
Masa-Masa Sulit APBN Jokowi di 4 Tahun Pemerintahan
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
23 October 2018 11:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan neraca Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini dalam kondisi yang cukup aman dan sehat.
Namun, selama pemerintahan Jokowi-JK, bukan berarti APBN tak pernah mengalami masa-masa sulit. Bendahara negara pun memaparkan, periode kelam kas keuangan negara di era pemerintahan Kabinet Kerja.
"APBN mengalami tekanan paling berat di 2015 karena defisit dalam rangka mendorong ekonomi tetap meningkat. Sehingga defisit di 2015 sangat dalam," kata Sri Mulyani di kantor Kementerian Sekretaris Negara, Selasa (23/10/2018).
Belajar dari pelaksanaan APBN 2015, di tahun-tahun berikutnya pun pemerintah mulai merancangan APBN sebagai instrumen stabilitas, di tengah meningkatnya dinamika perekonomian global.
Lantas bagaimana hasilnya? Pada tahun ini, defisit APBN diperkirakan berada di kisaran 2%, sementara tahun depan diproyeksikan bisa berada di 1,8% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Menurunnya defisit APBN tak lepas dari penerimaan dari sektor perpajakan yang kembali pulih pasca dalam beberapa tahun terakhir melesu. Alhasil, pemerintah tidak perlu repot-repot menggencarkan pembiayaan.
"Pemerintah mengambil posisi mengkonsolidasikan APBN sehingga keseimbangan primer mendekati nol. Kami berharap tahun ini bisa mendekati, walaupun secara APBN masih Rp 64,8 triliun," jelasnya.
"Jadi APBN kita mengandalkan penerimaan perpajakan. Kontribusi penerimaan perpajakan ini menyebabkan defisit kita turun. Penerimaan perpajakan kita tumbuh cukup tinggi," tegasnya.
(dru) Next Article Ada yang Seram dalam Ramalan Sri Mulyani di Kuartal III-2020
Namun, selama pemerintahan Jokowi-JK, bukan berarti APBN tak pernah mengalami masa-masa sulit. Bendahara negara pun memaparkan, periode kelam kas keuangan negara di era pemerintahan Kabinet Kerja.
"APBN mengalami tekanan paling berat di 2015 karena defisit dalam rangka mendorong ekonomi tetap meningkat. Sehingga defisit di 2015 sangat dalam," kata Sri Mulyani di kantor Kementerian Sekretaris Negara, Selasa (23/10/2018).
![]() |
Belajar dari pelaksanaan APBN 2015, di tahun-tahun berikutnya pun pemerintah mulai merancangan APBN sebagai instrumen stabilitas, di tengah meningkatnya dinamika perekonomian global.
Lantas bagaimana hasilnya? Pada tahun ini, defisit APBN diperkirakan berada di kisaran 2%, sementara tahun depan diproyeksikan bisa berada di 1,8% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Menurunnya defisit APBN tak lepas dari penerimaan dari sektor perpajakan yang kembali pulih pasca dalam beberapa tahun terakhir melesu. Alhasil, pemerintah tidak perlu repot-repot menggencarkan pembiayaan.
"Pemerintah mengambil posisi mengkonsolidasikan APBN sehingga keseimbangan primer mendekati nol. Kami berharap tahun ini bisa mendekati, walaupun secara APBN masih Rp 64,8 triliun," jelasnya.
"Jadi APBN kita mengandalkan penerimaan perpajakan. Kontribusi penerimaan perpajakan ini menyebabkan defisit kita turun. Penerimaan perpajakan kita tumbuh cukup tinggi," tegasnya.
(dru) Next Article Ada yang Seram dalam Ramalan Sri Mulyani di Kuartal III-2020
Most Popular