
Layanan Penerbangan Perintis Tidak Optimal
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
23 November 2018 17:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Layanan penerbangan perintis di berbagai daerah masih belum optimal.
Hal ini terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema 'Pelaksanaan Angkutan Udara Perintis Penumpang' di Jakarta, Jumat (23/11/2018).
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Transportasi Antar Moda Kemenhub, Imran Rasyid menyatakan, masih ada kesenjangan antara besarnya anggaran dan cakupan pelayanan angkutan udara perintis penumpang yang diperlukan untuk melayani seluruh wilayah Indonesia.
Selain itu, target realisasi yang direncanakan juga tak tercapai.
"Kinerja penyelenggaraan angkutan udara perintis penumpang dalam 7 tahun terakhir masih memerlukan peningkatan," ungkapnya.
Dia menyebut, capaian realisasi penumpang yang diangkut dari tahun 2011 hingga 2017 berkisar antara 55% hingga 77%. Sementara capaian realisasi frekuensi penerbangan perintis penumpang berkisar antara 77% hingga 97%.
Untuk rute yang dilayani pada tahun 2013 terdapat 138 rute dan mengalami peningkatan hingga tahun 2016.
Pada tahun 2017, jumlah rute yang dilayani mengalami penurunan dari 209 rute menjadi 188 rute. Kemudian, pada 2018 terdapat 214 rute angkutan udara perintis di seluruh Indonesia yang dikoordinasikan oleh 22 Koordinator Wilayah Perintis Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Sejalan dengan itu, dia juga membeberkan hasil penelitian pada aspek lain.
Dikatakan, angkutan udara perintis banyak digunakan oleh penumpang dengan rentang usia 21-35 tahun dengan persentase sebesar 48%, dengan penghasilan dibawah 1 juta rupiah sebesar 29%.
"Sehingga berdasarkan data, sebanyak 70% penumpang hanya sanggup membayar tiket pesawat dengan rentang harga Rp 200 ribu Rp 400 ribu. Berdasarkan data, angkutan udara perintis yang paling dibutuhkan adalah angkutan udara perintis penumpang, yakni sebesar 85%," tandasnya.
Poin penting selanjutnya, pelaksanaan angkutan udara perintis penumpang masih perlu ditingkatkan dari aspek ketersediaan sarana (pesawat), pengawasan, ketersediaan SDM dan dukungan prasarana bandara.
Dalam hal ini, beberapa pihak terkait terus berupaya meningkatkan pelayanan angkutan udara perintis agar peran penting angkutan udara perintis sebagai pembuka aksesibilitas serta penghubung daerah terpencil dan pedalaman yang tidak atau belum terhubung oleh moda transportasi lain dapat efektif.
"Sehingga perekonomian dan taraf hidup masyarakat daerah terpencil atau tertinggal di perbatasan juga akan ikut meningkat, jadi dapat mewujudkan stabilitas ekonomi, pertahanan dan keamanan negara."
(ray) Next Article Pesawat Langka! Cari Penerbangan Bakal Makin Sulit di RI
Hal ini terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema 'Pelaksanaan Angkutan Udara Perintis Penumpang' di Jakarta, Jumat (23/11/2018).
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Transportasi Antar Moda Kemenhub, Imran Rasyid menyatakan, masih ada kesenjangan antara besarnya anggaran dan cakupan pelayanan angkutan udara perintis penumpang yang diperlukan untuk melayani seluruh wilayah Indonesia.
"Kinerja penyelenggaraan angkutan udara perintis penumpang dalam 7 tahun terakhir masih memerlukan peningkatan," ungkapnya.
Dia menyebut, capaian realisasi penumpang yang diangkut dari tahun 2011 hingga 2017 berkisar antara 55% hingga 77%. Sementara capaian realisasi frekuensi penerbangan perintis penumpang berkisar antara 77% hingga 97%.
Untuk rute yang dilayani pada tahun 2013 terdapat 138 rute dan mengalami peningkatan hingga tahun 2016.
Pada tahun 2017, jumlah rute yang dilayani mengalami penurunan dari 209 rute menjadi 188 rute. Kemudian, pada 2018 terdapat 214 rute angkutan udara perintis di seluruh Indonesia yang dikoordinasikan oleh 22 Koordinator Wilayah Perintis Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Sejalan dengan itu, dia juga membeberkan hasil penelitian pada aspek lain.
Dikatakan, angkutan udara perintis banyak digunakan oleh penumpang dengan rentang usia 21-35 tahun dengan persentase sebesar 48%, dengan penghasilan dibawah 1 juta rupiah sebesar 29%.
"Sehingga berdasarkan data, sebanyak 70% penumpang hanya sanggup membayar tiket pesawat dengan rentang harga Rp 200 ribu Rp 400 ribu. Berdasarkan data, angkutan udara perintis yang paling dibutuhkan adalah angkutan udara perintis penumpang, yakni sebesar 85%," tandasnya.
Poin penting selanjutnya, pelaksanaan angkutan udara perintis penumpang masih perlu ditingkatkan dari aspek ketersediaan sarana (pesawat), pengawasan, ketersediaan SDM dan dukungan prasarana bandara.
Dalam hal ini, beberapa pihak terkait terus berupaya meningkatkan pelayanan angkutan udara perintis agar peran penting angkutan udara perintis sebagai pembuka aksesibilitas serta penghubung daerah terpencil dan pedalaman yang tidak atau belum terhubung oleh moda transportasi lain dapat efektif.
"Sehingga perekonomian dan taraf hidup masyarakat daerah terpencil atau tertinggal di perbatasan juga akan ikut meningkat, jadi dapat mewujudkan stabilitas ekonomi, pertahanan dan keamanan negara."
(ray) Next Article Pesawat Langka! Cari Penerbangan Bakal Makin Sulit di RI
Most Popular