
Internasional
Perang Dagang Dengan AS, Ekonomi Eropa pun Lesu
Roy Franedya, CNBC Indonesia
21 September 2018 18:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa berpotensi menurun pada September 2018 karena berkurangnya permintaan dampak dari Brexit dan perang dagang. Hal ini merupakan hasil riset dari IHS Markit.
Markit meningatkan pertumbuhan ekspor di Uni Eropa akan tergerus meskipun industri pembangkit listrik Jerman dan Perancis masih tetap tumbuh.
Indeks manajer pembelian (PMI) dari IHS Markit turun menjadi 54,2 pada bulan September, lebih rendah dari perkiraan oleh analis. Angka di atas 50 menunjukkan ekonomi masih ekspansi.
"Ekspor mendekati stagnansi yang berkontribusi pada salah satu bulan terburuk bagi ekonomi zona euro selama hampir dua tahun," kata Chris Williamson, Kepala Ekonom Bisnis di IHS Markit, seperti dikutip dari AFP, Jumat (21/9/2018).
"Perang dagang, Brexit, permintaan global yang melambat (terutama di industri otomotif) [...] dan meningkatnya ketidakpastian politik baik di zona euro, lebih jauh semua memicu perlambatan dalam kegiatan bisnis," katanya.
Markit mengatakan perlambatan didorong oleh sektor manufaktur karena pesanan ekspor baru gagal tumbuh untuk pertama kalinya sejak Juni 2013.
PMI yang lebih rendah dari prediksi "menambah bukti bahwa ekonomi kawasan telah kehilangan beberapa momentum setelah ekspansi sangat kuat 2017," kata Jessica Hinds dari Capital Economics.
Namun, "karena indeks masih konsisten dengan laju pertumbuhan yang baik, Bank Sentral Eropa (ECB) tidak mungkin mengubah rencananya menormalkan kebijakan secara bertahap," tambahnya.
ECB menargetkan tahun ini pertumbuhan ekonomi Zona Euro mencapai 2% dan tahun depan turun menjadi 1,8%.
(roy/dru) Next Article Deteksi Corona, Jokowi: Jangan Sampai Indonesia Diragukan
Markit meningatkan pertumbuhan ekspor di Uni Eropa akan tergerus meskipun industri pembangkit listrik Jerman dan Perancis masih tetap tumbuh.
Indeks manajer pembelian (PMI) dari IHS Markit turun menjadi 54,2 pada bulan September, lebih rendah dari perkiraan oleh analis. Angka di atas 50 menunjukkan ekonomi masih ekspansi.
Markit mengatakan perlambatan didorong oleh sektor manufaktur karena pesanan ekspor baru gagal tumbuh untuk pertama kalinya sejak Juni 2013.
PMI yang lebih rendah dari prediksi "menambah bukti bahwa ekonomi kawasan telah kehilangan beberapa momentum setelah ekspansi sangat kuat 2017," kata Jessica Hinds dari Capital Economics.
Namun, "karena indeks masih konsisten dengan laju pertumbuhan yang baik, Bank Sentral Eropa (ECB) tidak mungkin mengubah rencananya menormalkan kebijakan secara bertahap," tambahnya.
ECB menargetkan tahun ini pertumbuhan ekonomi Zona Euro mencapai 2% dan tahun depan turun menjadi 1,8%.
(roy/dru) Next Article Deteksi Corona, Jokowi: Jangan Sampai Indonesia Diragukan
Most Popular