiasi dengan AS mengenai pembebasan tahanan AS di Iran.
"Ini merupakan bantahan yang jelas bagi pembicaraan inti Teheran bahwa negara itu tidak bernegosiasi di bawah tekanan," tulis Henry Rome, analis Iran di konsultasi risiko politik Grup Eurasia.
Simak video terkait dampak sanksi AS kepada Iran di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Awas, Iran Akan Lawan Larangan Ekspor Minyak AS
Most Popular