
Antisipasi Gelombang Resesi, Wall Street akan Dibuka Melemah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 December 2018 20:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Aksi jual diĀ Wall Street nampak belum akan usai. Selepas sell-off sehari sebelum Natal (24/12/2018), bursa saham Negeri Paman Sam masih akan terkoreksi hari ini.
Pada perdagangan tanggal 24 Desember, Dow Jones anjlok 2,91%, S&P 500 ambruk 2,71%, dan Nasdaq Composite terpangkas 2,21%. Melansir CNBC International, perdagangan tersebut merupakan yang terburuk di malam Natal sepanjang sejarah bursa saham AS.
Kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan penurunan 35 poin pada saat pembukaan perdagangan malam ini, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan melemah masing-masing sebesar 2 dan 9 poin.
Gaung resesi yang kian keras disuarakan oleh pasar obligasi membuat investor belum berani menyentuh instrumen berisiko seperti saham. Pada perdagangan hari ini, spread yield obligasi AS tenor 3 bulan dan 10 tahun hanya tersisa -29 bps, menipis dibandingkan posisi penutupan terakhirnya (24/12/2018) yang sebesar -37 bps atau semakin mengarah ke inversi. Jika dibandingkan dengan posisi awal November yang sebesar -82 bps, penipisan yang terjadi menjadi kian parah.
Sebagai informasi, spread yield obligasi AS tenor 3 bulan dan 10 tahun banyak diperhatikan oleh investor karena dijadikan konfirmasi datang atau tidaknya resesi. Pasalnya dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield kedua tenor obligasi tersebut.
Kajian dari Bespoke menunjukkan bahwa inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun (yang merupakan indikasi sangat awal datangnya resesi), seperti dilansir dari CNBC International. Berbicara mengenai inversi pada tenor 3 dan 5 tahun, hal ini sudah terjadi pada tanggal 4 Desember silam.
Lebih lanjut, penutupan sebagian pemerintahan AS (partial government shutdown) juga membuat investor belum mau menyentuh saham-saham di Negeri Paman Sam.
Sejak hari Sabtu kemarin (22/12/2018), beberapa lembaga federal AS mengalami penundaan pembayaran gaji dan tidak beroperasi sebagaimana mestinya. Melansir New York Times, 420.000 pegawai negeri AS tidak akan digaji hingga anggaran turun dan 380.000 pegawai negeri diliburkan hingga pembahasan anggaran disetujui.
Shutdown kali ini menanadai yang ketiga selama Donald Trump menjabat sebagai presiden AS. Kali ini, masalah anggaran untuk pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko menjadi penyebab pemerintahan AS harus tutup sementara.
Legislatif memutuskan tidak dapat memenuhi permintaan Presiden AS Donald Trump yang menginginkan anggaran US$5 miliar untuk pengamanan di wilayah perbatasan, termasuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko.
Kepala Staf Kepresidenan AS Mick Mulvaney mengungkapkan bahwa kemungkinan, shutdown setidaknya akan bertahan hingga 3 Januari 2018. Pada saat itu, Partai Demokrat baru akan resmi menjadi kelompok mayoritas di House of Representatives.
Pada pukul 22:00 WIB, data Richmond Manufacturing Index periode Desember akan diumumkan.
Tidak ada anggota FOMC yang dijadwalkan berbicara pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Wall Street Bergejolak, 44% Warga AS Takut Resesi Terjadi
Pada perdagangan tanggal 24 Desember, Dow Jones anjlok 2,91%, S&P 500 ambruk 2,71%, dan Nasdaq Composite terpangkas 2,21%. Melansir CNBC International, perdagangan tersebut merupakan yang terburuk di malam Natal sepanjang sejarah bursa saham AS.
Kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan penurunan 35 poin pada saat pembukaan perdagangan malam ini, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan melemah masing-masing sebesar 2 dan 9 poin.
Sebagai informasi, spread yield obligasi AS tenor 3 bulan dan 10 tahun banyak diperhatikan oleh investor karena dijadikan konfirmasi datang atau tidaknya resesi. Pasalnya dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield kedua tenor obligasi tersebut.
Kajian dari Bespoke menunjukkan bahwa inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun (yang merupakan indikasi sangat awal datangnya resesi), seperti dilansir dari CNBC International. Berbicara mengenai inversi pada tenor 3 dan 5 tahun, hal ini sudah terjadi pada tanggal 4 Desember silam.
Lebih lanjut, penutupan sebagian pemerintahan AS (partial government shutdown) juga membuat investor belum mau menyentuh saham-saham di Negeri Paman Sam.
Sejak hari Sabtu kemarin (22/12/2018), beberapa lembaga federal AS mengalami penundaan pembayaran gaji dan tidak beroperasi sebagaimana mestinya. Melansir New York Times, 420.000 pegawai negeri AS tidak akan digaji hingga anggaran turun dan 380.000 pegawai negeri diliburkan hingga pembahasan anggaran disetujui.
Shutdown kali ini menanadai yang ketiga selama Donald Trump menjabat sebagai presiden AS. Kali ini, masalah anggaran untuk pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko menjadi penyebab pemerintahan AS harus tutup sementara.
Legislatif memutuskan tidak dapat memenuhi permintaan Presiden AS Donald Trump yang menginginkan anggaran US$5 miliar untuk pengamanan di wilayah perbatasan, termasuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko.
Kepala Staf Kepresidenan AS Mick Mulvaney mengungkapkan bahwa kemungkinan, shutdown setidaknya akan bertahan hingga 3 Januari 2018. Pada saat itu, Partai Demokrat baru akan resmi menjadi kelompok mayoritas di House of Representatives.
Pada pukul 22:00 WIB, data Richmond Manufacturing Index periode Desember akan diumumkan.
Tidak ada anggota FOMC yang dijadwalkan berbicara pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Wall Street Bergejolak, 44% Warga AS Takut Resesi Terjadi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular