Puja-puji bagi Kinerja Pajak RI dan Tugas Berat di 2019

Iswari Anggit, CNBC Indonesia
31 December 2018 16:36
Penerimaan pajak yang tumbuh di kisaran 15%-16% cukup bagus dan stabil bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya
Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja penerimaan pajak Indonesia di 2018 mendapatkan apresiasi. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan target pertumbuhan penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang naik 10,94% dari target APBN-P 2017 lebih baik karena lebih moderat dan realistis.

Keputusan pemerintah untuk tidak mengubah target penerimaan pajak di tengah tahun juga dipandang sebagai tanda pengelolaan APBN yang lebih baik dan kredibel.


Prastowo pun menilai penerimaan pajak yang tumbuh di kisaran 15%-16% cukup bagus dan stabil bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dikutip dari pernyataan tertulisnya, Senin (31/12/2018).

Selain itu, beberapa kinerja perpajakan juga patut diacungi jempol, seperti perbaikan-perbaikan dari sisi administrasi, prosedural, dan proses bisnis, antara lain simplifikasi dan integrasi dokumen layanan di DJP-DJBC, percepatan restitusi, kemudahan pendaftaran WP dan PKP, dan terakhir SE-15/2018 yang menjadi tonggak berlakunya audit berbasis risiko.

"Pemerintah juga menggunakan kebijakan pajak yang responsif terhadap kondisi ekonomi makro," tulisnya.

Prastowo pun menilai pemerintah mampu melihat peluang kecil, seperti di saat kuatnya tekanan terhadap rupiah, pemerintah menaikkan PPh 22 impor.

Puja-puji bagi Kinerja Pajak RI dan Tugas Berat di 2019Foto: Infografis/Target Pajak yang Tak Pernah Tembus/Arie Pratama

"Kenaikan ini bukan untuk penerimaan namun memberikan dampak psikologis bagi pasar uang untuk menyelamatkan rupiah, meski sifatnya temporer," ungkapnya.

Pemerintah juga memperlihatkan keberpihakannya bagi kelompok usaha kecil dan menengah dengan dikeluarkannya PP 23 Tahun 2018 yang mengatur tarif PPh Final bagi pelaku UMKM menjadi 0,5%. Hal lain yang cukup signifikan adalah insentif pajak.

Meskipun demikian, pria yang pernah bekerja di Direktorat Jenderal Pajak selama kurang lebih 13 tahun ini juga melihat masih ada hal yang perlu menjadi perhatian dan perbaikan agar kinerja perpajakan Indonesia semakin baik di tahun-tahun ke depan.


Berikut adalah catatan merah bagi kinerja pajak tahun ini menurut Prastowo.

1. Revisi UU Perpajakan yang tersendat dan terkesan mandek karena tidak selaras dengan kalender politik. Ini berpengaruh pada realisasi janji penurunan tarif pajak yang ditunggu kalangan usaha.

2. Perbaikan sistem administrasi berbasis TI yang agak lambat karena harus menempuh beberapa prosedur formal. Hal ini berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi.

3. Penerapan aturan dan tafsir yang belum seragam di lapangan menciptakan ketidakpastian terutama saat pemeriksaan pajak, sehingga menghambat upaya membangun trust, di samping menciptakan administrasi berbiaya tinggi.

4. 3C (clarity, certainty, consistency) masih menjadi titik lemah yang perlu diakselerasi perbaikannya. Intervensi teknologi (e-audit/online audit) yang lebih terpusat, terkontrol, dan objektif perlu didukung dan didorong.

5. Tantangan akan pertumbuhan ekonomi digital menjadi tantangan tersendiri bagi DJP.




(prm) Next Article Sisa 3 Bulan, Penerimaan Pajak Baru 63% dari Target

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular