Bad News 2018

Keran Impor Pangan yang Masih Saja Mengalir Deras

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
24 December 2018 08:11
Sepanjang tahun ini, keran impor sejumlah komoditas pangan masih mengalir deras.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Tahun 2018 akan segera berakhir dalam hitungan hari. Terkait hal itu, CNBC Indonesia merangkum sederet peristiwa penting sepanjang tahun anjing tanah ini. Peristiwa itu terbagi ke dalam dua kategori, yaitu good news from 2018 dan bad news from 2018. Selamat membaca!

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang tahun ini, keran impor sejumlah komoditas pangan masih mengalir deras. Mulai dari beras sebagai penganan utama, gandum, kedelai hingga gula.

Mengawali tahun anjing tanah, masyarakat diributkan dengan kebijakan impor beras mencapai 2 juta ton. Keributan di publik dan saling tuding antarlembaga terjadi karena kebijakan impor diputuskan di saat Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim produksi beras tahun ini mengalami surplus mencapai 13 juta ton.

Namun nyatanya, posisi stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikelola Bulog pada awal tahun ini memang menunjukkan posisi yang kritis.

Keran Impor Pangan yang Masih Saja Mengalir Deras Foto: CNBC Indonesia


Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan, pada Januari-Maret 2018, stok CBP di Bulog sudah membukukan defisit masing-masing sebesar 48 ribu ton, 246 ribu ton, dan 188 ribu ton.

Oleh karena itu, pemerintah melalui rapat koordinasi terbatas (rakortas) di Kemenko Perekonomian akhirnya memutuskan mengimpor sebanyak 500 ribu ton beras pada Januari, 500 ribu ton per Maret, dan 1 juta ton pada April.

Data beras sebagai pegangan pemerintah memang menjadi masalah utama dalam memutuskan mengimpor atau tidak mengimpor.

Saat Badan Pusat Statistik (BPS) akhirnya merilis data produksi beras nasional terbaru pada Oktober, terbukti surplus sepanjang tahun ini hanya mencapai 2,85 juta ton, jauh dari angka ramalan Kementan.

Keran Impor Pangan yang Masih Saja Mengalir Deras Foto: Ilustrasi Beras Bulog (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)


Enggartiasto mengatakan data BPS itu menjadi patokan pemerintah dalam mengambil keputusan. "Karena undang-undang telah mengatur bahwa BPS lah yang memberikan data tunggal. Dan itu bermanfaat sekali untuk mengambil berbagai kebijakan," katanya di Sekretariat Negara, Selasa (23/10/2018).

"Dan arahannya Pak Presiden [Joko Widodo] juga jelas bahwa yang dipegang adalah data dari BPS dan mereka dengan [menggunakan] metodologi yang tepat," ujar Enggartiasto.

Selain beras, komoditas pangan lain yang impornya masih tinggi mencakup gandum, kedelai, gula, hingga daging.

Berdasarkan data BPS, impor gandum sepanjang Januari-November 2018 telah mencapai 9,19 juta ton. Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Franciscus Welirang memproyeksi impor gandum tumbuh sekitar 5% setiap tahunnya karena permintaan tepung terigu yang juga terus naik.

Seperti diketahui, gandum hingga saat ini sama sekali tidak diproduksi di Tanah Air. Adapun konsumsi mie instan dan roti masyarakat yang terus tumbuh diyakini akan terus meningkatkan kebutuhan produksi tepung terigu dan impor gandum.



Sementara itu, Data BPS menunjukkan impor kedelai hingga November sebesar 2,41 juta ton. Kedelai merupakan bahan baku utama produksi tempe dan tahu serta industri makanan-minuman (mamin) lainnya seperti kecap.

Kedelai sebenarnya diproduksi di dalam negeri. Namun, harga jualnya yang lebih rendah dibandingkan padi atau jagung membuat petani kehilangan insentif untuk terus menanam. Kementan mencoba menggairahkan kembali produksi kedelai melalui sistem tanam tumpang sari.

Keran Impor Pangan yang Masih Saja Mengalir Deras Foto: Pengerajin memilih kedelai untuk diolah menjadi tempe di kawasan Sunter, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)


Impor gula mentah (raw sugar) untuk keperluan konsumsi masyarakat di tahun ini mencapai 1,1 juta ton. Gula ini diolah menjadi gula kristal putih (GKP) oleh tujuh BUMN industri gula.

Perinciannya tiga anak perusahaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yakni PTPN X, XI, dan XII, PT Gendhis Multi Manis (GMM) milik Bulog, dan tiga anak usaha PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).

Petani tebu pun banyak yang menolak impor ini karena menganggap gula hasil produksi petani masih banyak yang belum terserap.

Adapun impor daging sapi dan kerbau hingga November tercatat sebanyak 179.257 ton, naik 22,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jumlah ini termasuk impor daging kerbau asal India yang mencapai 62 ribu ton.

[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Sudah 76 Tahun Merdeka, Indonesia Tetap Doyan Impor Pangan!

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular