
Bursa Saham Asia Terseret Shutdown AS
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
26 December 2018 20:56

Jakarta, CNBC Indonesia- Gejolak yang terjadi di Wall Street telah mengguncang berbagai pasar saham di seluruh dunia dalam beberapa bulan terakhir.
Volatilitas tersebut mengakibatkan sejumlah pasar saham turun ke area bearish atau bear teritory dan akan memburuk di tahun yang baru, kata para ahli dikutip dari CNBC International, Senin (24/12/2018).
Pasar bearish atau 'bear market' sedang mengancam investor di seluruh dunia. Bear market biasanya didefinisikan sebagai penurunan pasar saham sebesar 20% atau lebih dari posisi tertinggi baru yang dicapainya dalam beberapa waktu terakhir.
Di Wall Street, Nasdaq Composite ditutup di 'bear market' Jumat lalu sementara S&P 500 menyentuh posisi tersebut hari Senin. Secara global, DAX Jerman, Shanghai Composite dan Nikkei Jepang juga telah memasuki level pasar yang bearish.
Risiko pasar utama tetap ada, kata para ahli. Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve kemungkinan akan terus menaikkan suku bunga dan kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi global (yang diperparah oleh perang perdagangan antara AS dan China) semakin meningkat.
Kekacauan di wall street juga telah merembet ke bursa Asia. Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditutup di zona merah pada perdagangan hari ini, Rabu (26/12/2018): indeks Shanghai turun 0,26%, indeks Strait Times turun 1,31%, dan indeks Kospi turun 1,31%.
Sentimen negatif dari sisi eksternal membuat bursa saham Benua Kuning ditinggalkan investor. Pada perdagangan hari ini, spread yield obligasi AS tenor 3 bulan dan 10 tahun hanya tersisa -29 bps, menipis dibandingkan posisi penutupan terakhirnya (24/12/2018) yang sebesar -37 bps atau semakin mengarah ke inversi. Jika dibandingkan dengan posisi awal November yang sebesar -82 bps, penipisan yang terjadi menjadi kian parah.
Sebagai informasi, spread yield obligasi AS tenor 3 bulan dan 10 tahun banyak diperhatikan oleh investor karena dijadikan konfirmasi datang atau tidaknya resesi di sana. Pasalnya dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield kedua tenor obligasi tersebut.
Kajian dari Bespoke menunjukkan, inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun (yang merupakan indikasi sangat awal datangnya resesi), seperti dilansir dari CNBC International. Berbicara mengenai inversi pada tenor 3 dan 5 tahun, hal ini sudah terjadi pada tanggal 4 Desember silam.
Rilis data ekonomi AS yang mengecewakan pun semakin mengonfirmasi bahwa perekonomian dunia sedang berada dalam jalur perlambatan.
Pada hari Jumat (21/12/2018), pembacaan final untuk angka pertumbuhan ekonomi kuartal-III 2018 diumumkan sebesar 3,4% (QoQ annualized), di bawah pembacaan sebelumnya dan konsensus yang sebesar 3,5%, seperti dilansir dari Forex Factory.
Kemudian, pemesanan barang tahan lama inti periode November diumumkan terkontraksi sebesar 0,3% MoM, di bawah ekspektasi yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 0,3% MoM.
Lebih lanjut, pendapatan masyarakat AS tercatat hanya tumbuh sebesar 0,2% MoM sepanjang bulan November, di bawah ekspektasi yang sebesar 0,3% MoM.
Tekanan terhadap perekonomian AS lantas diperparah oleh penutupan pemerintahan secara sebagian (partial government shutdown). Sejak hari Sabtu kemarin (22/12/2018), beberapa lembaga federal AS mengalami penundaan pembayaran gaji dan tidak beroperasi sebagaimana mestinya. Melansir New York Times, 420.000 pegawai negeri AS tidak akan digaji hingga anggaran turun dan 380.000 pegawai negeri diliburkan hingga pembahasan anggaran disetujui.
Shutdown kali ini adalah yang ketiga selama Trump menjabat sebagai presiden AS. Kali ini, masalah anggaran untuk pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko menjadi penyebab pemerintahan AS harus tutup sementara.
Legislatif memutuskan tidak dapat memenuhi permintaan Presiden AS Donald Trump yang menginginkan anggaran US$5 miliar untuk pengamanan di wilayah perbatasan, termasuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko.
Kepala Staf Kepresidenan AS Mick Mulvaney mengungkapkan bahwa kemungkinan, shutdown setidaknya akan bertahan hingga 3 Januari 2018. Pada saat itu, Partai Demokrat baru akan resmi menjadi kelompok mayoritas di House of Representatives.
(gus) Next Article Wall Street Ngegas di Tahun Baru, Dow Jones Rekor
Volatilitas tersebut mengakibatkan sejumlah pasar saham turun ke area bearish atau bear teritory dan akan memburuk di tahun yang baru, kata para ahli dikutip dari CNBC International, Senin (24/12/2018).
Pasar bearish atau 'bear market' sedang mengancam investor di seluruh dunia. Bear market biasanya didefinisikan sebagai penurunan pasar saham sebesar 20% atau lebih dari posisi tertinggi baru yang dicapainya dalam beberapa waktu terakhir.
Di Wall Street, Nasdaq Composite ditutup di 'bear market' Jumat lalu sementara S&P 500 menyentuh posisi tersebut hari Senin. Secara global, DAX Jerman, Shanghai Composite dan Nikkei Jepang juga telah memasuki level pasar yang bearish.
Risiko pasar utama tetap ada, kata para ahli. Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve kemungkinan akan terus menaikkan suku bunga dan kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi global (yang diperparah oleh perang perdagangan antara AS dan China) semakin meningkat.
Kekacauan di wall street juga telah merembet ke bursa Asia. Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditutup di zona merah pada perdagangan hari ini, Rabu (26/12/2018): indeks Shanghai turun 0,26%, indeks Strait Times turun 1,31%, dan indeks Kospi turun 1,31%.
Sentimen negatif dari sisi eksternal membuat bursa saham Benua Kuning ditinggalkan investor. Pada perdagangan hari ini, spread yield obligasi AS tenor 3 bulan dan 10 tahun hanya tersisa -29 bps, menipis dibandingkan posisi penutupan terakhirnya (24/12/2018) yang sebesar -37 bps atau semakin mengarah ke inversi. Jika dibandingkan dengan posisi awal November yang sebesar -82 bps, penipisan yang terjadi menjadi kian parah.
Sebagai informasi, spread yield obligasi AS tenor 3 bulan dan 10 tahun banyak diperhatikan oleh investor karena dijadikan konfirmasi datang atau tidaknya resesi di sana. Pasalnya dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield kedua tenor obligasi tersebut.
Kajian dari Bespoke menunjukkan, inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun (yang merupakan indikasi sangat awal datangnya resesi), seperti dilansir dari CNBC International. Berbicara mengenai inversi pada tenor 3 dan 5 tahun, hal ini sudah terjadi pada tanggal 4 Desember silam.
Rilis data ekonomi AS yang mengecewakan pun semakin mengonfirmasi bahwa perekonomian dunia sedang berada dalam jalur perlambatan.
Pada hari Jumat (21/12/2018), pembacaan final untuk angka pertumbuhan ekonomi kuartal-III 2018 diumumkan sebesar 3,4% (QoQ annualized), di bawah pembacaan sebelumnya dan konsensus yang sebesar 3,5%, seperti dilansir dari Forex Factory.
Kemudian, pemesanan barang tahan lama inti periode November diumumkan terkontraksi sebesar 0,3% MoM, di bawah ekspektasi yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 0,3% MoM.
Lebih lanjut, pendapatan masyarakat AS tercatat hanya tumbuh sebesar 0,2% MoM sepanjang bulan November, di bawah ekspektasi yang sebesar 0,3% MoM.
Tekanan terhadap perekonomian AS lantas diperparah oleh penutupan pemerintahan secara sebagian (partial government shutdown). Sejak hari Sabtu kemarin (22/12/2018), beberapa lembaga federal AS mengalami penundaan pembayaran gaji dan tidak beroperasi sebagaimana mestinya. Melansir New York Times, 420.000 pegawai negeri AS tidak akan digaji hingga anggaran turun dan 380.000 pegawai negeri diliburkan hingga pembahasan anggaran disetujui.
Shutdown kali ini adalah yang ketiga selama Trump menjabat sebagai presiden AS. Kali ini, masalah anggaran untuk pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko menjadi penyebab pemerintahan AS harus tutup sementara.
Legislatif memutuskan tidak dapat memenuhi permintaan Presiden AS Donald Trump yang menginginkan anggaran US$5 miliar untuk pengamanan di wilayah perbatasan, termasuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko.
Kepala Staf Kepresidenan AS Mick Mulvaney mengungkapkan bahwa kemungkinan, shutdown setidaknya akan bertahan hingga 3 Januari 2018. Pada saat itu, Partai Demokrat baru akan resmi menjadi kelompok mayoritas di House of Representatives.
(gus) Next Article Wall Street Ngegas di Tahun Baru, Dow Jones Rekor
Most Popular