Pengusaha Komplain, Amandemen UU Persaingan Usaha Memberatkan

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
16 January 2019 20:18
Pengusaha menyatakan keberatannya menyikapi draft Rancangan Undang-undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Foto: Konferensi Pers terkait Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat oleh APINDO (CNBC Indonesia/Syahrizal Sidik)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha menyatakan keberatannya menyikapi draft Rancangan Undang-undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Rencananya, RUU itu akan segera disahkan di DPR memperbarui amandemen Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dalam jumpa pers di Gedung Apindo, Jakarta, Rabu (16/1/2019), Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta agar DPR tidak terburu-buru memutuskan RUU tersebut.

Sebab, masih banyak materi yang secara substansi belum memenuhi kondisi riil pelaku usaha dalam konteks meningkatkan perekonomian nasional. "Khususnya dilihat dari kepentingan pengembangan usaha ke depan," kata Ketua Tim Ahli Apindo Sutrisno Iwantono.

Menurut dia, ada beberapa isu yang dinilai masih memberatkan pengusaha, di antaranya adalah ketentuan mengenai sanksi hingga 25 persen dari nilai transaksi hanya karena lalai memberitahukan kepada KPPU dinilai masih terlalu besar. Jika dibandingkan Singapura hanya menerapkan denda 10 persen dari nilai transaksi.

Keberatan pengusaha selanjutnya ialah sanksi rekomendasi pencabutan izin usul dihapus karena tidak sesuai dengan tujuan hukum persaingan usaha.

Berikutnya, Pengadilan Negeri diberi waktu 45 hari untuk memeriksa keberatan, seharusnya menurut KADIN dan Apindo waktunya bisa lebih panjang sesuai pemeriksaan di pengadilan negeri maksimal selama enam bulan dan dimungkinkan memeriksa terlapor serta dapat mengajukan bukti-bukti untuk menguji keputusan KPPU secara menyeluruh.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar menilai, seharusnya, esensi dari RUU itu untuk menciptakan situasi yang fair bagi pelaku usaha dan kepentingan umum, buka hanya semata menghukum atau justru malah mematikan usaha itu sendiri.

"Aturan mengenai denda ini kalau diberlakukan luar biasa, kalau perusahaan kena sudah pasti collapse dia. Memang ini yang paling surpise, kalau betul dierapkan 25 persen penjualan akan mematikan perusahana yang dikenakan sanksi hukuman itu," jelasnya.



Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Kerjasama Perdagangan Internasional Ratna Sari Loppies menyoroti, jika nantinya RUU tersebut disahkan akan menimbulkan persepsi negatif bagi iklim investasi di dalam negeri.

Indonesia sebagai negara yang membutuhkan investasi dari negara lain, justru harus menyederhanakan pelbagai regulasi untuk menarik investasi, bukan malah sebaliknya. Terlebih lagi Indonesia menjadi anggota dari Masyarakat Ekonomi ASEAN.

"Saya hanya mengingatkan, jangan bikin terlalu ribet supaya investasi tidak lari ke negara ASEAN lainnya," kata Ratna.

[Gambas:Video CNBC]


(miq/miq) Next Article KPPU Bakal Panggil PT MRT, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular