
Dikritik Prabowo Soal Tax Ratio, Ini Respons Sri Mulyani
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
22 November 2018 19:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati secara tersirat membalas kritikan pedas calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto terkait tax ratio Indonesia yang rendah.
Saat menjadi pembicara di Indonesia Forum Economic di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (21/11/2018), Prabowo menyebut tax ratio di Indonesia terlampau rendah, dan bahkan tidak bisa dibandingkan dengan negara-negara Afrika.
Tax ratio yang stagnan pada kisaran 10% hingga 12%, dianggap membuat Indonesia kehilangan pendapatan negara setara US$ 60 miliar karena pemerintah salah dalam mengelola perekonomian.
"Misalnya Zambia, [tax ratio] 16% saat ini. Kita perlu pergi ke sana dan belajar kepada pemerintah di sana, bagaimana mereka bisa melakukan manajemen yang baik seperti mereka," kata Prabowo.
"Kita cenderung memandang rendah negara-negara Afrika dan orang Afrika. Tapi saat ini nyatanya mereka tampil lebih bagus dari pada kita bangsa Indonesia," sesal mantan Panglima Kostrad itu.
Namun, ketika menjadi pembicara dalam acara Kompas Gramedia di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (22/11/2018), Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah saat ini terus berupaya meningkatkan tax ratio Indonesia.
"Ada yang bilang kalau tax ratio kita itu rendah. Makanya kita perbaiki, tanpa menimbulkan kekhawatiran bagi perekonomian," katanya.
[Gambas:Video CNBC]
Kekhawatiran yang disampaikan bendahara negara terbilang wajar. Sebab, pemerintah tidak ingin merusak momentum pertumbuhan ekonomi dengan mengejar pajak secara membabi buta.
Tax ratio atau rasio pendapatan pajak terhadap PDB yang mengukur formula kinerja perpajakan dengan membandingkan penerimaan pajak dari PDB dalam waktu tertentu.
Semakin rendah tax ratio, maka semakin rendah pula kepatuhan wajib pajak dalam negeri. Selain itu, kemampuan pemerintah untuk menggali sumber penerimaan pajak dari berbagai sektor belum optimal.
Namun, akselerasi perekonomian pada tahun ini membuat penerimaan negara terutama dari sisi pajak moncer. Per 31 Oktober 2018, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 1.160,7 triliun atau tumbuh 17% yoy.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu bahkan optimistis, penerimaan pajak pada tahun ini akan jauh lebih baik dibandingkan realisasi tahun-tahun sebelumnya.
"Growth penerimaan positif robust, belanja bagus, defisit lebih kecil. Sehingga tax ratio naik, spending naik. Semua nilainya hijau dan biru. Tidak ada yang merah rapornya," tegas dia.
Pada 2014, tax ratio berada pada level 13,7%. Namun, tax ratio kemudian menurun setahun berselang menjadi 11,6%. Kemudian turun lagi menjadi 10,8% pada 2016 dan makin menciut sampai 10,7% pada 2017 lalu.
Pada tahun ini, pemerintah menargetkan bisa meningkatkan tax ratio hingga 11,6%. Sementara itu, untuk tahun depan tax ratio ditargetkan bisa berada pada level 12,1%.
(miq/miq) Next Article Prabowo Mengkritik, Sri Mulyani Buka Suara
Saat menjadi pembicara di Indonesia Forum Economic di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (21/11/2018), Prabowo menyebut tax ratio di Indonesia terlampau rendah, dan bahkan tidak bisa dibandingkan dengan negara-negara Afrika.
Tax ratio yang stagnan pada kisaran 10% hingga 12%, dianggap membuat Indonesia kehilangan pendapatan negara setara US$ 60 miliar karena pemerintah salah dalam mengelola perekonomian.
"Kita cenderung memandang rendah negara-negara Afrika dan orang Afrika. Tapi saat ini nyatanya mereka tampil lebih bagus dari pada kita bangsa Indonesia," sesal mantan Panglima Kostrad itu.
Namun, ketika menjadi pembicara dalam acara Kompas Gramedia di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (22/11/2018), Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah saat ini terus berupaya meningkatkan tax ratio Indonesia.
"Ada yang bilang kalau tax ratio kita itu rendah. Makanya kita perbaiki, tanpa menimbulkan kekhawatiran bagi perekonomian," katanya.
[Gambas:Video CNBC]
Kekhawatiran yang disampaikan bendahara negara terbilang wajar. Sebab, pemerintah tidak ingin merusak momentum pertumbuhan ekonomi dengan mengejar pajak secara membabi buta.
Tax ratio atau rasio pendapatan pajak terhadap PDB yang mengukur formula kinerja perpajakan dengan membandingkan penerimaan pajak dari PDB dalam waktu tertentu.
Semakin rendah tax ratio, maka semakin rendah pula kepatuhan wajib pajak dalam negeri. Selain itu, kemampuan pemerintah untuk menggali sumber penerimaan pajak dari berbagai sektor belum optimal.
Namun, akselerasi perekonomian pada tahun ini membuat penerimaan negara terutama dari sisi pajak moncer. Per 31 Oktober 2018, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 1.160,7 triliun atau tumbuh 17% yoy.
![]() |
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu bahkan optimistis, penerimaan pajak pada tahun ini akan jauh lebih baik dibandingkan realisasi tahun-tahun sebelumnya.
"Growth penerimaan positif robust, belanja bagus, defisit lebih kecil. Sehingga tax ratio naik, spending naik. Semua nilainya hijau dan biru. Tidak ada yang merah rapornya," tegas dia.
Pada 2014, tax ratio berada pada level 13,7%. Namun, tax ratio kemudian menurun setahun berselang menjadi 11,6%. Kemudian turun lagi menjadi 10,8% pada 2016 dan makin menciut sampai 10,7% pada 2017 lalu.
Pada tahun ini, pemerintah menargetkan bisa meningkatkan tax ratio hingga 11,6%. Sementara itu, untuk tahun depan tax ratio ditargetkan bisa berada pada level 12,1%.
(miq/miq) Next Article Prabowo Mengkritik, Sri Mulyani Buka Suara
Most Popular