
4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK
Infrastruktur Berkembang Tercepat Sepanjang Sejarah
Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
14 November 2018 19:40

Proyek infrastruktur sebenarnya bukan tujuan utama pembangunan, melainkan hanyalah satu strategi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkesinambungan, merata, dan memiliki multiplier effect.
Pembangunan jalan, jalan tol, dan jembatan dapat mendorong distribusi barang dan jasa, serta manusia jadi lebih cepat dan akhirnya menekan biaya. Tidak heran proyek infrastruktur menjadi salah satu andalan bagi Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Tim Pengendali Inflasi Daerah untuk menjaga harga tetap stabil.
Turunan dari kestabilan harga transportasi, maka usaha ekonomi yang saat ini kesulitan karena akses jalan, akhirnya bisa berkembang.
Menteri Basuki mengatakan pembangunan infrastruktur memberi dampak positif juga terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Misalnya, pembangunan jalan tol semakin mempermudah akses untuk masyarakat berwisata kuliner, berburu batik langsung ke pengrajin, atau pun mencari cendera mata dan kerajinan.
Basuki mengatakan pembangunan infrastruktur tidak hanya untuk mendorong perkembangan ekonomi di kawasan perkotaan dan kawasan maju lainnya, tetapi juga di kawasan yang sedang berkembang dan perbatasan untuk mengurangi disparitas sosial, ekonomi, dan wilayah.
"Kami tidak hanya membangun infrastruktur, tetapi juga mengelola infrastruktur dan memastikan tepat sasaran," ujarnya.
Tusk Advisory, sebuah perusahaaan konsultan di bidang infrastruktur asal Singapura, melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 7% dalam lima tahun ke depan, apabila seluruh proyek infrastruktur yang sedang dibangun saat ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Berdasarkan temuan Tusk Advisory, per Desember 2017, pemerintah telah menyelesaikan 62 proyek dengan nilai mencapai US$4,2 miliar (atau Rp 56,28 triliun).
Selain itu, 224 proyek saat ini tercatat sedang dalam proses pembangunan, dengan estimasi nilai mencapai US$ 99,2 miliar (Rp 1.329 triliun). Secara total, proyek infrastruktur Indonesia yang saat ini telah selesai maupun sedang dibangun mencapai US$ 103,4 miliar (Rp1.385 Triliun).
Tusk lantas menilai bahwa apabila proyek infrastruktur senilai US$103,4 miliar itu dapat selesai tepat waktu di tahun 2019-2020, akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 7,2% di 2023.
Bahkan, apabila sisa Proyek Strategis Nasional senilai US$ 238 miliar dapat selesai setengahnya (US$ 119 miliar) pada 2023, pertumbuhan ekonomi RI dapat melesat hingga 9% pada 2030.
Selain meningkatkan PDB, menurut Tusk Advisory, pembangunan infrastuktur juga dapat menurunkan tingkat kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.
Investasi di sektor tersebut membantu memperbaiki pertumbuhan ekonomi daerah dengan elastisitas penurunan kemiskinan terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) provinsi sebesar 0,33 untuk jalan yang buruk dan 0,9 untuk jalan yang bagus.
Lembaga tersebut juga mencatat proyek yang sedang dicanangkan pemerintah sekarang cukup untuk mengurangi kemiskinan. Secara umum, variabel yang memengaruhi laju kemiskinan adalah pertumbuhan populasi, investasi infrastruktur, dan industri bernilai tambah (value-added).
Mengacu pada kemiskinan sebesar 10,9% (2016), Tusk memperkirakan proyek infrastruktur yang sedang digarap sekarang jika dituntaskan bisa mengurangi kemiskinan hingga 1,4% menjadi 9,5%. Jika semua proyek tersebut diselesaikan, maka angka kemiskinan bisa berkurang sekitar 3% menjadi ke kisaran di bawah 8%.
Proyeksi Tusk cukup relevan karena tingkat kemiskinan di Indonesia telah turun ke 9,82% pada Maret 2018 dari posisi 2014 sebesar 10,96%. Sementara tingkat pengangguran turun menjadi 5,34% pada Agustus 2018, dibandingkan 5,94% pada akhir 2014.
Rasio ketimpangan atau lebih dikenal sebagai gini ratio juga mengalami penurunan. Pada Maret 2018, Gini Ratio tercatat 0,392% sementara pada akhir 2014 sebesar 0,414%. Nilai rasio gini berkisar antara 0 dan 1. Koefisien gini bernilai 0 menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna.
Menunda atau Lanjut
Pemerintah berkali-kali menegaskan siap menjaga stabilitas, dibanding mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah dinamika yang terjadi sekarang ini.
Berbagai cara telah dan akan ditempuh pemerintah untuk menjaga stabilitas, salah satu yang masih ditunggu adalah penundaan sejumlah proyek infrastruktur. Cara itu diambil guna menekan impor dan menekan defisit neraca perdagangan, salah satu biang kerok pelemahan rupiah.
Tim Riset Bank Mandiri menilai penundaan proyek akan menekan pertumbuhan indsustri dalam negeri, misal penundaan pembangunan jalan, jembatan, dan pelabuhan. Mayoritas yang terdampak adalah sektor pelayanan dan jasa, mengingat pembangunan infrastruktur adalah penunjang sektor yang berkaitan dengan pelayanan.
Lantas, seberapa besar dampak penundaan proyek terhadap PDB?
Berdasarkan riset yang dilakukan Tim Ekonom Bank Mandiri, penundaan satu proyek pembangunan jalan dengan nilai Rp 1 triliun, akan memangkas output ekonomi pada kisaran Rp 1,88 triliun.
"Dengan data PDB semester I-2018, atas masing-masing penundaan proyek akan ada penurunan pertumbuhan sebesar 0,04%. Maka dari itu, setiap Rp 1 triliun penundaan dilakukan atas masing-masing, pertumbuhan ekonomi akan berkurang 0,04%," demikian tertulis dalam riset September 2018.
Dengan demikian, pilihan menunda pembangunan proyek infrastruktur bukanlah pilihan tanpa risiko, namun lebih kepada menjaga kestabilan ekonomi nasional.
Namun yang pasti selama 4 tahun kepemimpinan Jokowi, pembangunan infrastuktur merupakan yang tercepat sepanjang sejarah. Masyarakat Indonesia pun telah dan akan terus menikmati manisnya hasil pembangunan ini. (dob/ray)
Pembangunan jalan, jalan tol, dan jembatan dapat mendorong distribusi barang dan jasa, serta manusia jadi lebih cepat dan akhirnya menekan biaya. Tidak heran proyek infrastruktur menjadi salah satu andalan bagi Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Tim Pengendali Inflasi Daerah untuk menjaga harga tetap stabil.
Turunan dari kestabilan harga transportasi, maka usaha ekonomi yang saat ini kesulitan karena akses jalan, akhirnya bisa berkembang.
Basuki mengatakan pembangunan infrastruktur tidak hanya untuk mendorong perkembangan ekonomi di kawasan perkotaan dan kawasan maju lainnya, tetapi juga di kawasan yang sedang berkembang dan perbatasan untuk mengurangi disparitas sosial, ekonomi, dan wilayah.
"Kami tidak hanya membangun infrastruktur, tetapi juga mengelola infrastruktur dan memastikan tepat sasaran," ujarnya.
Tusk Advisory, sebuah perusahaaan konsultan di bidang infrastruktur asal Singapura, melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 7% dalam lima tahun ke depan, apabila seluruh proyek infrastruktur yang sedang dibangun saat ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Berdasarkan temuan Tusk Advisory, per Desember 2017, pemerintah telah menyelesaikan 62 proyek dengan nilai mencapai US$4,2 miliar (atau Rp 56,28 triliun).
Selain itu, 224 proyek saat ini tercatat sedang dalam proses pembangunan, dengan estimasi nilai mencapai US$ 99,2 miliar (Rp 1.329 triliun). Secara total, proyek infrastruktur Indonesia yang saat ini telah selesai maupun sedang dibangun mencapai US$ 103,4 miliar (Rp1.385 Triliun).
Tusk lantas menilai bahwa apabila proyek infrastruktur senilai US$103,4 miliar itu dapat selesai tepat waktu di tahun 2019-2020, akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 7,2% di 2023.
Bahkan, apabila sisa Proyek Strategis Nasional senilai US$ 238 miliar dapat selesai setengahnya (US$ 119 miliar) pada 2023, pertumbuhan ekonomi RI dapat melesat hingga 9% pada 2030.
Selain meningkatkan PDB, menurut Tusk Advisory, pembangunan infrastuktur juga dapat menurunkan tingkat kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.
Investasi di sektor tersebut membantu memperbaiki pertumbuhan ekonomi daerah dengan elastisitas penurunan kemiskinan terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) provinsi sebesar 0,33 untuk jalan yang buruk dan 0,9 untuk jalan yang bagus.
Lembaga tersebut juga mencatat proyek yang sedang dicanangkan pemerintah sekarang cukup untuk mengurangi kemiskinan. Secara umum, variabel yang memengaruhi laju kemiskinan adalah pertumbuhan populasi, investasi infrastruktur, dan industri bernilai tambah (value-added).
Mengacu pada kemiskinan sebesar 10,9% (2016), Tusk memperkirakan proyek infrastruktur yang sedang digarap sekarang jika dituntaskan bisa mengurangi kemiskinan hingga 1,4% menjadi 9,5%. Jika semua proyek tersebut diselesaikan, maka angka kemiskinan bisa berkurang sekitar 3% menjadi ke kisaran di bawah 8%.
Proyeksi Tusk cukup relevan karena tingkat kemiskinan di Indonesia telah turun ke 9,82% pada Maret 2018 dari posisi 2014 sebesar 10,96%. Sementara tingkat pengangguran turun menjadi 5,34% pada Agustus 2018, dibandingkan 5,94% pada akhir 2014.
Rasio ketimpangan atau lebih dikenal sebagai gini ratio juga mengalami penurunan. Pada Maret 2018, Gini Ratio tercatat 0,392% sementara pada akhir 2014 sebesar 0,414%. Nilai rasio gini berkisar antara 0 dan 1. Koefisien gini bernilai 0 menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna.
![]() |
Menunda atau Lanjut
Pemerintah berkali-kali menegaskan siap menjaga stabilitas, dibanding mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah dinamika yang terjadi sekarang ini.
Berbagai cara telah dan akan ditempuh pemerintah untuk menjaga stabilitas, salah satu yang masih ditunggu adalah penundaan sejumlah proyek infrastruktur. Cara itu diambil guna menekan impor dan menekan defisit neraca perdagangan, salah satu biang kerok pelemahan rupiah.
Tim Riset Bank Mandiri menilai penundaan proyek akan menekan pertumbuhan indsustri dalam negeri, misal penundaan pembangunan jalan, jembatan, dan pelabuhan. Mayoritas yang terdampak adalah sektor pelayanan dan jasa, mengingat pembangunan infrastruktur adalah penunjang sektor yang berkaitan dengan pelayanan.
Lantas, seberapa besar dampak penundaan proyek terhadap PDB?
Berdasarkan riset yang dilakukan Tim Ekonom Bank Mandiri, penundaan satu proyek pembangunan jalan dengan nilai Rp 1 triliun, akan memangkas output ekonomi pada kisaran Rp 1,88 triliun.
"Dengan data PDB semester I-2018, atas masing-masing penundaan proyek akan ada penurunan pertumbuhan sebesar 0,04%. Maka dari itu, setiap Rp 1 triliun penundaan dilakukan atas masing-masing, pertumbuhan ekonomi akan berkurang 0,04%," demikian tertulis dalam riset September 2018.
Dengan demikian, pilihan menunda pembangunan proyek infrastruktur bukanlah pilihan tanpa risiko, namun lebih kepada menjaga kestabilan ekonomi nasional.
Namun yang pasti selama 4 tahun kepemimpinan Jokowi, pembangunan infrastuktur merupakan yang tercepat sepanjang sejarah. Masyarakat Indonesia pun telah dan akan terus menikmati manisnya hasil pembangunan ini. (dob/ray)
Pages
Most Popular