
4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK
Infrastruktur Berkembang Tercepat Sepanjang Sejarah
Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
14 November 2018 19:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Masifnya pembangunan Infrastruktur identik dengan pemerintahan Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Hal ini tidak berlebihan, Presiden ketujuh RI itu telah membangun infrastruktur, terutama jalan tol, jauh lebih banyak dibandingkan enam Presiden pendahulunya.
Program Jokowi membangun infrastruktur yang dilandasi Nawacita, dijalankan dengan baik oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Sejak Okotober 2014 hingga Oktober 2018, Kementerian PUPR sukses membangun 3.432 kilometer (km) jalan arteri baru. Bila dibentangkan lurus, jalan arteri yang terbangun lebih panjang daripada jarak Sabang, Aceh sampai ke Manado, Sulawesi Utara.
Kementerian PUPR pun berhasil membangun 26 jalan tol baru dengan jarak 941 km, di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Adapun hingga 2019, ditargetkan pembangunan jalan tol mencapai 1.851 km.
Berbagai sumber/Riset CNBC
Tidak hanya itu, 39 km jembatan dibangun menghubungkan dua wilayah yang terpisahkan oleh sungai, jurang, danau, hingga laut. Sebanyak 164 unit jembatan gantung pun dibangun untuk mendukung akses masyarakat sekitar.
Sejumlah proyek jalan dan jalan tol yang sudah dibuka memang bukan murni ide dari Jokowi, tetapi telah dipikirkan, dirancang dan dicanangkan oleh penguasa terdahulu. Namun, karena tangan dingin Jokowi dan Kementerian PUPR, beberapa proyek tol itu dapat kembali berjalan hingga berhasil dinikmati masyarakat.
Contoh proyek tol yang mangrak lalu bisa diresmikan oleh Jokowi adalah Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu). Proyek itu dicanangkan sejak sekitar 20 tahun lalu dan pembangunannya kembali dikebut oleh Kementerian PUPR.
Proyek lainnya yang disebut mangkrak dan kini sudah kembali berjalan adalah Trans Jawa. Proyek tol yang menghubungkan Merak sampai Banyuwangi ini sudah dicanangkan sejak 1996 dan waktu itu disepakati digarap oleh swasta.
Selain itu ada proyek tol Trans Sumatra yang sejak 2004 dicanangkan oleh swasta, namun mangkrak. Namun, pada era Jokowi, proyek tol yang mangkrak diambil oleh BUMN dan kembali berjalan.
Sumber : Kementerian PUPR
Tidak berhenti di sana, Kementerian PUPR pun membangun sejumlah bendungan, embung, dan irigasi untuk mendukung ketahanan pangan. Selama 2015-2018 ada 57 unit bendungan yang dibangun dan 9 di antaranya sudah selesai. Hingga akhir 2019, ditargetkan 65 unit bendungan dibangun.
Sementara itu, embung yang dibangun selama era Jokowi mencapai 949 unit dengan jaringan irigasi baru yang mencapai 860.015 hektar dan rehabilitasi irigasi yang mencapai 2,32 juta hektar.
Pembangunan bendungan baru di era Jokowi menambah kapasitas tampung sebesar 2,11 miliar meter persegi dan menambah irigasi waduk seluas 160.000 hektar. Air baku yang dihasilkan 3,02 meter persegi per detik dan dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dengan potensi sebesar 145 mega watt.
Perlu dicatat kebutuhan untuk membangun proyek infrastruktur, termasuk pembangunan pembangkit listrik, pelabuhan, jalan, dan proyek infrastruktur lainnya, di era Jokowi sangat besar, hingga Rp 5.500 triliun sampai 2019.
Proyek ini tidak mampu semuanya dibiayai oleh APBN sehingga memerlukan dukungan dari BUMN dan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pun menyadari bawah anggaran negara cukup terbatas untuk membangun seluruh proyek infrastuktur yang telah dicanangkan. Namun, dia mengatakan pemerintah akan membangun infrastruktur yang lebih baik.
"Dengan anggaran yang terbatas kami bisa mengupayakan pembangunan infrastuktur yang lebih baik," ujarnya belum lama ini.
Next
Proyek infrastruktur sebenarnya bukan tujuan utama pembangunan, melainkan hanyalah satu strategi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkesinambungan, merata, dan memiliki multiplier effect.
