
Kok Bisa Nilai Tukar Petani 3 Bulan Berturut-turut Jatuh?
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
02 April 2019 10:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan harga gabah kering panen pada periode Maret 2019 turun, dan menyebabkan harga beras di penggilingan mengalami penurunan harga.
Imbasnya, nilai tukar petani (NTP) pun turun, lantaran kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang di konsumsi rumah tangga.
"Rata-rata gabah kering petani Rp 4.604 per kilogram, atau turun 9,87%. Di tingkat penggilingan, Rp 4.706 per kilogram atau turun 9,87% dibandingkan harga gabah kualitas yang sama," kata Kepala BPS Suhariyanto, Senin (1/4/2019).
NTP Maret 2019 tercatat turun 0,21% menjadi 102,73 dari bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Penurunan paling tajam terjadi pada subsektor tanaman pangan.
"Itu turun 1,33%. Apa yang terjadi? Karena indeks harga yang diterima petani turun. Selain itu karena saat ini sedang musim panen, sehingga turun tajam. Ini perlu menjadi perhatian," tegas Suhariyanto.
Sejak awal Januari 2019, nilai tukar petani terus mengalami penurunan. Perinciannya Januari 2019 sebesar 103,33, Februari 2019 senilai 102,94, dan Maret 2019 sebesar 102,73.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menilai data BPS tidak bisa disorot hanya pada poin-poin tertentu saja. Dia meminta publik juga memperhatikan tingkat inflasi yang dirilis BPS.
"Perlu disampaikan, saat ini pertama kita harus sampaikan capaian yang telah divalidasi disahkan oleh BPS, pertama inflasi dulu 10% turun 1% 2017 dan 2018 3%. Ini capaian luar biasa," kilahnya.
Mentan juga mengklaim keberhasilan menurunkan angka kemiskinan di desa, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan awak media mengenai turunnya NTP dalam tiga bulan beruntun.
"NTP sebagai alat ukur kesejahteraan naik, jangan dibaca per bulan. Terkadang ada orang membaca per bulan," ujar Amran.
"Ini yang keliru. Harus dibaca tahunan karena ini tanaman semusim. Itu yang perlu disempurnakan analisanya," lanjutnya.
Simak video terkait nilai tukar petani di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Awali Tahun 2019, Nilai Tukar Petani Naik Tipis 0,16%
Imbasnya, nilai tukar petani (NTP) pun turun, lantaran kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang di konsumsi rumah tangga.
"Rata-rata gabah kering petani Rp 4.604 per kilogram, atau turun 9,87%. Di tingkat penggilingan, Rp 4.706 per kilogram atau turun 9,87% dibandingkan harga gabah kualitas yang sama," kata Kepala BPS Suhariyanto, Senin (1/4/2019).
![]() |
NTP Maret 2019 tercatat turun 0,21% menjadi 102,73 dari bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Penurunan paling tajam terjadi pada subsektor tanaman pangan.
Sejak awal Januari 2019, nilai tukar petani terus mengalami penurunan. Perinciannya Januari 2019 sebesar 103,33, Februari 2019 senilai 102,94, dan Maret 2019 sebesar 102,73.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menilai data BPS tidak bisa disorot hanya pada poin-poin tertentu saja. Dia meminta publik juga memperhatikan tingkat inflasi yang dirilis BPS.
"Perlu disampaikan, saat ini pertama kita harus sampaikan capaian yang telah divalidasi disahkan oleh BPS, pertama inflasi dulu 10% turun 1% 2017 dan 2018 3%. Ini capaian luar biasa," kilahnya.
Mentan juga mengklaim keberhasilan menurunkan angka kemiskinan di desa, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan awak media mengenai turunnya NTP dalam tiga bulan beruntun.
"NTP sebagai alat ukur kesejahteraan naik, jangan dibaca per bulan. Terkadang ada orang membaca per bulan," ujar Amran.
"Ini yang keliru. Harus dibaca tahunan karena ini tanaman semusim. Itu yang perlu disempurnakan analisanya," lanjutnya.
Simak video terkait nilai tukar petani di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Awali Tahun 2019, Nilai Tukar Petani Naik Tipis 0,16%
Most Popular