
Properti Lesu, Pengembang Curhat Vitamin dari BI Belum Manjur
Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
14 November 2018 14:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo menilai ada sejumlah faktor yang menyebabkan harga properti residensial melambat.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pergerakan Indeks Harga Properti Residensial (IHRP) yang tumbuh 0,42% Quarterly-to-Quarterly (QtQ) atau lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,76% QtQ.
Secara tahunan (year-on-year/YoY), pertumbuhan IHRP juga menurun dari semula 3,26% YoY di kuartal II-2018 menjadi 3,18% YoY di kuartal lalu.
Menurut Eddy, situasi industri properti sekarang penuh dilema. Di satu sisi, kebutuhan rumah begitu besar. Sementara di sisi lain, hambatan-hambatan untuk konsumen masih ada.
"Di antaranya kenaikan suku bunga yang juga tidak bisa dielakkan perbankan," ujar Eddy dalam wawancara khusus dengan CNBC Indonesia TV, Selasa (13/11/2018).
Faktor lain adalah harga material bahan baku meningkat. "Untuk itu tentu saja menjadi dilema bagi pengembang untuk naikkan harga rumah sementara kemampuan konsumen sangat terbatas. Sehingga pengembang properti residensial terjual sehingga tidak berani menaikkan harga rumah," katanya.
"Itu risikonya (tampak) pada perlambatan KPR properti ini," ujar Eddy.
Sebagai solusi, dia menilai hal itu sudah dijalankan oleh Bank Indonesia (BI) dalam wujud kebijakan loan to value terbaru (Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/8/PBI tertanggal 1 Agustus 2018).
"Tapi perbankan tidak sungguh-sungguh jalankan hal ini. Sehingga LTV jadi obat manjur akhirnya jadi kurang manjur juga. Untuk itu bank harus diwajibkan jalankan PBI tersebut," kata Eddy.
"Padahal ini solusi terbaik bagi konsumen sendiri. LTV ini harus digerakkan benar-benar," lanjutnya.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Suku Bunga BI Naik Lagi! Konsumen Pikir Ulang Beli Rumah?
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pergerakan Indeks Harga Properti Residensial (IHRP) yang tumbuh 0,42% Quarterly-to-Quarterly (QtQ) atau lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,76% QtQ.
Secara tahunan (year-on-year/YoY), pertumbuhan IHRP juga menurun dari semula 3,26% YoY di kuartal II-2018 menjadi 3,18% YoY di kuartal lalu.
"Di antaranya kenaikan suku bunga yang juga tidak bisa dielakkan perbankan," ujar Eddy dalam wawancara khusus dengan CNBC Indonesia TV, Selasa (13/11/2018).
Faktor lain adalah harga material bahan baku meningkat. "Untuk itu tentu saja menjadi dilema bagi pengembang untuk naikkan harga rumah sementara kemampuan konsumen sangat terbatas. Sehingga pengembang properti residensial terjual sehingga tidak berani menaikkan harga rumah," katanya.
"Itu risikonya (tampak) pada perlambatan KPR properti ini," ujar Eddy.
Sebagai solusi, dia menilai hal itu sudah dijalankan oleh Bank Indonesia (BI) dalam wujud kebijakan loan to value terbaru (Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/8/PBI tertanggal 1 Agustus 2018).
"Tapi perbankan tidak sungguh-sungguh jalankan hal ini. Sehingga LTV jadi obat manjur akhirnya jadi kurang manjur juga. Untuk itu bank harus diwajibkan jalankan PBI tersebut," kata Eddy.
"Padahal ini solusi terbaik bagi konsumen sendiri. LTV ini harus digerakkan benar-benar," lanjutnya.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Suku Bunga BI Naik Lagi! Konsumen Pikir Ulang Beli Rumah?
Most Popular