Pembangunan jalan, jalan tol, dan jembatan dapat mendorong distribusi barang dan jasa, serta manusia jadi lebih cepat dan akhirnya menekan biaya. Tidak heran proyek infrastruktur menjadi salah satu andalan bagi Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Tim Pengendali Inflasi Daerah untuk menjaga harga tetap stabil.
Turunan dari kestabilan harga transportasi, maka usaha ekonomi yang saat ini kesulitan karena akses jalan, akhirnya bisa berkembang.
Menteri Basuki mengatakan pembangunan infrastruktur memberi dampak positif juga terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Misalnya, pembangunan jalan tol semakin mempermudah akses untuk masyarakat berwisata kuliner, berburu batik langsung ke pengrajin, atau pun mencari cendera mata dan kerajinan.
Basuki mengatakan pembangunan infrastruktur tidak hanya untuk mendorong perkembangan ekonomi di kawasan perkotaan dan kawasan maju lainnya, tetapi juga di kawasan yang sedang berkembang dan perbatasan untuk mengurangi disparitas sosial, ekonomi, dan wilayah.
"Kami tidak hanya membangun infrastruktur, tetapi juga mengelola infrastruktur dan memastikan tepat sasaran," ujarnya.
Tusk Advisory, sebuah perusahaaan konsultan di bidang infrastruktur asal Singapura, melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 7% dalam lima tahun ke depan, apabila seluruh proyek infrastruktur yang sedang dibangun saat ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Berdasarkan temuan Tusk Advisory, per Desember 2017, pemerintah telah menyelesaikan 62 proyek dengan nilai mencapai US$4,2 miliar (atau Rp 56,28 triliun).
Selain itu, 224 proyek saat ini tercatat sedang dalam proses pembangunan, dengan estimasi nilai mencapai US$ 99,2 miliar (Rp 1.329 triliun). Secara total, proyek infrastruktur Indonesia yang saat ini telah selesai maupun sedang dibangun mencapai US$ 103,4 miliar (Rp1.385 Triliun).
Tusk lantas menilai bahwa apabila proyek infrastruktur senilai US$103,4 miliar itu dapat selesai tepat waktu di tahun 2019-2020, akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 7,2% di 2023.
Bahkan, apabila sisa Proyek Strategis Nasional senilai US$ 238 miliar dapat selesai setengahnya (US$ 119 miliar) pada 2023, pertumbuhan ekonomi RI dapat melesat hingga 9% pada 2030.
Selain meningkatkan PDB, menurut Tusk Advisory, pembangunan infrastuktur juga dapat menurunkan tingkat kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.
Investasi di sektor tersebut membantu memperbaiki pertumbuhan ekonomi daerah dengan elastisitas penurunan kemiskinan terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) provinsi sebesar 0,33 untuk jalan yang buruk dan 0,9 untuk jalan yang bagus.
Lembaga tersebut juga mencatat proyek yang sedang dicanangkan pemerintah sekarang cukup untuk mengurangi kemiskinan. Secara umum, variabel yang memengaruhi laju kemiskinan adalah pertumbuhan populasi, investasi infrastruktur, dan industri bernilai tambah (value-added).
Mengacu pada kemiskinan sebesar 10,9% (2016), Tusk memperkirakan proyek infrastruktur yang sedang digarap sekarang jika dituntaskan bisa mengurangi kemiskinan hingga 1,4% menjadi 9,5%. Jika semua proyek tersebut diselesaikan, maka angka kemiskinan bisa berkurang sekitar 3% menjadi ke kisaran di bawah 8%.
Proyeksi Tusk cukup relevan karena tingkat kemiskinan di Indonesia telah turun ke 9,82% pada Maret 2018 dari posisi 2014 sebesar 10,96%. Sementara tingkat pengangguran turun menjadi 5,34% pada Agustus 2018, dibandingkan 5,94% pada akhir 2014.
Rasio ketimpangan atau lebih dikenal sebagai gini ratio juga mengalami penurunan. Pada Maret 2018, Gini Ratio tercatat 0,392% sementara pada akhir 2014 sebesar 0,414%. Nilai rasio gini berkisar antara 0 dan 1. Koefisien gini bernilai 0 menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna.
Menunda atau Lanjut
Pemerintah berkali-kali menegaskan siap menjaga stabilitas, dibanding mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah dinamika yang terjadi sekarang ini.
Berbagai cara telah dan akan ditempuh pemerintah untuk menjaga stabilitas, salah satu yang masih ditunggu adalah penundaan sejumlah proyek infrastruktur. Cara itu diambil guna menekan impor dan menekan defisit neraca perdagangan, salah satu biang kerok pelemahan rupiah.
Tim Riset Bank Mandiri menilai penundaan proyek akan menekan pertumbuhan indsustri dalam negeri, misal penundaan pembangunan jalan, jembatan, dan pelabuhan. Mayoritas yang terdampak adalah sektor pelayanan dan jasa, mengingat pembangunan infrastruktur adalah penunjang sektor yang berkaitan dengan pelayanan.
Lantas, seberapa besar dampak penundaan proyek terhadap PDB?
Berdasarkan riset yang dilakukan Tim Ekonom Bank Mandiri, penundaan satu proyek pembangunan jalan dengan nilai Rp 1 triliun, akan memangkas output ekonomi pada kisaran Rp 1,88 triliun.
"Dengan data PDB semester I-2018, atas masing-masing penundaan proyek akan ada penurunan pertumbuhan sebesar 0,04%. Maka dari itu, setiap Rp 1 triliun penundaan dilakukan atas masing-masing, pertumbuhan ekonomi akan berkurang 0,04%," demikian tertulis dalam riset September 2018.
Dengan demikian, pilihan menunda pembangunan proyek infrastruktur bukanlah pilihan tanpa risiko, namun lebih kepada menjaga kestabilan ekonomi nasional.
Namun yang pasti selama 4 tahun kepemimpinan Jokowi, pembangunan infrastuktur merupakan yang tercepat sepanjang sejarah. Masyarakat Indonesia pun telah dan akan terus menikmati manisnya hasil pembangunan ini.
(dob/ray) Next Article Basuki Minta Tambahan Rp2,5 T ke Sri Mulyani, Buat Apa Ya?
Hal ini tidak berlebihan, Presiden ketujuh RI itu telah membangun infrastruktur, terutama jalan tol, jauh lebih banyak dibandingkan enam Presiden pendahulunya.
Program Jokowi membangun infrastruktur yang dilandasi Nawacita, dijalankan dengan baik oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Kementerian PUPR pun berhasil membangun 26 jalan tol baru dengan jarak 941 km, di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Adapun hingga 2019, ditargetkan pembangunan jalan tol mencapai 1.851 km.
Presiden | Lama Periode | Panjang Jalan Tol |
Joko Widodo | 4 tahun | 941 km |
Susilo Bambang Yudhoyono | 10 tahun | 212 km |
Megawati Soekarno Putri | 3 tahun 3 bulan | 34 km |
Abdurrahman Wahid | 1 Tahun 9 bulan | 5,5 km |
BJ Habibie | 1 tahun 5 bulan | 7,2 km |
Soeharto | 32 tahun | 490 km |
Soekarno | 21 tahun | - |
Tidak hanya itu, 39 km jembatan dibangun menghubungkan dua wilayah yang terpisahkan oleh sungai, jurang, danau, hingga laut. Sebanyak 164 unit jembatan gantung pun dibangun untuk mendukung akses masyarakat sekitar.
Sejumlah proyek jalan dan jalan tol yang sudah dibuka memang bukan murni ide dari Jokowi, tetapi telah dipikirkan, dirancang dan dicanangkan oleh penguasa terdahulu. Namun, karena tangan dingin Jokowi dan Kementerian PUPR, beberapa proyek tol itu dapat kembali berjalan hingga berhasil dinikmati masyarakat.
Contoh proyek tol yang mangrak lalu bisa diresmikan oleh Jokowi adalah Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu). Proyek itu dicanangkan sejak sekitar 20 tahun lalu dan pembangunannya kembali dikebut oleh Kementerian PUPR.
Proyek lainnya yang disebut mangkrak dan kini sudah kembali berjalan adalah Trans Jawa. Proyek tol yang menghubungkan Merak sampai Banyuwangi ini sudah dicanangkan sejak 1996 dan waktu itu disepakati digarap oleh swasta.
Selain itu ada proyek tol Trans Sumatra yang sejak 2004 dicanangkan oleh swasta, namun mangkrak. Namun, pada era Jokowi, proyek tol yang mangkrak diambil oleh BUMN dan kembali berjalan.
Infrastruktur | 2015 | 2016 | 2017 | 2018 |
Jalan | 1.286 km | 559 km | 778 km | 811 km |
Jembatan Gantung | 7.970 meter | 6.982 meter | 9.473 meter | 15.373 meter |
Jalan tol | 132 km | 176 km | 568 km | 1.183 km |
Tidak berhenti di sana, Kementerian PUPR pun membangun sejumlah bendungan, embung, dan irigasi untuk mendukung ketahanan pangan. Selama 2015-2018 ada 57 unit bendungan yang dibangun dan 9 di antaranya sudah selesai. Hingga akhir 2019, ditargetkan 65 unit bendungan dibangun.
Sementara itu, embung yang dibangun selama era Jokowi mencapai 949 unit dengan jaringan irigasi baru yang mencapai 860.015 hektar dan rehabilitasi irigasi yang mencapai 2,32 juta hektar.
Pembangunan bendungan baru di era Jokowi menambah kapasitas tampung sebesar 2,11 miliar meter persegi dan menambah irigasi waduk seluas 160.000 hektar. Air baku yang dihasilkan 3,02 meter persegi per detik dan dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dengan potensi sebesar 145 mega watt.
Perlu dicatat kebutuhan untuk membangun proyek infrastruktur, termasuk pembangunan pembangkit listrik, pelabuhan, jalan, dan proyek infrastruktur lainnya, di era Jokowi sangat besar, hingga Rp 5.500 triliun sampai 2019.
Proyek ini tidak mampu semuanya dibiayai oleh APBN sehingga memerlukan dukungan dari BUMN dan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pun menyadari bawah anggaran negara cukup terbatas untuk membangun seluruh proyek infrastuktur yang telah dicanangkan. Namun, dia mengatakan pemerintah akan membangun infrastruktur yang lebih baik.
"Dengan anggaran yang terbatas kami bisa mengupayakan pembangunan infrastuktur yang lebih baik," ujarnya belum lama ini.
Next
Proyek infrastruktur sebenarnya bukan tujuan utama pembangunan, melainkan hanyalah satu strategi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkesinambungan, merata, dan memiliki multiplier effect.
Pembangunan jalan, jalan tol, dan jembatan dapat mendorong distribusi barang dan jasa, serta manusia jadi lebih cepat dan akhirnya menekan biaya. Tidak heran proyek infrastruktur menjadi salah satu andalan bagi Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Tim Pengendali Inflasi Daerah untuk menjaga harga tetap stabil.
Turunan dari kestabilan harga transportasi, maka usaha ekonomi yang saat ini kesulitan karena akses jalan, akhirnya bisa berkembang.
Menteri Basuki mengatakan pembangunan infrastruktur memberi dampak positif juga terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Misalnya, pembangunan jalan tol semakin mempermudah akses untuk masyarakat berwisata kuliner, berburu batik langsung ke pengrajin, atau pun mencari cendera mata dan kerajinan.
Basuki mengatakan pembangunan infrastruktur tidak hanya untuk mendorong perkembangan ekonomi di kawasan perkotaan dan kawasan maju lainnya, tetapi juga di kawasan yang sedang berkembang dan perbatasan untuk mengurangi disparitas sosial, ekonomi, dan wilayah.
"Kami tidak hanya membangun infrastruktur, tetapi juga mengelola infrastruktur dan memastikan tepat sasaran," ujarnya.
Tusk Advisory, sebuah perusahaaan konsultan di bidang infrastruktur asal Singapura, melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 7% dalam lima tahun ke depan, apabila seluruh proyek infrastruktur yang sedang dibangun saat ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Berdasarkan temuan Tusk Advisory, per Desember 2017, pemerintah telah menyelesaikan 62 proyek dengan nilai mencapai US$4,2 miliar (atau Rp 56,28 triliun).
Selain itu, 224 proyek saat ini tercatat sedang dalam proses pembangunan, dengan estimasi nilai mencapai US$ 99,2 miliar (Rp 1.329 triliun). Secara total, proyek infrastruktur Indonesia yang saat ini telah selesai maupun sedang dibangun mencapai US$ 103,4 miliar (Rp1.385 Triliun).
Tusk lantas menilai bahwa apabila proyek infrastruktur senilai US$103,4 miliar itu dapat selesai tepat waktu di tahun 2019-2020, akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 7,2% di 2023.
Bahkan, apabila sisa Proyek Strategis Nasional senilai US$ 238 miliar dapat selesai setengahnya (US$ 119 miliar) pada 2023, pertumbuhan ekonomi RI dapat melesat hingga 9% pada 2030.
Selain meningkatkan PDB, menurut Tusk Advisory, pembangunan infrastuktur juga dapat menurunkan tingkat kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.
Investasi di sektor tersebut membantu memperbaiki pertumbuhan ekonomi daerah dengan elastisitas penurunan kemiskinan terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) provinsi sebesar 0,33 untuk jalan yang buruk dan 0,9 untuk jalan yang bagus.
Lembaga tersebut juga mencatat proyek yang sedang dicanangkan pemerintah sekarang cukup untuk mengurangi kemiskinan. Secara umum, variabel yang memengaruhi laju kemiskinan adalah pertumbuhan populasi, investasi infrastruktur, dan industri bernilai tambah (value-added).
Mengacu pada kemiskinan sebesar 10,9% (2016), Tusk memperkirakan proyek infrastruktur yang sedang digarap sekarang jika dituntaskan bisa mengurangi kemiskinan hingga 1,4% menjadi 9,5%. Jika semua proyek tersebut diselesaikan, maka angka kemiskinan bisa berkurang sekitar 3% menjadi ke kisaran di bawah 8%.
Proyeksi Tusk cukup relevan karena tingkat kemiskinan di Indonesia telah turun ke 9,82% pada Maret 2018 dari posisi 2014 sebesar 10,96%. Sementara tingkat pengangguran turun menjadi 5,34% pada Agustus 2018, dibandingkan 5,94% pada akhir 2014.
Rasio ketimpangan atau lebih dikenal sebagai gini ratio juga mengalami penurunan. Pada Maret 2018, Gini Ratio tercatat 0,392% sementara pada akhir 2014 sebesar 0,414%. Nilai rasio gini berkisar antara 0 dan 1. Koefisien gini bernilai 0 menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna.
![]() |
Menunda atau Lanjut
Pemerintah berkali-kali menegaskan siap menjaga stabilitas, dibanding mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah dinamika yang terjadi sekarang ini.
Berbagai cara telah dan akan ditempuh pemerintah untuk menjaga stabilitas, salah satu yang masih ditunggu adalah penundaan sejumlah proyek infrastruktur. Cara itu diambil guna menekan impor dan menekan defisit neraca perdagangan, salah satu biang kerok pelemahan rupiah.
Tim Riset Bank Mandiri menilai penundaan proyek akan menekan pertumbuhan indsustri dalam negeri, misal penundaan pembangunan jalan, jembatan, dan pelabuhan. Mayoritas yang terdampak adalah sektor pelayanan dan jasa, mengingat pembangunan infrastruktur adalah penunjang sektor yang berkaitan dengan pelayanan.
Lantas, seberapa besar dampak penundaan proyek terhadap PDB?
Berdasarkan riset yang dilakukan Tim Ekonom Bank Mandiri, penundaan satu proyek pembangunan jalan dengan nilai Rp 1 triliun, akan memangkas output ekonomi pada kisaran Rp 1,88 triliun.
"Dengan data PDB semester I-2018, atas masing-masing penundaan proyek akan ada penurunan pertumbuhan sebesar 0,04%. Maka dari itu, setiap Rp 1 triliun penundaan dilakukan atas masing-masing, pertumbuhan ekonomi akan berkurang 0,04%," demikian tertulis dalam riset September 2018.
Dengan demikian, pilihan menunda pembangunan proyek infrastruktur bukanlah pilihan tanpa risiko, namun lebih kepada menjaga kestabilan ekonomi nasional.
Namun yang pasti selama 4 tahun kepemimpinan Jokowi, pembangunan infrastuktur merupakan yang tercepat sepanjang sejarah. Masyarakat Indonesia pun telah dan akan terus menikmati manisnya hasil pembangunan ini.
(dob/ray) Next Article Basuki Minta Tambahan Rp2,5 T ke Sri Mulyani, Buat Apa Ya?
Most Popular