Sengkarut Aturan & Tarif, Poin Kritis Nasib Ojek Online

Bernhart Farras, CNBC Indonesia
09 March 2019 13:20
Sengkarut Aturan & Tarif, Poin Kritis Nasib Ojek Online
Foto: Demo Driver Ojek Online di depan Kantor Grab Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Besaran tarif dan aturan yang menjadi payung hukum untuk transportasi dan ojek online (ride-hailing) tak kunjung hasilkan titik temu. Polemik ini mencuat lagi usai Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi (BKS) melaporkan perkembangan terkini perihal aturan ojek online ketika ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/3/2019).

Budi Karya memberi penjelasan perihal aturan dan tarif, "sedangfinalisasi. Kita lagi bicara."

Lanjut saat ditanya kapan aturan ojek online itu diterbitkan, Budi Karya memastikan tidak akan lama lagi. "Kita harapkan akhir bulan ini ya," tambahnya

Sebelumnya, pada Kamis (14/2/2019), Budi Karya mengungkap sejumlah poin dalam aturan ojek online. Salah satunya adalah tarif batas atas dan batas bawah.

"Jadi yang wajar mungkin dari Rp 2.200 sampai Rp 3.000 menurut versi saya," ungkapnya.

Namun, angka itu masih terbuka untuk didiskusikan. Dalam penentuan tarif ini, Kemenhub melibatkan berbagai pihak termasuk para pakar serta stakeholder terkait seperti operator dan asosiasi pengemudi ojol. Selain itu, nasib para pengemudi juga menjadi perhatian Menhub, jika operator kebanyakan kasih diskon.

"Kalau satunya mati, kalau hanya satu operator, dia tetapkan satu harga tertentu kan jangan, jangan sampai monopoli, biar terjadi harga yang berkompetisi. Sehingga katakanlah dengan Rp 2.200-Rp 2.400 dia cukup bekerja 8 jam. Tapi kalau didiskon sampai Rp 1.500 itu kerjanya jadi 10-12 jam," urainya.

"Kan kita juga kasihan sama mereka. By rule, orang itu kan kerjanya 8 jam. Masa kita mau mendapatkan manfaat tapi membuat orang susah. Jadi saya minta toleransilah kepada masyarakat. Karena ini sesaat, kalau banyak diskon itu pasti nanti akan mati. Kita ingin kompetisi sehat," pungkasnya.

Aturan ojek online yang sudah lama ditunggu akan segera terbit. Hal ini diungkapkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (BKS), saat ditemu di Kompleks Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/3/2019).
Budi Karya memastikan dalam hitungan hari, Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) terkait ojek online (ojol) segera diterbitkan. Saat ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sedang melaksanakan finalisasi sebelum aturan itu diumumkan ke publik.

"Sedikit lagi akan dikeluarkan Permenhub mengenai ojol. Harmonisasi sudah selesai. Tinggal menunggu waktunya beberapa hari ini untuk dikeluarkan," kata Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Ahmad Yani, ketika ditemui di kantornya, Jumat (8/3/2019).

Dikatakan, draf yang dirancang tim Kemenhub bersama stakeholder terkait, telah diserahkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Saat ini, Kemenkumham sudah mengembangkan draf itu ke Kemenhub.

"Sudah selesai. Sekarang posisinya di Biro Hukum Kementerian Perhubungan lagi perapian. Pasti ada yang dibenerin sedikit, ada salah titik koma dan sebagainya," urainya.

Dalam aturan ini, Kemenhub juga memperhatikan sejumlah usulan yang didapat dari proses uji publik beberapa waktu lalu. Dia menegaskan, evaluasi setelah uji publik juga telah dilakukan.

"Yang kurang sih nggak ada, bukan kurang ya, tapi ada masukanlah. Misalnya jam kerja nggak usah ada lagi karena pengemudi ojol jam kerjanya semau-mau dia. Ya kan, kapan saja mau bekerja silakan. Akhirnya dihapuskan. Nggak ada lagi, karena mau dua jam saja boleh. Sekali narik boleh," tandasnya.

Rancangan aturan yang disusun bahkan telah melalui uji publik di sejumlah daerah. Sasaran lokasi uji publik yakni Medan, Bandung, Semarang, Balikpapan, dan Makassar.

Staf Ahli Bidang Hukum dan Reformasi Birokrasi Kemenhub Umar Aris mengatakan uji publik ini dilakukan guna mendengarkan masukan dan tanggapan dari para pemangku kebijakan dan pelaku usaha ojol.

Rancangan regulasi ini mencakup kriteria aspek pelayanan sepeda motor, formula biaya jasa, mekanisme penghentian operasional penggunaan sepeda motor yang berbasis aplikasi (suspensi), perlindungan masyarakat, pengawasan, dan peran serta masyarakat.

Sengkarut Aturan & Tarif, Poin Kritis Nasib Ojek OnlineFoto: Infografis/Grab Resmi Manjadi Decacorn/Edward Ricardo
Nah yang jadi masalah, belum ada titik temu batas tarif minimum untuk ojek online. Inilah yang. membut K=kementerian Perhubungan (Kemenhub) belum menentukan besaran tarif batas atas dan tarif batas bawah ojol.

Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Kemenhub, Ahmad Yani, mengaku pihaknya masih menghitung tarif ideal.

"Kita sedang hitung bareng-bareng, paling lambat minggu depan. (Selama ini) aturannya nggak ada, yang nentuin semua aplikator," ungkapnya ketika ditemui di kantornya, Jumat (8/3/2019).

Dia menyebut, para driver ojol rata-rata mengajukan tarif batas bawah sebesar Rp 3.000/Km. Nominal itu berbeda dengan usulan aplikator yang menginginkan tarif minimal Rp 1.600/Km.

"Kalau driver pasti masukannya mau yang tinggi supaya bisa hidup lebih baik, tapi kan juga ada pertimbangan kemampuan konsumen. Nah Pemerintah ambil tengah tengah," paparnya.

"Kita mesti komunikasi dengan aplikatornya. Nanti Pak Menteri akan menetapkan berapa paling ideal melihat dari sisi operator, driver, dan penumpang," lanjut Ahmad Yani.

Dia menegaskan, nominal tarif tidak akan dicantumkan dalam Permenhub tentang ojol, melainkan ditetapkan dalam aturan terpisah berupa keputusan menteri. Sejalan dengan itu, opsi zonasi tarif juga masih dalam pertimbangan.

"Kita juga pertimbangan menganut zonasi apakah akan dimasukkan kearifan lokal. Kalau diserahkan ke gubernur bagaimana dampaknya, sedang kita hitung-hitung. Karena ada daerah juga seperti di Makassar nggak mau naik tarif, karena kalau tarif dinaikkan yang order nggak ada, itu driver yang minta," bebernya.

Adapun yang dicantumkan dalam Permenhub terkait aspek tarif, hanya sebatas formula perhitungan.

Sebelumnya, dalam perhitungan ini, Kemenhub memasukkan dua komponen penting, yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung.

"Dari dua komponen besar kita breakdown jadi 11 komponen yang dipertimbangkan. Biaya langsung misalnya bensin, oli, ban, dan sebagainya. Biaya tidak langsung, misalnya STNK, penyusutan kendaraan dan lainnya," kata Dirjen Perhubungan Darat (Hubdat) Kemenhub Budi Setyadi di kantornya, Rabu (13/2/2019) lalu.

Dia mengaku sudah mendapatkan angka yang mendekati ideal, namun nominal itu belum bisa dimasukkan dalam draf Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) tentang ojol. Nantinya, akan ada surat keputusan menteri yang ditandatangani oleh Dirjen Hubdat atas nama Menteri Perhubungan sebagai pedoman bagi pimpinan daerah untuk melakukan penghitungan tarif.

"Sementara ini kita akan menggodok apakah perlu tarif sama atau tidak. Setelah uji publik akan konsolidasi kembali. Sebagian kita delegasi ke Pemda karena menyangkut standar ekonomi yang berbeda-beda," urainya.

Dengan demikian, belum ditentukan ke depannya apakah akan diterapkan satu tarif yang sama secara nasional atau menggunakan sistem zonasi.

"Nanti juga akan kita lihat apakah dengan tarif ojek ini, masyarakat masih punya daya beli atau tidak? Di satu sisi kami juga tetap dukung ketersediaan transportasi dengan transportasi massal, seperti Bus Rapid Trans (BRT) yang sudah beberapa kali kami berikan kepada pemerintah kabupaten/kota," pungkasnya.



Tarif Ojol Versi Menhub
[Gambas:Video CNBC]
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular