Sesuai Janji! Aturan Ojol Terbit Sebelum Pilpres, Tarifnya?

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
20 March 2019 11:13
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya mampu menempati janji menerbitkan aturan ojek online (ojol) sebelum Pilpres 2019.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya mampu menempati janji menerbitkan aturan ojek online (ojol) sebelum Pilpres 2019. Ya, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat, telah diundangkan tertanggal 11 Maret 2019.

Salah satu yang menarik dalam aturan itu, yakni mengatur atribut yang wajib digunakan pengemudi atau driver. Beberapa di antaranya memakai jaket dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya disertai dengan identitas pengemudi.

Pengemudi juga harus menggunakan celana panjang, menggunakan sepatu, menggunakan sarung tangan dan membawa jas hujan. Pengemudi dan penumpang menggunakan helm standar nasional Indonesia.

Sejalan dengan itu, diatur pula kepastian bagi mitra pengemudi untuk mendapatkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan dan jaminan sosial kesehatan. Untuk mendapatkan layanan tersebut maka mitra pengemudi harus menjadi peserta BPJS kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.



Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan aturan ini tidak memiliki masa transisi dan langsung berlaku.

"Tidak ada (transisi), langsung berlaku," ujar Budi Setiyadi dalam konferensi pers di kantor Kemenhub, Jakarta, Selasa (19/3/2019).

Sesuai Janji! Aturan Ojol Terbit Sebelum Pilpres, Tarifnya?Foto: Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi (CNBC Indonesia)


Namun, dalam regulasi itu belum tercantum nominal tarif ojol. Nantinya, tarif ojol dituangkan dalam aturan terpisah berupa Surat Keputusan Menteri Perhubungan.

Adapun dalam Permenhub Nomor 12/2019, hanya diatur dua komponen biaya, yakni biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya tidak langsung merupakan biaya jasa penyewaan aplikasi. Biaya langsung terdiri dari penyusutan kendaraan, bunga modal, pengemudi, asuransi, dan pajak kendaraan bermotor.

Selanjutnya, biaya bahan bakar minyak, ban, pemeliharaan dan perbaikan, penyusutan telepon seluler, pulsa atau kuota internet, dan profit mitra.



Budi Setiyadi menambahkan saat ini yang akan diselesaikan Kemenhub adalah masalah tarif ojol. Targetnya minggu ini aturan tersebut dirampungkan dan akan disosialisasikan.

"Nanti mudah-mudahan bisa menyelesaikan (aturan tarif) minggu ini, jadi sekaligus dua-duanya disosialisasikan, tarif dan peraturan menteri, tetapi tarif mau di bahas dulu," ujar Budi Setiyadi.

Dia pun harus lebih dulu menyampaikan laporan kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengenai tarif. Laporan ini meliputi angka yang diusulkan berbagai pihak untuk ditetapkan sebagai tarif batas bawah dan tarif batas atas.

"Kalau dari pengemudi, ada dua kota saat uji publik mengatakan bahwa tarif sekarang udah cukup bagus. Tapi ada beberapa masukan, Rp 2.400/km kurang lebih itulah dari pengemudi sudah nett," ungkapnya.

Sesuai Janji! Aturan Ojol Terbit Sebelum Pilpres, Tarifnya?Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki


Di sisi lain, Budi mengakui bahwa aplikator masih keberatan dengan angka Rp 2.400/km. Sebab, menurutnya aplikator juga memiliki perhitungan bisnis tersendiri.

"Ya kalau dari aplikator Rp 2.400/km itu mungkin masih cukup besar karena mereka kan ada perhitungan bisnisnya. Kalau Rp 2.400/km kemahalan nanti masyarakatnya meninggalkan," tambahnya.

Sebelumnya, santer tersiar bahwa aplikator mengajukan angka Rp 1.600/km. Namun, belakangan muncul angka lain yang disampaikan kepada Budi Setiyadi.

"Rp 1.600/km itu nett kali ya, kalau aplikator itu mintanya antara Rp 2.100 sampai Rp 2.000/km. Kalau pengemudi Rp 2.400/km sudah nett," urainya.



Di samping itu, Kemenhub juga memperhatikan usulan para konsumen yang diwakili YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia). Dalam hal ini, sebelumnya Kemenhub berencana hanya akan mengatur tarif batas bawah, sedangkan tarif batas atas diserahkan kepada aplikator.

Namun, rencana itu dipastikan batal lantaran YLKI ingin Kemenhub juga mengatur tarif batas atas untuk melindungi konsumen. Budi mengaku, YLKI juga menyampaikan indikator terkait tarif batas bawah dan batas atas ini.

"Kalau mereka [YLKI] mungkin hanya menyampaikan indikator saja. Kalau angka mungkin tidak," bebernya.

"Akan saya sandingkan antara ekspektasi aplikator dan pengemudi, termasuk konsumen yang diwakili YLKI," pungkasnya.

Simak video terkait aturan ojek online di bawah ini.

[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Tanggapan Grab Indonesia soal Beleid Ojek Online

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular