Good News 2018
Kali Pertama di Era Jokowi: APBN Oke, Shortfall Pajak Rendah
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
24 December 2018 20:17

Tahun 2018 akan segera berakhir dalam hitungan hari. Terkait hal itu, CNBC Indonesia merangkum sederet peristiwa penting sepanjang tahun anjing tanah ini. Peristiwa itu terbagi ke dalam dua kategori, yaitu good news from 2018 dan bad news from 2018. Selamat membaca!
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati cukup optimistis target pendapatan negara sepanjang tahun ini bisa tembus 100% dari yang ditetapkan.
"Untuk pertama kali dalam 5 tahun terakhir atau selama pemerintahan pak Jokowi, penerimaan negara tahun ini akan bisa memecahkan lebih tinggi dari UU APBN," kata Sri Mulyani.
Pernyataan sang penjaga keuangan negara itu pun bukan isapan jempol semata. Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di akhir November menjadi bukti nyata.
Realiasi pendapatan negara mencapai Rp 1.662,9 triliun atau 87,8% dari target Rp 1.894,7 triliun. Angka tersebut tumbuh sekitar 7% dibandingkan realisasi periode sama tahun lalu.
Hampir seluruh pos pendapatan negara yang terdiri dari penerimaan pajak, penerimaan bea dan cukai, hingga pendapatan negara bukan pajak (PNBP) pun mencatatkan pertumbuhan yang cukup positif.
Penerimaan pajak misalnya, yang dalam beberapa tahun terakhir tak begitu optimal, menjelang akhir tahun ini realisasinya mencapai Rp 1.136 triliun atau 79,8% dari target.
Angka tersebut mengalami pertumbuhan double digit, mencapai 15,35%. Tak hanya penerimaan pajak, realisasi penerimaan bea cukai dan PNBP pun ikutan moncer.
Realisasi penerimaan bea dan cukai tumbuh 14,70% dibandingkan periode sama tahun lalu, sementara realisasi penerimaan PNBP mencatatkan pertumbuhan 31,54%.
Tak hanya dari sisi penerimaan, belanja negara pun terakselerasi. Realisasi sampai akhir November 2018 mencapai Rp 1.942,9 triliun atau 87,5% dari target sebesar Rp 2.220,6 triliun.
Data APBN juga menunjukkan, posisi defisit keseimbangan primer mengalami penurunan yang signifikan. Artinya, pemerintah tak perlu berutang lebih besar untuk membayar bunga utang.
Pada November tahun lalu, defisit keseimbangan primer mencapai Rp 139 triliun. Namun, jelang tutup tahun anggaran, posisi defisit keseimbangan primer hanya Rp 28,8 triliun.
Dengan demikian, posisi defisit anggaran di akhir November mencapai Rp 279,9 triliun atau 1,89% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini masih jauh dari target defisit Rp 325,9 triliun tau 2,19% dari PDB.
Angka tersebut jauh lebih baik dibandingkan periode sama tahun lalu. Pada November 2017, posisi defisit anggaran mencapai Rp 349,6 triliun atau 2,59% dari PDB.
Shortfall Mengecil, Tapi Masih Banyak PR
Kinerja APBN memang patut diancungi jempol pada tahun ini. Meski demikian, selama pemerintahan Jokowi penerimaan pajak tidak pernah mencapai target, termasuk pada tahun ini.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan memperkirakan, realisasi penerimaan pajak tahun ini hanya mencapai 95% dari target yang ditetapkan sebesar Rp 1.424 triliun.
Penerimaan pajak akan pun diperkirakan kembali mengalami kekurangan penerimaan (shortfall) sekitar Rp 70 - Rp 73 triliun. Artinya, ini menjadi tahun ke 10 penerimaan pajak kerap mengalami shortfall.
Namun, apabila melihat secara historikal, shortfall yang terjadi pada tahun ini jauh lebih sedikit dibandingkan periode-periode sebelumnya. Pasalnya, kinerja penerimaan pajak tahun ini cukup optimal.
Pertumbuhan penerimaan pajak hingga November 2018 tercatat 15,35% dibandingkan periode sama tahun lalu. Ini merupakan pertumbuhan tertinggi sejak 2012 atau dalam tujuh tahun terakhir.
Terlepas dari itu, pemerintah tidak boleh bersenang diri. Masih ada persoalan krusial yang harus diselesaikan, terutama agar penerimaan pajak tak lagi mengalami kekurangan.
Kinerja APBN yang fantastis tahun ini bisa dibilang bukan murni dari kontribusi penerimaan pajak, yang memegang kontribusi lebih dari 80% keseluruhan penerimaan negara.
Kekurangan penerimaan pajak, bisa ditambal dari realisasi PNBP yang seperti ketiban durian runtuh karena kenaikan harga minyak dan kenaikan harga sejumlah komoditas.
Maka, pekerjaan rumah untuk memperbaiki penerimaan masih harus dilakukan. Terutama, bagaimana meningkatkan rasio penerimaan pajak terhadap PDB.
Rasio penerimaan pajak terhadap PDB atau yang biasa dikenal dengan tax ratio sejak 2014 memang terus merosot. Tax ratio pernah tembus 13,7%, namun menurun dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
Pada 2015 tax ratio Indonesia berada di angka 11,6%, kemudian pada 2016 kembali turun menjadi 10,8%, lalu pada 2017 tax ratio stagnan di 10,7%. Pada tahun ini dan tahun depan, pemerintah menargetkan tax ratio bisa di 11.6% dan 12,1%.
Salah satu masalah utama yang menyebabkan tax ratio Indonesia relatif kecil dalam beberapa tahun terakhir adalah tingkat kepatuhan wajib pajak dari surat pemberitahuan tahunan (SPT) yang dilaporkan masih rendah.
Hal ini membuat penerimaan pajak tak pernah mencapai target, yang membuat pemerintah harus berutang untuk membiayai defisit kas keuangan negara sebagai konsekuensi belanja masif yang tak bisa ditutupi oleh penerimaan pajak/
Wajar saja, hampir 80% penerimaan negara memang berasal dari penerimaan pajak. Jika penerimaan pajak tidak optimal, maka secara keseluruhan akan berdampak pada kinerja APBN.
Namun secara garis besar, kinerja APBN tahun ini patut diancungi dua jempol. Terutama kepada sang menteri, Sri Mulyani yang senantiasa menjaga APBN lebih kredibel dan bisa menjadi penyangga ekonomi.
(dru) Next Article Begini Gaya Sri Mulyani Saat Mengajar Para Bocah SD
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati cukup optimistis target pendapatan negara sepanjang tahun ini bisa tembus 100% dari yang ditetapkan.
"Untuk pertama kali dalam 5 tahun terakhir atau selama pemerintahan pak Jokowi, penerimaan negara tahun ini akan bisa memecahkan lebih tinggi dari UU APBN," kata Sri Mulyani.
Realiasi pendapatan negara mencapai Rp 1.662,9 triliun atau 87,8% dari target Rp 1.894,7 triliun. Angka tersebut tumbuh sekitar 7% dibandingkan realisasi periode sama tahun lalu.
Hampir seluruh pos pendapatan negara yang terdiri dari penerimaan pajak, penerimaan bea dan cukai, hingga pendapatan negara bukan pajak (PNBP) pun mencatatkan pertumbuhan yang cukup positif.
Penerimaan pajak misalnya, yang dalam beberapa tahun terakhir tak begitu optimal, menjelang akhir tahun ini realisasinya mencapai Rp 1.136 triliun atau 79,8% dari target.
![]() |
Angka tersebut mengalami pertumbuhan double digit, mencapai 15,35%. Tak hanya penerimaan pajak, realisasi penerimaan bea cukai dan PNBP pun ikutan moncer.
Realisasi penerimaan bea dan cukai tumbuh 14,70% dibandingkan periode sama tahun lalu, sementara realisasi penerimaan PNBP mencatatkan pertumbuhan 31,54%.
Tak hanya dari sisi penerimaan, belanja negara pun terakselerasi. Realisasi sampai akhir November 2018 mencapai Rp 1.942,9 triliun atau 87,5% dari target sebesar Rp 2.220,6 triliun.
Data APBN juga menunjukkan, posisi defisit keseimbangan primer mengalami penurunan yang signifikan. Artinya, pemerintah tak perlu berutang lebih besar untuk membayar bunga utang.
Pada November tahun lalu, defisit keseimbangan primer mencapai Rp 139 triliun. Namun, jelang tutup tahun anggaran, posisi defisit keseimbangan primer hanya Rp 28,8 triliun.
Dengan demikian, posisi defisit anggaran di akhir November mencapai Rp 279,9 triliun atau 1,89% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini masih jauh dari target defisit Rp 325,9 triliun tau 2,19% dari PDB.
Angka tersebut jauh lebih baik dibandingkan periode sama tahun lalu. Pada November 2017, posisi defisit anggaran mencapai Rp 349,6 triliun atau 2,59% dari PDB.
Shortfall Mengecil, Tapi Masih Banyak PR
Kinerja APBN memang patut diancungi jempol pada tahun ini. Meski demikian, selama pemerintahan Jokowi penerimaan pajak tidak pernah mencapai target, termasuk pada tahun ini.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan memperkirakan, realisasi penerimaan pajak tahun ini hanya mencapai 95% dari target yang ditetapkan sebesar Rp 1.424 triliun.
Penerimaan pajak akan pun diperkirakan kembali mengalami kekurangan penerimaan (shortfall) sekitar Rp 70 - Rp 73 triliun. Artinya, ini menjadi tahun ke 10 penerimaan pajak kerap mengalami shortfall.
Namun, apabila melihat secara historikal, shortfall yang terjadi pada tahun ini jauh lebih sedikit dibandingkan periode-periode sebelumnya. Pasalnya, kinerja penerimaan pajak tahun ini cukup optimal.
Pertumbuhan penerimaan pajak hingga November 2018 tercatat 15,35% dibandingkan periode sama tahun lalu. Ini merupakan pertumbuhan tertinggi sejak 2012 atau dalam tujuh tahun terakhir.
Terlepas dari itu, pemerintah tidak boleh bersenang diri. Masih ada persoalan krusial yang harus diselesaikan, terutama agar penerimaan pajak tak lagi mengalami kekurangan.
Kinerja APBN yang fantastis tahun ini bisa dibilang bukan murni dari kontribusi penerimaan pajak, yang memegang kontribusi lebih dari 80% keseluruhan penerimaan negara.
Kekurangan penerimaan pajak, bisa ditambal dari realisasi PNBP yang seperti ketiban durian runtuh karena kenaikan harga minyak dan kenaikan harga sejumlah komoditas.
Maka, pekerjaan rumah untuk memperbaiki penerimaan masih harus dilakukan. Terutama, bagaimana meningkatkan rasio penerimaan pajak terhadap PDB.
Rasio penerimaan pajak terhadap PDB atau yang biasa dikenal dengan tax ratio sejak 2014 memang terus merosot. Tax ratio pernah tembus 13,7%, namun menurun dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
Pada 2015 tax ratio Indonesia berada di angka 11,6%, kemudian pada 2016 kembali turun menjadi 10,8%, lalu pada 2017 tax ratio stagnan di 10,7%. Pada tahun ini dan tahun depan, pemerintah menargetkan tax ratio bisa di 11.6% dan 12,1%.
Salah satu masalah utama yang menyebabkan tax ratio Indonesia relatif kecil dalam beberapa tahun terakhir adalah tingkat kepatuhan wajib pajak dari surat pemberitahuan tahunan (SPT) yang dilaporkan masih rendah.
Hal ini membuat penerimaan pajak tak pernah mencapai target, yang membuat pemerintah harus berutang untuk membiayai defisit kas keuangan negara sebagai konsekuensi belanja masif yang tak bisa ditutupi oleh penerimaan pajak/
Wajar saja, hampir 80% penerimaan negara memang berasal dari penerimaan pajak. Jika penerimaan pajak tidak optimal, maka secara keseluruhan akan berdampak pada kinerja APBN.
Namun secara garis besar, kinerja APBN tahun ini patut diancungi dua jempol. Terutama kepada sang menteri, Sri Mulyani yang senantiasa menjaga APBN lebih kredibel dan bisa menjadi penyangga ekonomi.
(dru) Next Article Begini Gaya Sri Mulyani Saat Mengajar Para Bocah SD
Most Popular