
Investasi Migas Merosot di Era Jokowi, Gara-Gara Gross Split?
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
24 October 2018 17:02

Jakarta, CNBC Indonesia- Empat tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla memiliki catatan tersendiri di sektor investasi migas.
Berdasar data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) investasi migas yang sempat menyentuh level US$ 21,7 miliar di 2014, realisasi hingga kuartal III-2018 masih mencapai US$ 8 miliar. Angka ini baru 56% dari target tahun ini, artinya sulit untuk mengejar investasi mencapai US$ 14,2 miliar hingga akhir tahun.
Terkait hal ini, Menteri ESDM Ignasius Jonan pun memberikan penjelasan saat tanya jawab berlangsung di paparan kinerja pemerintahan yang digelar oleh Forum Merdeka Barat, Rabu (24/10/2018).
Ada yang menilai bahwa investasi ini turun karena skema gross split yang ditawarkan pemerintah, tapi Jonan membantahnya. Menurutnya turunnya investasi signifikan karena kondisi harga minyak. "Kita lihat dipicu dari 2011-2012 di mana harga minyak mentah mencapai US$ 100 per barel atau lebih, akhirnya keputusan investasi mengikuti. Begitu harga minyak turun sampai akhirnya 2017 naik lagi, refleksinya di 2019 atau 2020," kata Jonan.
Jika melihat siklusnya, ia melanjutkan, investasi biasanya dilakukan setelah harga minyak tinggi. Terkait skema gross split, ini dipilih pemerintah karena skema Cost Recovery memiliki distorsi sangat besar. "Bayangkan semua investasi harus disetujui oleh SKK Migas mengikuti peraturan pemerintah. Satu pengadaan bisa bertahun-tahun, akhirnya kita minta gross split agar kontraktor migas pengadaannya sendiri dan tinggal kita menggantinya gimana."
Hingga kuartal III-2018, realisasi investasi migas Indonesia masih lesu. Menurut catatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), investasi migas baru capai 56% dari target.
Pemerintah menargetkan investasi migas tahun ini bisa mencapai US$ 14,2 miliar, sementara yang terealisasi baru kisaran US$ 8 miliar. Perkiraannya, target tidak bisa dipenuhi hingga akhir tahun ini. "Outlook akhir tahun US$ 11,2 miliar atau 79%," ujar Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi dalam paparan yang disebarluaskan ke wartawan, Jumat (5/10/2018).
Tidak hanya investasi yang meleset dari target, lifting juga bernasib serupa. Diperkirakan hingga akhir tahun lifting hanya bisa mencapai kisaran 96%-97% target APBN 2018 yang sebesar 2 juta barel setara minyak per hari.
Lesunya investasi migas ini bisa berdampak pada produksi migas RI di masa depan. Sebelumnya, Lembaga pemeringkat Moody's menilai Indonesia setidaknya butuh suntikan investasi sebesar Rp 2200 triliun jika ingin menyelamatkan industri migas yang produksinya kian merosot.
(gus) Next Article Kok Ada TNI di Struktur Pejabat ESDM? Ini Alasan Jonan
Berdasar data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) investasi migas yang sempat menyentuh level US$ 21,7 miliar di 2014, realisasi hingga kuartal III-2018 masih mencapai US$ 8 miliar. Angka ini baru 56% dari target tahun ini, artinya sulit untuk mengejar investasi mencapai US$ 14,2 miliar hingga akhir tahun.
Ada yang menilai bahwa investasi ini turun karena skema gross split yang ditawarkan pemerintah, tapi Jonan membantahnya. Menurutnya turunnya investasi signifikan karena kondisi harga minyak. "Kita lihat dipicu dari 2011-2012 di mana harga minyak mentah mencapai US$ 100 per barel atau lebih, akhirnya keputusan investasi mengikuti. Begitu harga minyak turun sampai akhirnya 2017 naik lagi, refleksinya di 2019 atau 2020," kata Jonan.
Jika melihat siklusnya, ia melanjutkan, investasi biasanya dilakukan setelah harga minyak tinggi. Terkait skema gross split, ini dipilih pemerintah karena skema Cost Recovery memiliki distorsi sangat besar. "Bayangkan semua investasi harus disetujui oleh SKK Migas mengikuti peraturan pemerintah. Satu pengadaan bisa bertahun-tahun, akhirnya kita minta gross split agar kontraktor migas pengadaannya sendiri dan tinggal kita menggantinya gimana."
Hingga kuartal III-2018, realisasi investasi migas Indonesia masih lesu. Menurut catatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), investasi migas baru capai 56% dari target.
Pemerintah menargetkan investasi migas tahun ini bisa mencapai US$ 14,2 miliar, sementara yang terealisasi baru kisaran US$ 8 miliar. Perkiraannya, target tidak bisa dipenuhi hingga akhir tahun ini. "Outlook akhir tahun US$ 11,2 miliar atau 79%," ujar Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi dalam paparan yang disebarluaskan ke wartawan, Jumat (5/10/2018).
Tidak hanya investasi yang meleset dari target, lifting juga bernasib serupa. Diperkirakan hingga akhir tahun lifting hanya bisa mencapai kisaran 96%-97% target APBN 2018 yang sebesar 2 juta barel setara minyak per hari.
Lesunya investasi migas ini bisa berdampak pada produksi migas RI di masa depan. Sebelumnya, Lembaga pemeringkat Moody's menilai Indonesia setidaknya butuh suntikan investasi sebesar Rp 2200 triliun jika ingin menyelamatkan industri migas yang produksinya kian merosot.
(gus) Next Article Kok Ada TNI di Struktur Pejabat ESDM? Ini Alasan Jonan
Most Popular