
3 Kali Sri Mulyani Jadi Menkeu Terbaik Se-Asia, Pantaskah?
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
05 April 2019 09:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menjadi Menteri Keuangan Terbaik di Asia Pasifik 2019 versi majalah keuangan Finance Asia.
Sebelumnya, Finance Asia juga memberikan penghargaan yang sama pada 2017 dan 2018.
Sri Mulyani diklaim berhasil membawa perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik, dengan mencatatkan defisit anggaran terendah dalam 6 tahun terakhir pada 2018. Adapun defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2018 hanya 1,76%.
Selain itu Finance Asia juga menggarisbawahi program amnesti pajak yang diluncurkan pada 2016-2017.
"Sri Mulyani berhasil meningkatkan kepatuhan pajak (tax compliance), yang pada akhirnya berhasil meningkatkan penerimaan perpajakan," tulis siaran pers Kemenkeu.
Sri Mulyani juga diklaim berhasil menerbitkan Global Green Sukuk pertama di Asia. Surat utang global berbasis syariah ini digunakan untuk membiayai proyek-proyek untuk iklim dan lingkungan yang terjual hingga US$ 1,25 miliar atau sekitar Rp 18 triliun (asumsi kurs US$ 14.000/US$).
Finance Asia melakukan penilaian dengan melihat bagaimana para menteri keuangan mengelola keuangan negara dalam kurun waktu satu tahun di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi dan geopolitik global.
Bila melihat data historis APBN, memang pemerintah Indonesia selalu mengalami defisit anggaran sejak tahun 1998.
Pascakrisis moneter, surplus anggaran merupakan suatu kemewahan yang belum sanggup dibayar oleh jeri payah seluruh rakyat Indonesia.
Pasalnya, sebagian besar porsi pendapatan negara disumbang oleh penerimaan perpajakan. Sebagai catatan, pada 2018, penerimaan perpajakan yang merupakan 78,3% dari total pendapatan negara saat itu mencapai Rp 1.942 triliun. Bahkan, pada2017 defisit anggaran pemerintah mencapai Rp 340,97 triliun, terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
Kondisi defisit terjadi kala belanja negara lebih besar ketimbang pendapatan negara. Istilahnya, lebih besar pasak daripada tiang.
Selain itu, pada 2015, perbandingan defisit anggaran terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 2,59% atau paling dalam setidaknya sejak 2011.
Memang, pada 2018 rasio tersebut sudah membaik, bahkan tinggal sebesar 1,76% terhadap PDB atau yang paling kecil sejak 2011.
Terkait program amnesti pajak yang diklaim berhasil meningkatkan tax compliance, jika menilik data APBN, pertumbuhan penerimaan perpajakan pada 2016-2017 masing-masing hanya 3,6% dan 4,55%. Bahkan lebih kecil dibandingkan pertumbuhan pada tahun sebelumnya yang mencapai 8,15%.
Tampaknya pada saat program tax amnesty baru diluncurkan, belum ada hasil yang signifikan. Barulah pada 2018, dengan dorongan amnesti pajak, penerimaan perpajakan meningkat pesat hingga 13,24%.
Jangan lupa, harga-harga komoditas yang melambung tinggi juga punya peranan dalam peningkatan penerimaan perpajakan tahun 2018. Pada periode ini, harga rata-rata batu bara dan minyak naik masing-masing 18,5% dan 30,9% secara tahunan.
Terutama batu bara, peningkatan harga tersebut sudah tentu akan meningkatkan pendapatan perpajakan. Apalagi komoditas batu bara merupakan penyumbang 15% dari total nilai ekspor non-migas Indonesia.
Tampaknya jika ingin mempertahankan 'gelar' Menteri Keuangan Terbaik, Sri Mulyani juga harus lebih konsisten memberlakukan peraturan perpajakan.
Kebijakan terkait perpajakan harus lebih tegas. Kebijakan yang terkesan jadi-tak-jadi seperti pencabutan peraturan pajak e-commerce yang terjadi belakangan ini harus dikurangi.
(tas) Next Article Gaya Sri Mulyani & Polri Ungkap Penyelundupan Narkoba Rp1,2 T
Sebelumnya, Finance Asia juga memberikan penghargaan yang sama pada 2017 dan 2018.
Sri Mulyani diklaim berhasil membawa perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik, dengan mencatatkan defisit anggaran terendah dalam 6 tahun terakhir pada 2018. Adapun defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2018 hanya 1,76%.
Selain itu Finance Asia juga menggarisbawahi program amnesti pajak yang diluncurkan pada 2016-2017.
"Sri Mulyani berhasil meningkatkan kepatuhan pajak (tax compliance), yang pada akhirnya berhasil meningkatkan penerimaan perpajakan," tulis siaran pers Kemenkeu.
Sri Mulyani juga diklaim berhasil menerbitkan Global Green Sukuk pertama di Asia. Surat utang global berbasis syariah ini digunakan untuk membiayai proyek-proyek untuk iklim dan lingkungan yang terjual hingga US$ 1,25 miliar atau sekitar Rp 18 triliun (asumsi kurs US$ 14.000/US$).
Finance Asia melakukan penilaian dengan melihat bagaimana para menteri keuangan mengelola keuangan negara dalam kurun waktu satu tahun di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi dan geopolitik global.
Bila melihat data historis APBN, memang pemerintah Indonesia selalu mengalami defisit anggaran sejak tahun 1998.
Pascakrisis moneter, surplus anggaran merupakan suatu kemewahan yang belum sanggup dibayar oleh jeri payah seluruh rakyat Indonesia.
Pasalnya, sebagian besar porsi pendapatan negara disumbang oleh penerimaan perpajakan. Sebagai catatan, pada 2018, penerimaan perpajakan yang merupakan 78,3% dari total pendapatan negara saat itu mencapai Rp 1.942 triliun. Bahkan, pada2017 defisit anggaran pemerintah mencapai Rp 340,97 triliun, terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
Kondisi defisit terjadi kala belanja negara lebih besar ketimbang pendapatan negara. Istilahnya, lebih besar pasak daripada tiang.
Selain itu, pada 2015, perbandingan defisit anggaran terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 2,59% atau paling dalam setidaknya sejak 2011.
Memang, pada 2018 rasio tersebut sudah membaik, bahkan tinggal sebesar 1,76% terhadap PDB atau yang paling kecil sejak 2011.
Tampaknya pada saat program tax amnesty baru diluncurkan, belum ada hasil yang signifikan. Barulah pada 2018, dengan dorongan amnesti pajak, penerimaan perpajakan meningkat pesat hingga 13,24%.
Jangan lupa, harga-harga komoditas yang melambung tinggi juga punya peranan dalam peningkatan penerimaan perpajakan tahun 2018. Pada periode ini, harga rata-rata batu bara dan minyak naik masing-masing 18,5% dan 30,9% secara tahunan.
Terutama batu bara, peningkatan harga tersebut sudah tentu akan meningkatkan pendapatan perpajakan. Apalagi komoditas batu bara merupakan penyumbang 15% dari total nilai ekspor non-migas Indonesia.
Tampaknya jika ingin mempertahankan 'gelar' Menteri Keuangan Terbaik, Sri Mulyani juga harus lebih konsisten memberlakukan peraturan perpajakan.
Kebijakan terkait perpajakan harus lebih tegas. Kebijakan yang terkesan jadi-tak-jadi seperti pencabutan peraturan pajak e-commerce yang terjadi belakangan ini harus dikurangi.
(tas) Next Article Gaya Sri Mulyani & Polri Ungkap Penyelundupan Narkoba Rp1,2 T
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular