
Menerka Alasan Sri Mulyani Batal Naikkan Cukai Rokok
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
02 November 2018 14:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah berencana menaikkan tarif cukai hasil tembakau atau rokok di 2019. Paling cepat, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dikeluarkan pada Oktober 2018.
Namun tiba-tiba, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan tidak akan ada perubahan atau kenaikan cukai di 2019.
Ia menyampaikan hal tersebut usai Rapat Sidang Kabinet di Istana Bogor (2/11/2018).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi, di sela-sela konferensi pers di Aula Mezzanine, kompleks Kementerian Keuangan, Kamis (20/9/2018).
"Cukai rokok PMK [Peraturan Menteri Keuangan] Oktober. Lebih cepat, tidak sampai November," kata Heru.
Sebagai informasi, pada tahun ini tarif cukai hasil tembakau rata-rata sebesar 10,04%, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Sementara untuk tahun depan, DJBC mengaku masih melakukan pembicaraan internal, sekaligus membahas bersama pemangku kepentingan terkait lainnya untuk merumuskan kebijakan tersebut.
Adapun kenaikan cukai rokok, mengacu pada empat aspek utama yaitu pengendalian konsumsi, optimalisasi penerimaan negara, aspek tenaga kerja dan industri, serta menekan angka peredaran rokok ilegal.
"Besaran tarif akan memperhatikan semua aspek yang merangkum concern. Kita harus ambil satu titik yang optimal," tegasnya.
Kepala Subdirektorat Jenderal (Kasubdit) Humas Bea Cukai, Deni Surjantoro, mengatakan apa yang disampaikan pimpinan (dalam hal ini Sri Mulyani) sudah final. Menurutnya, ada pertimbangan yang diambil dengan melihat dinamika terakhir.
"Sebenarnya bukan batal naik. Tapi tidak ada kenaikan. Semua yang kita lakukan pembahasan pasti melihat dinamika. Dan keputusan memang ada di pimpinan. Dan tidak ada kenaikan," tutur Deni saat dihubungi CNBC Indonesia.
Dengan tidak naiknya tarif cukai, pemerintah memilih dua aspek. Yakni aspek tenaga kerja dan industri dan tetap menekan angka peredaran rokok ilegal.
Karena dengan kenaikan rokok, maka industri akan tertekan serta peredaran rokok ilegal bakal menjamur. Sedangkan dengan tidak menaikkan cukai rokok, maka pemerintah mengorbankan pengendalian konsumsi, dan optimalisasi penerimaan negara.
Dengan kata lain rokok masih akan terus mengepul di 2019, tahun politik.
Pro dan Kontra
Kementerian Perindustrian secara langsung mendesak Kementerian Keuangan untuk menghentikan rencana kenaikan tarif cukai rokok pada 2019. Melalui Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Abdul Rohim, Kemenperin meminta penghentian perlu dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada industri rokok bernafas.
Kenaikan tarif cukai rokok yang dilakukan tahun ini, menurut Kemenperin membuat industri rokok tertekan. Jumlah produksi dan pemain di industri tersebut juga terus berkurang.
"Kalau bisa jangan naik dulu, industri harapannya seperti itu. Ini sudah jelas turun produksinya. Jadi disetop dulu biar industrinya naik," katanya di Kantor Kementerian Keuangan, Kamis (20/9/2018), dilansir dari CNN Indonesia.
Data Kementerian Perindustrian menunjukkan jumlah pabrik rokok turun sekitar 80,83 persen dari 2.540 pabrik pada 2011 menjadi tinggal 487 pabrik pada 2017. Penurunan pabrik tersebut telah menyebabkan lapangan kerja berkurang.
Pasalnya, mayoritas pabrik yang tutup merupakan industri rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang dikerjakan oleh tenaga manusia. Sementara itu pelaku industri yang tergabung dalam Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menilai sebenarnya tidak apa bila pemerintah ingin mengerek tarif cukai rokok.
Namun, Ketua GAPPRI Ismanu Soemiran mengatakan kenaikan tarif sesuai angka inflasi atau sekitar 3,5 persen. "Kenaikan sesuai inflasi saja, itu ideal," ujarnya singkat.
Sedangkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginginkan DJBC Kemenkeu bisa memutuskan besaran kenaikan tarif cukai rokok yang berdampak pada pembatasan jumlah perokok di Indonesia. Walaupun demikian, kementerian tersebut tidak ada angka pasti berapa kenaikan tarif cukai yang bisa berdampak besar pada penurunan jumlah perokok.
"Kami tidak dalam kapasitas untuk menghitung itu, tapi kami mau peningkatan cukai rokok bisa berdampak pada peningkatan pendapatan negara dan penurunan hampir 50 persen perokok," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Cut Putri Arianie.
Sayangnya Sri Mulyani belum menjelaskan lebih jauh faktor-faktor dari batalnya kenaikan cukai rokok di tahun politik.
(dru/wed) Next Article Rokok Ilegal Nilainya Fantastis, Berantas!
Namun tiba-tiba, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan tidak akan ada perubahan atau kenaikan cukai di 2019.
Ia menyampaikan hal tersebut usai Rapat Sidang Kabinet di Istana Bogor (2/11/2018).
"Cukai rokok PMK [Peraturan Menteri Keuangan] Oktober. Lebih cepat, tidak sampai November," kata Heru.
Sebagai informasi, pada tahun ini tarif cukai hasil tembakau rata-rata sebesar 10,04%, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Sementara untuk tahun depan, DJBC mengaku masih melakukan pembicaraan internal, sekaligus membahas bersama pemangku kepentingan terkait lainnya untuk merumuskan kebijakan tersebut.
Adapun kenaikan cukai rokok, mengacu pada empat aspek utama yaitu pengendalian konsumsi, optimalisasi penerimaan negara, aspek tenaga kerja dan industri, serta menekan angka peredaran rokok ilegal.
"Besaran tarif akan memperhatikan semua aspek yang merangkum concern. Kita harus ambil satu titik yang optimal," tegasnya.
Kepala Subdirektorat Jenderal (Kasubdit) Humas Bea Cukai, Deni Surjantoro, mengatakan apa yang disampaikan pimpinan (dalam hal ini Sri Mulyani) sudah final. Menurutnya, ada pertimbangan yang diambil dengan melihat dinamika terakhir.
"Sebenarnya bukan batal naik. Tapi tidak ada kenaikan. Semua yang kita lakukan pembahasan pasti melihat dinamika. Dan keputusan memang ada di pimpinan. Dan tidak ada kenaikan," tutur Deni saat dihubungi CNBC Indonesia.
Dengan tidak naiknya tarif cukai, pemerintah memilih dua aspek. Yakni aspek tenaga kerja dan industri dan tetap menekan angka peredaran rokok ilegal.
Karena dengan kenaikan rokok, maka industri akan tertekan serta peredaran rokok ilegal bakal menjamur. Sedangkan dengan tidak menaikkan cukai rokok, maka pemerintah mengorbankan pengendalian konsumsi, dan optimalisasi penerimaan negara.
Dengan kata lain rokok masih akan terus mengepul di 2019, tahun politik.
Pro dan Kontra
Kementerian Perindustrian secara langsung mendesak Kementerian Keuangan untuk menghentikan rencana kenaikan tarif cukai rokok pada 2019. Melalui Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Abdul Rohim, Kemenperin meminta penghentian perlu dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada industri rokok bernafas.
Kenaikan tarif cukai rokok yang dilakukan tahun ini, menurut Kemenperin membuat industri rokok tertekan. Jumlah produksi dan pemain di industri tersebut juga terus berkurang.
"Kalau bisa jangan naik dulu, industri harapannya seperti itu. Ini sudah jelas turun produksinya. Jadi disetop dulu biar industrinya naik," katanya di Kantor Kementerian Keuangan, Kamis (20/9/2018), dilansir dari CNN Indonesia.
Data Kementerian Perindustrian menunjukkan jumlah pabrik rokok turun sekitar 80,83 persen dari 2.540 pabrik pada 2011 menjadi tinggal 487 pabrik pada 2017. Penurunan pabrik tersebut telah menyebabkan lapangan kerja berkurang.
Pasalnya, mayoritas pabrik yang tutup merupakan industri rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang dikerjakan oleh tenaga manusia. Sementara itu pelaku industri yang tergabung dalam Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menilai sebenarnya tidak apa bila pemerintah ingin mengerek tarif cukai rokok.
Namun, Ketua GAPPRI Ismanu Soemiran mengatakan kenaikan tarif sesuai angka inflasi atau sekitar 3,5 persen. "Kenaikan sesuai inflasi saja, itu ideal," ujarnya singkat.
Sedangkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginginkan DJBC Kemenkeu bisa memutuskan besaran kenaikan tarif cukai rokok yang berdampak pada pembatasan jumlah perokok di Indonesia. Walaupun demikian, kementerian tersebut tidak ada angka pasti berapa kenaikan tarif cukai yang bisa berdampak besar pada penurunan jumlah perokok.
"Kami tidak dalam kapasitas untuk menghitung itu, tapi kami mau peningkatan cukai rokok bisa berdampak pada peningkatan pendapatan negara dan penurunan hampir 50 persen perokok," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Cut Putri Arianie.
Sayangnya Sri Mulyani belum menjelaskan lebih jauh faktor-faktor dari batalnya kenaikan cukai rokok di tahun politik.
(dru/wed) Next Article Rokok Ilegal Nilainya Fantastis, Berantas!
Most Popular