
Bos Indofood: Rupiah Anjlok, Harga Tepung Terigu Naik 10%
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
24 September 2018 17:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga tepung terigu diketahui naik di pasaran sejak Agustus kemarin. Hal ini diakibatkan pelemahan rupiah.
Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), Franciscus Welirang, mengatakan pelemahan rupiah yang telah mencapai 10% sejak awal tahun mengakibatkan produsen tidak mungkin lagi menahan kenaikan harga terigu.
Dia pun tidak bisa memprediksi apakah konsumsi masyarakat yang tinggi terhadap produk terigu akan meningkat di semester II tahun ini.
"Permintaan masyarakat terhadap terigu di semester I ada kenaikan akibat konsumsi mie instan, roti, martabak, kerupuk, bakso, sosis, itu semua kan ada tepung terigunya. Semester II saya nggak tahu karena harga terigu naik minimal 10% akibat pelemahan rupiah sudah mencapai 10%," ujar Franciscus di Menara Kadin, Senin (24/9/2018).
Dia menambahkan, harga gandum di pasar internasional pun telah naik sejak medio Maret-April lalu dengan kenaikan harga mencapai 20% karena pasokan terganggu. Hal ini disebabkan panen yang terganggu di Australia serta adanya penyakit pada panen gandum di Ukraina.
"Gandum sendiri harganya sudah naik sejak Maret-April, mencapai 20%. Hal ini karena ada banjir di timur dan kekeringan di selatan Australia, sehingga panennya turun. Kita cari negara pemasok lain, Rusia, Ukraina. Tapi katanya di Ukraina gandumnya ada penyakit. Ya naik lah jadinya, harga gandum lebih mahal," jelasnya.
Kendati demikian, dia belum yakin bahwa kenaikan harga gandum tersebut akan menyumbang kenaikan harga tambahan terhadap tepung terigu.
"Apakah ini sudah pasti ditransfer ke kenaikan harga tepung terigu, saya nggak bisa jawab begitu. Karena setiap produsen punya rata-rata stok yang berbeda. Jadi jangan diasumsikan langsung begitu," tambahnya.
Franciscus menjelaskan, pada tahun lalu produksi tepung terigu nasional membutuhkan impor gandum sekitar 8 juta ton, dengan kenaikan sekitar 5% per tahunnya. Jumlah ini setara dengan 6 juta ton tepung terigu (rendemen 75%).
"Jadi ya tahun ini kita impor gandum kira-kira 8,4 juta ton untuk produksi terigu. Dari jumlah ini, pada semester I sudah terealisasi sekitar 4,2-4,3 juta ton," jelasnya.
Selain itu, dia menjelaskan bahwa produksi pakan ternak juga masih membutuhkan impor gandum sekitar 3 juta ton.
Adapun untuk tahun depan, pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) ini memproyeksikan peningkatan konsumsi tepung terigu mencapai 7% akibat tingginya konsumsi masyarakat di tahun politik.
"Sejarahnya, setiap tahun pemilu orang banyak makan. Saya nggak tahu naik berapa persen. Mungkin bisa sampai 7%. Kalau daya beli bagus mungkin naik, tapi ya belum pasti juga. Kan harga terigu naik," pungkasnya.
(ray) Next Article Bos Indofood Bicara Soal Melemahnya Rupiah Terhadap Dolar AS
Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), Franciscus Welirang, mengatakan pelemahan rupiah yang telah mencapai 10% sejak awal tahun mengakibatkan produsen tidak mungkin lagi menahan kenaikan harga terigu.
Dia pun tidak bisa memprediksi apakah konsumsi masyarakat yang tinggi terhadap produk terigu akan meningkat di semester II tahun ini.
Dia menambahkan, harga gandum di pasar internasional pun telah naik sejak medio Maret-April lalu dengan kenaikan harga mencapai 20% karena pasokan terganggu. Hal ini disebabkan panen yang terganggu di Australia serta adanya penyakit pada panen gandum di Ukraina.
"Gandum sendiri harganya sudah naik sejak Maret-April, mencapai 20%. Hal ini karena ada banjir di timur dan kekeringan di selatan Australia, sehingga panennya turun. Kita cari negara pemasok lain, Rusia, Ukraina. Tapi katanya di Ukraina gandumnya ada penyakit. Ya naik lah jadinya, harga gandum lebih mahal," jelasnya.
Kendati demikian, dia belum yakin bahwa kenaikan harga gandum tersebut akan menyumbang kenaikan harga tambahan terhadap tepung terigu.
"Apakah ini sudah pasti ditransfer ke kenaikan harga tepung terigu, saya nggak bisa jawab begitu. Karena setiap produsen punya rata-rata stok yang berbeda. Jadi jangan diasumsikan langsung begitu," tambahnya.
Franciscus menjelaskan, pada tahun lalu produksi tepung terigu nasional membutuhkan impor gandum sekitar 8 juta ton, dengan kenaikan sekitar 5% per tahunnya. Jumlah ini setara dengan 6 juta ton tepung terigu (rendemen 75%).
"Jadi ya tahun ini kita impor gandum kira-kira 8,4 juta ton untuk produksi terigu. Dari jumlah ini, pada semester I sudah terealisasi sekitar 4,2-4,3 juta ton," jelasnya.
Selain itu, dia menjelaskan bahwa produksi pakan ternak juga masih membutuhkan impor gandum sekitar 3 juta ton.
Adapun untuk tahun depan, pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) ini memproyeksikan peningkatan konsumsi tepung terigu mencapai 7% akibat tingginya konsumsi masyarakat di tahun politik.
"Sejarahnya, setiap tahun pemilu orang banyak makan. Saya nggak tahu naik berapa persen. Mungkin bisa sampai 7%. Kalau daya beli bagus mungkin naik, tapi ya belum pasti juga. Kan harga terigu naik," pungkasnya.
(ray) Next Article Bos Indofood Bicara Soal Melemahnya Rupiah Terhadap Dolar AS
Most Popular