Menteri Pencetak Utang & Serangan Tim Prabowo ke PNS Kemenkeu

Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
28 January 2019 16:08
Dradjad menilai Nufransa sudah ngawur dan tidak kompeten.
Foto: Muhammad Choirul Anwar
Jakarta, CNBC Indonesia - Kritikan calon presiden Prabowo Subianto kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenai menteri pencetak utang semakin panjang dan jadi polemik.

Kritikan yang awalnya ditujukan kepada Sri Mulyani, kemudian direspons oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti dengan pernyataan yang cukup panjang.

Nah, pernyataan Nufransa tersebut membuat Dradjad Wibowo yang saat ini berada dikubu Prabowo-Sandi jadi marah. "Saya rasa Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kemenkeu NWS telah berkata ngawur dan tidak kompeten," ujar Dradjad kepada CNBC Indonesia, Senin (28/1/2019).

Dradjad meminta kepada Nufransa untuk membaca lagi UU No. 16/2003 tentang Keuangan Negara pasal 6. Di situ, tuturnya, Menteri Keuangan menjadi salah satu penerima kuasa dari Presiden dalam pengelolaan keuangan negara, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.

Selanjutnya, Nufransa diminta membaca lagi UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, khususnya pasal 1 butir 1 dan 2, Pasal 5 ayat 2, Pasal 6, Pasal 9 ayat 2.

"Baca juga Bab IV dan Bab V dari UU tersebut. Saya tidak akan kutip semua pasal dan Bab di atas, yang bersangkutan bisa membaca sendiri. Tapi di Pasal 1 disebut, Kementerian Negara adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan, sementara Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin Kementerian," ujarnya.

Dia meminta kepada Nufransa untuk meneliti dan mendengarkan baik-baik kritikan Prabowo kepada Sri Mulyani.

"Apakah mas Prabowo menyebut Menteri Keuangan atau Kementerian Keuangan? Jelas sekali yang disebut mas Bowo adalah "Menteri Keuangan". Jelas juga bahwa kedua UU di atas membedakan antara Menteri dengan Kementerian, dan apa saja tupoksi Menteri Keuangan," tegasnya.

Menurutnya kritikan kepada Menteri Keuangan tidak bisa disamakan dengan menghina Kementerian. "Jika logika itu dipakai, mengkritik Presiden bakal sama dengan menghina rakyat Indonesia. Mengkritik Ketua DPR sama dengan menghina DPR dan rakyat pemilihnya. Itu logika yang ngawur," tegas Dradjad.

"Itu sebabnya saya katakan dia (Nufransa) ngawur. Lalu tidak kompetennya di mana? Karena dia gagal memahami beda antara Menteri Keuangan dan Kementerian Keuangan sesuai UU. Kalau dia paham bedanya, apakah ini bukan berarti dia sedang memolitisasi Kemenkeu, dan memprovokasi jajarannya," lanjut Dradjad.

Dradjat menegaskan faktanya selama 4 tahun antara Desember 2014-Desember 2018, utang pemerintah naik Rp 1809 triliun, dari Rp 2609 triliun menjadi Rp 4418 triliun. Utang negara setiap tahun naik Rp 452,25 triliun.

Sebagai perbandingan, tuturnya selama 10 tahun Presiden SBY, kenaikan utang pemerintah hanya Rp 1.309 triliun, atau Rp 131 triliun per tahun. Jadi setiap tahun pemerintahan Presiden Jokowi berhutang rata-rata 3,45 kali lipat dari pemerintahan Presiden SBY.

"Mo Salah yang banyak membuat gol kan disebut pencetak gol andalan Liverpool. Masak pejabat negara yang banyak membuat utang tidak boleh disebut pencetak utang," tegas Dradjad.

Sebelumnya, seorang pejabat eselon III di Kemenkeu merespon kritikan Prabowo kepada Sri Mulyani sebagai menteri pencetak utang.

"Siapapun tidak sepantasnya melakukan penghinaan atau mengolok-olok nama sebuah institusi negara yang dilindungi oleh Undang-Undang, apalagi dilakukan oleh calon presiden. Apa yang disampaikan oleh Calon Presiden Prabowo : "Jangan lagi ada penyebutan Menteri Keuangan (Menkeu), melainkan diganti jadi Menteri Pencetak Utang", sangat mencederai perasaan kami yang bekerja di Kementerian Keuangan," kata Nufransa dalam siaran persnya, Minggu (27/1/2019).

[Gambas:Video CNBC]



(dob/dob) Next Article Prabowo Mengkritik, Sri Mulyani Buka Suara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular