Sabar, Wajar Jokowi Bimbang Naikkan Harga BBM

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
10 October 2018 20:42
Kenaikan BBM = Kenaikan Inflasi dan Kemiskinan
Foto: Ilustrasi Pengisian BBM di SPBU Pertamina (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Apabila berkaca pada sejarah, setelah masa krisis dan pemulihan ekonomi dilewati, inflasi cenderung berfluktuasi di kisaran rata-rata 6,5% -7%, dengan mengalami tiga kali puncak pada tahun 2005 (17,11%), 2008 (11,06%), dan 2013 (8,38%).

Uniknya, ketiga puncak itu tercapai mengikuti momen penyesuaian harga yang diatur oleh pemerintah berupa kenaikan rata-rata harga BBM sebesar 155% di 2005, 28,7% di 2008, dan 41,9% di 2013. Artinya, relasi kenaikan harga BBM amatlah erat dengan pergerakan inflasi.

Di tahun 2005, SBY menaikkan harga BBM jenis premium dinaikkan sebanyak 2 kali. Tahap pertama dari Rp 1.810 ke Rp 2.400/liter, kemudian tahap kedua dari Rp 2.400 ke Rp 4.500/liter. Apa hasilnya? Pada tahun 2005 itu, pemerintahan SBY harus rela menerima inflasi sebesar 17,11%. Capaian itu melonjak drastis dari 6,4% di tahun 2004.

Kemudian, pada tahun 2008, SBY menaikkan harga BBM jenis premium sekali lagi, dari Rp 4.500/liter ke Rp 6.000/liter. Memang setelah itu, ketua umum Partai Demokrat itu menurunkan harganya ke Rp 5.000/liter menjelang akhir tahun.

Sabar, Wajar Jokowi Bimbang Naikkan Harga BBMFoto: Infografis/BBM_naik/Aristya Rahadian Krisabella


Namun, inflasi tahun 2008 akhirnya tak kuasa dibendung, hingga kembali menyentuh angka dua digit di level 11,06%. Naik dari 6,59% di 2007. Lebih lanjut, kenaikan harga BBM (yang berujung pada kenaikan inflasi) dapat dengan mudah mendorong kelompok masyarakat yang tipis berdiri di atas garis kemiskinan, terjerembab ke dalam jurang kemiskinan.

Paling sederhana, harga bahan makanan yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat akan dengan mudah terkerek naik, mengikuti kenaikan biaya distribusi setelah harga BBM naik.

Hal ini juga tercermin dari data historis. Setahun setelah inflasi menyentuh angka 17,11% di 2005, jumlah penduduk miskin bertambah 4,2 juta orang.

Karena begitu sensitifnya inflasi dan kemiskinan terhadap kenaikan harga BBM, wajar jika pemerintah perlu berpikir ribuan kali sebelum menempuh kebijakan penyesuaian harga BBM.

Pemerintah harus siap dengan kebijakan lain yang bisa mengompensasi kebijakan kenaikan harga BBM. Jika berkaca pada pemerintahan SBY, pemerintah memang langsung menyediakan kebijakan yang dinamakan Bantuan Langsung Tunai (BLT), atau pemberian bantuan uang tunai bagi masyarakat miskin. 

Pada tahun 2005, saat pertama kalinya program BLT dikenalkan, keberlangsungannya bisa dibilang belum terlalu efektif dan efisien. Buktinya, jumlah penduduk miskin masih melonjak.

Namun, pada tahun 2008, saat kedua kalinya program BLT dieksekusi, pemerintahan SBY nampaknya cukup sukses. Setahun setelah inflasi menembus angka 11,06% di 2008, jumlah penduduk miskin malah turun 2,43 juta orang.

Oleh karena itu, bisa jadi saat ini pemerintah masih bimbang karena sedang meramu kebijakan yang paling pas untuk menetralisir “racun” kenaikan harga BBM.

(NEXT) (gus)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular