Kuartal I-2019, Konsumen Paling Banyak Keluhkan Perumahan

News - Iswari Anggit, CNBC Indonesia
08 April 2019 13:49
BPKN memperkirakan jumlahnya akan terus bertambah hingga akhir tahun, bahkan bisa mencapai 600 aduan. Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengungkapkan, dari bulan Januari hingga Maret 2019, pihaknya sudah menerima 154 aduan. BPKN memperkirakan jumlahnya akan terus bertambah hingga akhir tahun, bahkan bisa mencapai 600 aduan.

Menurut Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN Arief Safari, jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah tersebut terus bertambah, namun jenis keluhannya tidak jauh berbeda.

"Tahun 2016 cuma 46 aduan, kemudian aduan di tahun 2017 ada 106, tahun 2018 ada 402, dan sekarang baru tiga bulan sudah 154 aduan," ujar Arief saat memaparkan laporan BPKN kuartal I-2019, Senin (8/4/2019).

"Dalam tiga bulan pertama yang 154 pengaduan, tentang perumahan ada 129 aduan, pembiayaan konsumen 6 aduan, e-commerce 4 aduan, jasa travel 2 aduan, fintech 2 aduan, perbankan 3 aduan, dan lainnya. Terbesar perumahan, kedua pinjaman konsumen, e-commerce, dan perbankan."

Kuartal I-2019, Konsumen Paling Banyak Keluhkan PerumahanFoto: Dinamika Transaksi di Era Ekonomi Digital (CNBC Indonesia/Iswari Anggit)


Khusus untuk perumahan, aduan konsumen terkait persoalan rumah tapak sebanyak 70 kasus. Sisanya berasal dari aduan konsumen terkait apartemen di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan dan di Cikarang, Jawa Barat.

Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN Arief Safari menjelaskan, keluhan konsumen terkait persoalan tempat tinggal bermacam-macam. Misalnya ketidakpastian hukum tentang sertifikat hak milik unit rumah atau satuan apartemen, belum terbentuknya Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS), hingga permintaan refund uang muka konsumen karena developer tidak merealisasikan pembangunan.

"Kalau rumah tapak biasanya yang dihadapi persoalan sertifikat, gagal serah terima properti, dan tidak mendapatkan akta jual beli, padahal pembayaran rumah sudah lunas," jelasnya.

Oleh karena itu, Ketua BPKN Ardiansyah mendorong agar Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pemerintah provinsi, dan kementerian/lembaga terkait lainnya lebih mengedepankan perlindungan konsumen, baik dalam hal transaksi jual-beli rumah, maupun yang telah tertera di Permen 23 Tahun 2018 tentang P3SRS.

"Masih tingginya pengaduan soal perumahan salah satunya disebabkan pemahaman konsumen atas perjanjian yang tidak memadai, serta cara pembayaran dengan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) konsumen yang kurang," kata Ardiansyah.

"BPKN mendorong Kementerian PUPR, gubernur, pemerintah daerah tetap mengedepankan perlindungan konsumen dengan menjalankan peraturan sesuai Permen 23 Tahun 2018 tentang P3SRS," lanjutnya.



Komisioner BPKN Rizal E. Halim mengatakan, pertumbuhan jumlah aduan tiap tahunnya, meski jenisnya tidak berubah, menunjukkan regulasi pemerintah kalah cepat dengan fenomena yang terjadi saat ini. Akibatnya, konsumen lagi-lagi menjadi korban.

"Kebijakan publik policy kita selalu ketinggalan dengan dinamika pasar. Selalu dibelakang. Pengaturan industri sektor usaha bisa lebih komprehensif dengan mengedepankan perlindungan konsumen. Kenapa perlu? Karena konsumen selalu inferior. Dalam kondisi terlemah ketika tawar menawar dengan pelalu usaha," kata Rizal.

Ia mencontohkan terkait maraknya fintech ilegal, yang lebih cocok disebut 'rentenir digital'. Ia mengatakan, pemerintah dan lembaga terkait hanya bertanggung jawab jika ada masalah dari fintech terdaftar.

Padahal jumlah fintech ilegal, yang memasang logo-logo lembaga pemerintah sangat banyak, dan masyarakat kesulitan membedakannya. Namun, pemerintah dan lembaga terkait hanya memberi himbauan, bukan menyelesaikan masalah.



Ia juga mencontohkan persoalan yang timbul dari kebijakan batas atas dan batas bawah tarif pesawat. Kebijakan itu membuat harga tiket pesawat tinggi, karena para pelaku usaha, pemilik maskapai, cenderung menerapkan tarif sesuai batas atas, tidak ada yang menerapkan tarif sesuai batas bawah.

Dengan demikian Rizal meminta agar pemerintah bisa lebih komprehensif dalam mengatur regulasi bagi perlindungan konsumen.

"Jadi, kami minta, pertama membatalkan keputusan Menteri Perhubungan soal tarif pesawat batas atas dan batas bawah. Kedua, PUPR dan Pemerintah Provinsi segera menjalankan Kepmen PUPR No. 23/ 2018," ujarnya.

"Ketiga, kami minta otoritas terkait hentikan sementara e-commerce activity sampai ada regulasi tegas, kalau terjadi insiden, misal ditipu ini, dibohongin, siapa yang bertanggung jawab harus jelas. Sampai belum ada yang mengambil tanggung jawab itu ya industri tidak bisa berjalan dulu," kata Rizal.

Simak video terkait harga tiket pesawat di bawah ini.

[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

UU Perlindungan Konsumen Perlu Lebih Tegas


(miq/miq)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading