BPS Revisi Target Kementan: Produksi Padi Hanya 56 Juta Ton

Raydion Subiantoro & Samuel Pablo, CNBC Indonesia
23 October 2018 16:28
BPS memaparkan data penyempurnaan beras.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) akhirnya melakukan penyempurnaan perhitungan data terkait dengan produksi beras.

Kemarin, Senin (22/10/2018), data tersebut dipaparkan oleh BPS ke Wakil Presiden Jusuf Kalla.

BPS menyampaikan bahwa luas baku sawah berkurang dari 7,75 juta (2013) menjadi 7,1 juta (2018).

Menyusul hal itu, potensi panen padi pada 2018 juga dinyatakan 10,9 juta hektar dan potensi produksi padi diperkirakan hanya 56,54 juta ton.

Adapun Kementerian Pertanian di dalam situsnya menyatakan bahwa target produksi beras pada 2018 dapat mencapai 80 juta ton.

"Target produksi beras sebesar 80 juta ton adalah angka yang realistis dan Kementan optimis bisa mencapai. Angka tersebut bisa diprediksi dengan melihat data trend produksi beras Badan Pusat Statistik (BPS) dalam sepuluh tahun terakhir yang terus meningkat," tulis Kementan di dalam situsnya, dikutip hari ini, Selasa (23/10/2018).

"Produksi padi 2007 sebesar 57,15 juta ton, lalu meningkat menjadi 60,32 juta ton di tahun 2008. Tahun 2009 mencapai 64,39 juta ton, dan 2010 naik lagi menjadi 66,47 juta ton."


Artinya, ada perbedaan sekitar 30 juta ton antara perhitungan potensi produksi beras dari BPS dengan yang ditargetkan Kementerian Pertanian.

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, mengatakan data dari BPS itu yang akan menjadi rujukan dalam mengambil kebijakan.

"Satu-satunya data harus di BPS. Undang-undang yang mengatur bahwa BPS data tunggal, dan itu bermanfaat sekali untuk ambil berbagai kebijakan," katanya hari ini, Selasa (23/10/2018).

Di dalam menyempurnakan data beras ini, BPS melakukan 4 tahapan sebagai berikut:

1. Perhitungan luas lahan baku sawah nasional dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang dibantu oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Penetapan luas lahan baku sawah menggunakan verifikasi dua tahap yakni melalui citra satelit sangat tinggi dari LAPAN, kemudian diolah oleh BIG menggunakan metode Cylindrical Equal Area (CEA) untuk dilakukan pemilahan dan deliniasi antara lahan baku sawah dan bukan sawah.

2. Perhitungan luas panen dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Perhitungan luas panen yang sebelumnya dilakukan melalui metode Eye Estimate yang merupakan laporan yang bersifat subjektif disempurnakan melalui perhitungan berdasarkan pengamatan yang objektif (Objective Measurement) menggunakan metodologi Kerangka Sampel Area (KSA).

3. Perhitungan produktivitas per hektar dilakukan oleh BPS.

BPS juga melakukan penyempurnaan metodologi dalam menghitung produktivitas per hektar, dari metode ubinan berbasis rumah tangga menjadi metode ubinan berbasis KSA untuk mengurangi risiko lewat panen sehingga perhitungan menjadi lebih akurat.

4. Perhitungan konversi gabah kering menjadi beras oleh BPS.

Metode ini juga telah mengakomodir penanam padi jajar legowo serta telah menggunakan aplikasi berbasis android dengan metode pengolahan berbasis web dan software untuk meminimalkan tingkat kesalahan data.




(ray/roy) Next Article Sepanjang Januari, Harga Beras Premium Naik Jadi Rp 10.000/Kg

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular