Internasional

Diprotes, Maduro Naikkan Upah Pekerja 'Pertamina' Venezuela

Roy Franedya, CNBC Indonesia
11 October 2018 08:56
Para pekerja menganggap gaji yang diterima tak sesuai yang diharapkan.
Foto: Miraflores Palace/Handout via REUTERS
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Nicolas Maduro memutuskan untuk menaikkan upah pekerja di perusahaan energi milik negara PDVSA setelah karyawan mengadakan protes karena gaji yang kecil di tengah krisis ekonomi Venezuela, Rabu (10/10/2018).

Presiden Venezuela Nicolas Maduro pada bulan Agustus secara tidak terduga memerintahkan kenaikan upah minimum sebesar 60 kali lipat untuk mengkompensasi inflasi tahunan sekitar 500.000 persen dan devaluasi mata uang bolivar 96 persen.

Tetapi para pekerja di PDVSA mengatakan bahwa upah mereka tidak naik sesuai yang diharapkan, dan bahwa perusahaan yang kekurangan uang itu malah telah membayar bonus satu kali.

Wakil Presiden Delcy Rodriguez, diapit oleh para pemimpin serikat pekerja pro-pemerintah, pada hari Rabu mengumumkan upah baru tetapi tidak memberikan angka-angka spesifik, malah memuji sikap PDVSA dalam menghadapi sanksi AS.

"Bagi para pekerja PDVSA, terima kasih, karena mereka telah menjadi pilar fundamental dalam pertahanan industri minyak terhadap serangan dari pusat-pusat kekuasaan imperialis," kata Rodriguez, sekutu utama Maduro.

Seorang pekerja PDVSA dan dua mantan karyawan mengatakan, upah baru tetap tidak mencukupi dan tidak akan menghentikan brain-drain (larinya tenaga ahli ke luar negeri) yang membuat perusahaan itu putus asa terhadap para insinyur dan ahli kimia, ketika produksinya tenggelam ke titik terendah dalam beberapa dasawarsa.

Menurut ringkasan tidak resmi tentang gaji baru yang diedarkan oleh para pekerja PDVSA, gaji bulanan terendah sekarang 1,800 bolivar atau hanya US$13,70 sebulan. Gaji tertinggi, untuk eksekutif, sebesar 6.400 bolivar, di atas US$ 49 per bulan.

PDVSA tidak menanggapi permintaan informasi tentang gaji.

Venezuela Naikkan Upah Foto: Venezeula yang didera hyper inflasi (REUTERS/Carlos Garcia Rawlins)

Ribuan pekerja minyak melarikan diri dari perusahaan yang dikelola negara di bawah pengawasan manajemen militer barunya, yang dengan cepat telah mengalienasi eselon atas perusahaan itu, ujar sumber-sumber Reuters.

Mereka yang memilih bertahan di perusahaan semakin tidak termotivasi, marah atas upah rendah, dan takut akan kecelakaan kerja karena instalasi PDVSA memburuk karena bertahun-tahun kurang berinvestasi dan salah urus.

"Ada banyak kemarahan, dan pada saat yang sama motivasi, karena pekerja telah terbangun dan tidak tahan dengan ini lagi," kata seorang pekerja kilang pekan ini.

Namun, kekhawatiran pemecatan dan kehadiran militer di PDVSA telah memicu protes di Venezuela, yang menjadi rumah bagi cadangan minyak mentah terbesar dunia.


(roy/roy) Next Article Pemadaman Listrik Berlanjut, Venezuela Lumpuh

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular