
Industri Pengolah Susu Didorong Bersinergi dengan Peternak
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
13 November 2018 11:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri pengolahan susu (IPS) serta importir susu tidak lagi diwajibkan bermitra dengan peternak lokal untuk pemanfaatan susu segar dalam negeri (SSDN).
Hal ini sebagai buntut direvisinya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu menjadi Permentan No. 30 Tahun 2018 dan Permentan No. 33 Tahun 2018.
Dalam beleid terakhir, pemerintah bahkan menghapus pasal 44 berisi ketentuan sanksi bagi pelaku usaha pengolahan susu yang tidak bermitra dengan peternak lokal.
Seperti diketahui, revisi Permentan ini wajib dilakukan pemerintah sebagai tindak lanjut kalahnya Indonesia dalam sengketa dagang di WTO beberapa waktu lalu.
Amerika Serikat dan Selandia Baru selaku pihak penggugat merasa regulasi ini melanggar prinsip-prinsip perdagangan yang adil karena memberikan restriksi bagi impor produk hewan.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan Fini Murfiani menegaskan, hingga saat ini pelaku usaha pengolahan susu tetap menjalankan kemitraan dengan peternak lokal meskipun kewajiban itu dicabut.
Fini menyebutkan, hingga kini kemitraan susu sudah dilakukan oleh 30 IPS dan 98 importir dengan nilai investasi mencapai Rp 751,7 miliar meliputi sarana & prasarana sapi perah, gerakan minum susu di beberapa sekolah, pakan ternak, dan lainnya.
Saat ini, pihaknya sedang menyusun semacam naskah akademis yang menekankan pentingnya kemitraan pengolahan susu antara pelaku usaha dan peternak lokal.
Naskah akademis ini nantinya akan diserahkan ke K/L terkait, mencakup Kemenko Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM serta Badan Pusat Statistik (BPS).
"Potensi kontribusi susu segar dalam negeri [SSDN] untuk tahun 2019 dapat mencapai 21%. Nah, dasar regulasi seperti Permentan No. 13 Tahun 2017 tentang Kemitraan Usaha Peternakan nantinya bisa kita perdalam lagi," kata Fini dalam media gathering Ditjen PKH, Senin (12/11/2018).
(ray/ray) Next Article Belanda Gelontorkan Rp 3 Triliun Bangun Pabrik Susu di RI
Hal ini sebagai buntut direvisinya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu menjadi Permentan No. 30 Tahun 2018 dan Permentan No. 33 Tahun 2018.
Dalam beleid terakhir, pemerintah bahkan menghapus pasal 44 berisi ketentuan sanksi bagi pelaku usaha pengolahan susu yang tidak bermitra dengan peternak lokal.
Amerika Serikat dan Selandia Baru selaku pihak penggugat merasa regulasi ini melanggar prinsip-prinsip perdagangan yang adil karena memberikan restriksi bagi impor produk hewan.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan Fini Murfiani menegaskan, hingga saat ini pelaku usaha pengolahan susu tetap menjalankan kemitraan dengan peternak lokal meskipun kewajiban itu dicabut.
Fini menyebutkan, hingga kini kemitraan susu sudah dilakukan oleh 30 IPS dan 98 importir dengan nilai investasi mencapai Rp 751,7 miliar meliputi sarana & prasarana sapi perah, gerakan minum susu di beberapa sekolah, pakan ternak, dan lainnya.
Saat ini, pihaknya sedang menyusun semacam naskah akademis yang menekankan pentingnya kemitraan pengolahan susu antara pelaku usaha dan peternak lokal.
Naskah akademis ini nantinya akan diserahkan ke K/L terkait, mencakup Kemenko Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM serta Badan Pusat Statistik (BPS).
"Potensi kontribusi susu segar dalam negeri [SSDN] untuk tahun 2019 dapat mencapai 21%. Nah, dasar regulasi seperti Permentan No. 13 Tahun 2017 tentang Kemitraan Usaha Peternakan nantinya bisa kita perdalam lagi," kata Fini dalam media gathering Ditjen PKH, Senin (12/11/2018).
(ray/ray) Next Article Belanda Gelontorkan Rp 3 Triliun Bangun Pabrik Susu di RI
Most Popular