Polemik Impor Jagung di Tubuh 3 Menteri

Raydion Subiantoro, CNBC Indonesia
09 November 2018 17:55
RI memutuskan untuk mengimpor jagung maksimal 100.000 ton.
Foto: Foto: Dok. Kementan
Jakarta, CNBC IndonesiaJagung menjadi komoditas pangan yang saat ini banyak dibicarakan. Alasannya, karena pemerintah memutuskan impor jagung di tengah data Kementerian Pertanian yang menyatakan surplus.

Izin impor sudah diterbitkan Kementerian Perdagangan dengan kuota 50.000-100.000 ton. Sementara itu, surplus jagung menurut Kementan mencapai 13 juta ton.

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, mengaku izin impor tersebut atas permintaan Kementan.

Karena itu, dia merasa heran karena di saat bersamaan Kementan mengaku surplus tetapi juga meminta impor.

"Siapa yang bilang surplus? Siapa yang minta impor? Dari kalau impor ada [rekomendasi dari Mentan] dan ada di rakortas [rapat koordinasi terbatas di bawah Kementerian Koordinator Perekonomian]," kata Mendag usai rapat terbatas persiapan kunjungan Presiden ke Papua Nugini dan Singapura di Kantor Presiden, Kamis (8/11/2018).




Senada dengan Mendag, Menko Perekonomian Darmin Nasution juga menyatakan heran dengan impor jagung yang diminta Kementan.

"Mereka [Kementan] yang paling tahu. Kalau mereka usulkan ini perlu impor, kita juga tanya, 'katanya surplus?' Akhirnya kita tanya dan jawaban mereka harganya naik. Ini ada surat-surat dari peternak, macam-macam. Oke kalau begitu," jelas Darmin pada Rabu (7/11/2018).

Kementan, kata Darmin, menyatakan bahwa harga jagung naik dan memicu adanya demonstrasi sehingga perlu adanya impor.

"Begini, yang melakukan impor itu Menteri Perdagangan, tapi rekomendasinya itu dari Menteri Pertanian. Walaupun Kementan bilang produksi jagung surplus 13 juta ton, [faktanya] harganya naik, lalu banyak yang marah, mau demo segala macam. Kemudian Menteri Pertanian bilang, minta diimpor deh. Berapa? 100 ribu ton. [Saya minta] buat surat dong, jangan nanti tiba-tiba nggak mengaku," ujarnya.

Foto: Freepik

Adapun Kementan menyatakan harga jagung di pasar nasional tercatat sekitar Rp 5.200-5.300/kg, dan impor diperlukan untuk menekan harga ke Rp 4.000/kg.

Darmin meminta Kementan tidak menyalahkan sistem distribusi logistik, resi gudang, dan sebagainya sebagai penyebab harga jagung karena angka surplus yang dipaparkan cukup besar.

"Tidak ada, jangan menyalahkan yang lain. Kalau harga naik itu ada yang kurang, sederhana saja. Surplus itu besar sekali angkanya, 13 juta ton. Tapi buktinya harga naik terus, apa kesimpulannya? Kamu simpulkan sendiri," jelas Darmin.




Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, di sisi lain mengatakan jagung yang telah diimpor itu nantinya akan masuk gudang Bulog dan tidak akan dikeluarkan jika harga sudah turun.

"Kemudian yang dipertanyakan, kalau 50.000 atau 100.000 impor. [Itu] artinya masih surplus kan. Masih berprestasi petani kita, tolong hargai petani Indonesia. Kalau tidak mau hargai saya, enggak masalah. Itu saudara kita sendiri yang berproduksi."

"Nah [impor] 50.000 ton ini tidak ada artinya. Sangat kecil. Dan ini sebagai alat kontrol saja. Untuk stabilitas harga. Nanti disimpan Bulog. Kalau harga turun tidak akan keluar. Dan sebentar lagi kita panen raya," jelas Amran.




Polemik impor jagung ini muncul setelah sebelumnya RI disibukkan dengan impor beras.

Terkait impor beras, polemik yang ada antara Mentan Amran, Mendag Enggar, Dirut Bulog Budi Waseso, dan Menko Perekonomian Darmin Nasution, seakan memang hilang setelah BPS merilis data beras terbaru dan diakui oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Foto: CNBC Indonesia/Exist In Exist


Artinya, seluruh pihak memang harus memegang data yang diakui sebagai acuan bersama. Jika masing-masing memegang data sendiri maka polemik akan tetap muncul.

BPS pun sempat menyatakan akan membuat data acuan jagung, menggunakan metode yang sama dengan perumusan data beras.
(ray/dru) Next Article Tanam Jagung, Mentan Siapkan Food Estate di Sumba Tengah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular