
Biar Aman, Pertamina Kini Sering Konsultasi ke Kejaksaan
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
28 September 2018 14:03

Jakarta, CNBC Indonesia- Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan, perusahaan tengah berkonsultasi dengan pihak kejaksaan untuk mencari mitra dalam mengelola blok terminasi (share down).
"Kami sedang konsultasi ke Jamdatun (Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara) terkait prosedurnya untuk share down," ujar Nicke kepada media saat dijumpai di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (28/9/2018).
Lebih lanjut, dihubungi secara terpisah, VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Adiatma Sardjito menjelaskan, tujuan dilakukannya hal tersebut tidak lain agar perusahaan tidak salah dalam mengambil langkah.
"Itu bukan hanya untuk sharedown tetapi untuk masalah-masalah lain juga. Kami prosedurnya sudah benar. Waktu di Pertagas juga pernah ada sesuatu terjadi, lalu kami minta masukan Jaksa Pengacara Negara untuk mewakili BUMN. Itu kami minta pendapatnya," terang Adiatma ketika dihubungi Jumat (28/9/2018).
Adapun, ia mengatakan belum ada mitra baru perusahaan untuk mengelola blok terminasi. Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) tengah mencari mitra untuk mengelola delapan wilayah kerja (WK) habis kontrak (terminasi). Pemerintah baru-baru ini memang memutuskan untuk memberikan hak kelola delapan blok terminasi tersebut kepada BUMN migas itu.
Nicke pernah mengatakan, perseroan membuka diri untuk kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) eksisting maupun kontraktor baru dalam mengelola blok-blok tersebut. Nantinya, Pertamina akan melakukan share down terhadap operator baru tersebut.
Soal kejaksaan, mantan bos Pertamina Karen Agustiawan baru-baru ini juga dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung di kasus dugaan korupsi atas langkah persero investasi di Blok Busker, Manta, Gummy di Australia pada 2009 lalu.
Putusan perusahaan untuk investasi di Australia itu dikriminalisasi oleh Kejaksaan dengan sangkaan adanya kerugian negara karena investasi merugi. Padahal, kerugian dialami karena adanya risiko tinggi di hulu migas dan ada perubahan model subsurface dinamis yang mengakibatkan penurunan angka cadangan migas tersertifikasi, fasilitas produksi dan cuaca, yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi.
Sebagai pemilik PI minoritas, kemudian Pertamina tidak mempunyai hak suara yang cukup untuk menentukan kelangsungan operasi blok BMG. Sehingga saat blok BMG dinyatakan berhenti operasi oleh operator pada 20 Agustus 2010.
(gus) Next Article Pertamina: Jika Elpiji 3 KG Harganya Naik Itu Wajar
"Kami sedang konsultasi ke Jamdatun (Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara) terkait prosedurnya untuk share down," ujar Nicke kepada media saat dijumpai di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (28/9/2018).
"Itu bukan hanya untuk sharedown tetapi untuk masalah-masalah lain juga. Kami prosedurnya sudah benar. Waktu di Pertagas juga pernah ada sesuatu terjadi, lalu kami minta masukan Jaksa Pengacara Negara untuk mewakili BUMN. Itu kami minta pendapatnya," terang Adiatma ketika dihubungi Jumat (28/9/2018).
Adapun, ia mengatakan belum ada mitra baru perusahaan untuk mengelola blok terminasi. Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) tengah mencari mitra untuk mengelola delapan wilayah kerja (WK) habis kontrak (terminasi). Pemerintah baru-baru ini memang memutuskan untuk memberikan hak kelola delapan blok terminasi tersebut kepada BUMN migas itu.
Nicke pernah mengatakan, perseroan membuka diri untuk kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) eksisting maupun kontraktor baru dalam mengelola blok-blok tersebut. Nantinya, Pertamina akan melakukan share down terhadap operator baru tersebut.
Soal kejaksaan, mantan bos Pertamina Karen Agustiawan baru-baru ini juga dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung di kasus dugaan korupsi atas langkah persero investasi di Blok Busker, Manta, Gummy di Australia pada 2009 lalu.
Putusan perusahaan untuk investasi di Australia itu dikriminalisasi oleh Kejaksaan dengan sangkaan adanya kerugian negara karena investasi merugi. Padahal, kerugian dialami karena adanya risiko tinggi di hulu migas dan ada perubahan model subsurface dinamis yang mengakibatkan penurunan angka cadangan migas tersertifikasi, fasilitas produksi dan cuaca, yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi.
Sebagai pemilik PI minoritas, kemudian Pertamina tidak mempunyai hak suara yang cukup untuk menentukan kelangsungan operasi blok BMG. Sehingga saat blok BMG dinyatakan berhenti operasi oleh operator pada 20 Agustus 2010.
(gus) Next Article Pertamina: Jika Elpiji 3 KG Harganya Naik Itu Wajar
Most Popular