
Siap-siap, Harga Barang Ritel Diperkirakan Naik di Akhir 2018
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
19 September 2018 10:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga produk ritel diperkirakan akan mulai naik pada Kuartal IV-2018 atau awal tahun depan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mande, mengatakan kenaikan harga dipicu melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan upaya pengendalian impor oleh pemerintah.
"Pelemahan rupiah sekitar 15-20% masih bisa dijaga, tapi kalau sudah 50% ke atas biasanya sektor hulu sudah berteriak. Sekarang kan pelemahannya sudah sekitar 8-11% sejak awal tahun, jadi masih di bawah. Eskalasi [kenaikan harga] mungkin terjadi di kuartal IV," ujar Roy kepada CNBC Indonesia di Kementerian Perdagangan, Selasa (18/9/2018).
Roy mengatakan stok barang ritel pelaku usaha untuk dipasok ke seluruh wilayah Indonesia masih mencukupi, setidaknya untuk 3-4 bulan ini. Dia pun mengingatkan bahwa pelaku usaha ritel paling enggan untuk menaikkan harga apabila tidak ada tekanan dari sektor hulu (produsen).
"Ritel paling anti untuk naikkan harga karena dampaknya besar ke daya beli masyarakat. Jadi saat ini kami masih bisa memberikan harga lama, apalagi kalau bukan produk impor. Biasanya yang kita jaga untuk kuartal berikutnya, itu pun tekanannya akan terasa pertama kali di hulu," jelasnya.
Dia menjelaskan, dari 1.147 jenis barangĀ impor yang dikenakan kenaikan pajak penghasilan (PPh) pasal 22, terdapat 281 produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Produk substitusi ini, lanjutnya, sudah diminati dan diserap oleh masyarakat.
"Bahan baku utama dan bahan penolong seperti kapas dan kedelai, perusahaan di sektor hulu sudah mulai bergerilya ke negara-negara lain untuk mencari harga yang terjangkau dan memasok dalam jumlah signifikan. Ini agar tidak terjadi eskalasi harga berlebihan," katanya.
Adapun untuk produk elektronik yang masih besar kandungan impornya seperti laptop, dia mengklaim pedagang masih memiliki stok lama, termasuk untuk aksesoris dan spare parts.
"Jadi kenyataannya kalau masih bisa ditahan, pedagang akan menahan harga. Kalaupun saat ini sudah ada kenaikan pasti tidak terasa," pungkasnya.
(ray) Next Article Pemerintah Genjot Ekspor Demi Ketahanan Nilai Rupiah
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mande, mengatakan kenaikan harga dipicu melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan upaya pengendalian impor oleh pemerintah.
"Pelemahan rupiah sekitar 15-20% masih bisa dijaga, tapi kalau sudah 50% ke atas biasanya sektor hulu sudah berteriak. Sekarang kan pelemahannya sudah sekitar 8-11% sejak awal tahun, jadi masih di bawah. Eskalasi [kenaikan harga] mungkin terjadi di kuartal IV," ujar Roy kepada CNBC Indonesia di Kementerian Perdagangan, Selasa (18/9/2018).
"Ritel paling anti untuk naikkan harga karena dampaknya besar ke daya beli masyarakat. Jadi saat ini kami masih bisa memberikan harga lama, apalagi kalau bukan produk impor. Biasanya yang kita jaga untuk kuartal berikutnya, itu pun tekanannya akan terasa pertama kali di hulu," jelasnya.
Dia menjelaskan, dari 1.147 jenis barangĀ impor yang dikenakan kenaikan pajak penghasilan (PPh) pasal 22, terdapat 281 produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Produk substitusi ini, lanjutnya, sudah diminati dan diserap oleh masyarakat.
![]() |
"Bahan baku utama dan bahan penolong seperti kapas dan kedelai, perusahaan di sektor hulu sudah mulai bergerilya ke negara-negara lain untuk mencari harga yang terjangkau dan memasok dalam jumlah signifikan. Ini agar tidak terjadi eskalasi harga berlebihan," katanya.
Adapun untuk produk elektronik yang masih besar kandungan impornya seperti laptop, dia mengklaim pedagang masih memiliki stok lama, termasuk untuk aksesoris dan spare parts.
"Jadi kenyataannya kalau masih bisa ditahan, pedagang akan menahan harga. Kalaupun saat ini sudah ada kenaikan pasti tidak terasa," pungkasnya.
(ray) Next Article Pemerintah Genjot Ekspor Demi Ketahanan Nilai Rupiah
Most Popular