Laut Indonesia Simpan Potensi Sumber Energi Terbesar di Dunia

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
21 November 2018 17:12
Laut Indonesia Simpan Potensi Sumber Energi Terbesar di Dunia
Jakarta, CNBC Indonesia-Sebagai negara maritim dengan garis pantai terpanjang di ekuator (khatulistiwa), Indonesia diestimasikan menyimpan potensi energi termal lautan sebesar 43 gigawatthour (GwH), atau yang terbesar di dunia.

Hanya saja, potensi energi tersebut belum dimanfaatkan sama sekali sampai dengan sekarang karena ketiadaan dukungan pemerintah, di tengah masih tingginya biaya investasi pembangkit listrik berbasis energi terbarukan tersebut.

Deputy Director Institute of Ocean Energy Saga University Yasuyuki Ikegami mengatakan potensi energi termal lautan (ocean thermal energy conversion/ OTEC) Indonesia yang secara teknis bisa dikembangkan mencapai 43 GwH. Angka itu telah dikonfirmasi Dewan Energi Nasional (DEN).

"Angka potensi OTEC di Indonesia tersebut merupakan yang terbesar di dunia. Indonesia juga paling cocok mengembangkan OTEC karena di sini minim risiko terjadi badai di perairannya," tuturnya kepada CNBC Indonesia, di sela Batavia International Conference (BIC) 2018 yang diselenggarakan Universitas Darma Persada (Unsada) di Jakarta.

Pembangkit listrik berbasis OTEC memproduksi listrik berdasarkan prinsip termodinamika dengan memanfaatkan perbedaan suhu antara laut pesisir yang hangat akibat paparan sinar matahari dengan laut dalam yang dingin.

Dikembangkan pertama kali di Kuba pada tahun 1930, OTEC tidak banyak dilirik negara maju karena lokasi geografis mereka pada umumnya terletak di belahan bumi Utara yang tidak menikmati cukup limpahan matahari untuk menghangatkan lautannya.

Amerika Serikat (AS) mulai memanfaatkan energi OTEC pada tahun 1974 dengan membangun fasilitas pembangkit listrik dan penelitian OTEC terbesar dunia di Hawaii. Jepang menyusul dari sisi riset dengan membangun proyek perintisan OTEC di kepulauan Okinawa.

"Di Indonesia, OTEC mencapai skala keekonomiannya ketika pembangkit listrik yang dibangun berkapasitas minimal 100 MW. Dari perhitungan kami, harga listriknya bisa di kisaran 10 sen dolar AS per kilowatt Hour (Kwh)," ujar Ikegami.

NEXT

Menurut Direktur Sekolah Pascasarjana Energi Terbarukan Unsada Kamarudin Abdullah, proyeksi potensi OTEC di Indonesia di atas kertas adalah sebesar 222 GwH, berdasarkan penelitian dari beberapa akademisi Indonesia.

Hanya saja, potensi tersebut belum dimanfaatkan karena biayanya masih mahal, rata-rata di kisaran 14 sen USD/KwH. “Ini masih jauh dari ekspektasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mematok harga energi baru dan terbarukan (EBT) pada 7,5 sen/KwH,” ujarnya.

Untuk menyiasati itu, menurut dia pembangkit listrik OTEC harus dioptimalkan produk sampingannya seperti desalinisasi air laut seperti yang dikembangkan di Cennai, India untuk irigasi, atau pengembangan aquakultur, dan menopang wisata di pulau-pulau luar Nusantara.

“Teknologi dan expertise sudah ada. Hanya pemerintah belum serius ke sana. Secondary product OTEC juga banyak, cocok untuk pulau kecil. Tidak perlu kabel transmisi yang panjang lintas pulau,” tutur Kamarudin.

Dia berharap hasil penelitian seputar potensi kelautan nasional di BIC 2018 yang bertema “sustainable maritime science and engineering development” dapat dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan untuk merevitalisasi potensi maritim dalam pembangunan energi dan ekonomi nasional ke depan.

Sementara itu, Ikegami menilai tidak ada kendala dari sisi teknologi karena komponen OTEC telah diproduksi di beberapa negara, termasuk Jepang. Pemerintah Jepang selama 10 tahun terakhir mengundang peneliti nasional untuk melakukan riset dan pengembangan listrik berbasis OTEC.

“Aspek pendidikan sangat penting. Kami dari Jepang siap berkolaborasi dengan Indonesia karena Indonesia berpeluang memimpin dunia dalam hal pemanfaatan OTEC. Tak menutup kemungkinan Indonesia jadi basis produksi komponen pembangkit listrik OTEC,“ ujar Ikegami.

Terbaru, lanjutnya, Saga University sedang menyiapkan nota kesepahaman (memorandum of understanding/ MoU) untuk meningkatkan kerja sama di bidang OTEC, salah satunya dengan mengundang peneliti muda asal Indonesia untuk melakukan riset teknologi OTEC di Jepang.

Menurut dia, pemerintah Indonesia dan Jepang sebaiknya memulai proyek perintisan OTEC di Bali karena potensi OTEC di Bali cukup besar. Potensi OTEC lainnya banyak tersimpan di daerah wisata pesisir lainnya seperti Manado dan Morotai.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular