
Pengamat: Harga BBM Sudah Seharusnya Naik!
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
04 September 2018 14:24

Jakarta, CNBC Indonesia- Nilai tukar rupiah semakin merosot menembus level Rp 14.900 per dolar AS. Dorongan untuk menaikkan harga BBM untuk menyelamatkan mata uang RI ini pun semakin gencar.
Pengamat energi Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, menilai memang sudah saatnya penyesuaian harga BBM subsidi tersebut dilakukan. Pasalnya, secara keekonomian, dengan menaikkan harga BBM, itu berarti dilakukan upaya untuk mengendalikan konsumsi (demand) secara tidak langsung.
"Karena, dengan harga BBM yang lebih tinggi orang akan terdorong untuk mengonsumsi BBM secara lebih rasional," ujar Pri Agung kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Selasa (4/9/2018).
Lebih lanjut, ia mengakui memang nantinya akan ada inflasi. Kendati demikian, pada dasarnya harga BBM memang sudah perlu dilakukan penyesuaian sejak 2016 lalu.
Usulan untuk menyesuaikan harga bensin, memang dikemukakan oleh mantan Menteri Keuangan Chatib Basri yang menekankan, kekhawatiran ekonomi saat ini memang ada di CAD (Current Account Deficit).
"Salah satu sumber defisit yang besar adalah migas, untuk menurunkan permintaan BBM yang sebagian juga mungkin muncul karena penyelundupan sebaiknya harga BBM dinaikkan," kata Chatib kepada CNBC Indonesia, Selasa (4/9/2018).
Dengan mengeksekusi kenaikan harga BBM, Chatib memprediksi dampaknya akan terlihat ke CAD dalam 6 bulan ke depan. "Tetapi para investor pasar keuangan akan memiliki optimistis tersendiri dan bisa mengekspektasi bahwa CAD ke depan akan mengecil," tegas Chatib.
Adapun, sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerapkan kebijakan tahan harga dan mewajibkan kembali Premium di Jawa-Bali, sebenarnya konsumsi bensin RON rendah ini sudah turun 50% dibanding tahun lalu.
Berdasarkan data Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas), penyaluran bensin jenis premium selama Januari-Maret 2018 turun hingga 50% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Masih dari data BPH Migas yang dipaparkan di Komisi VII DPR RI, 28 Agustus 2018 kemarin. Realisasi penyaluran jenis BBM umum untuk Premium (bensin RON 88) tercatat 1,39 juta KL. Konsumsi itu jauh lebih rendah ketimbang konsumsi RON 90, seperti Pertalite, dan RON 92.
Data BPH Migas menunjukkan konsumsi RON 92 mencapai 3,05 juta KL hingga Juni 2018. Sementara RON 90 yang seharga Rp 7.800 per liter konsumsi atau penyalurannya mencapai 8,7 juta KL.
(wed) Next Article Mulai Besok, Harga Pertamax Cs Turun Rp 50-Rp 800
Pengamat energi Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, menilai memang sudah saatnya penyesuaian harga BBM subsidi tersebut dilakukan. Pasalnya, secara keekonomian, dengan menaikkan harga BBM, itu berarti dilakukan upaya untuk mengendalikan konsumsi (demand) secara tidak langsung.
Lebih lanjut, ia mengakui memang nantinya akan ada inflasi. Kendati demikian, pada dasarnya harga BBM memang sudah perlu dilakukan penyesuaian sejak 2016 lalu.
Usulan untuk menyesuaikan harga bensin, memang dikemukakan oleh mantan Menteri Keuangan Chatib Basri yang menekankan, kekhawatiran ekonomi saat ini memang ada di CAD (Current Account Deficit).
"Salah satu sumber defisit yang besar adalah migas, untuk menurunkan permintaan BBM yang sebagian juga mungkin muncul karena penyelundupan sebaiknya harga BBM dinaikkan," kata Chatib kepada CNBC Indonesia, Selasa (4/9/2018).
Dengan mengeksekusi kenaikan harga BBM, Chatib memprediksi dampaknya akan terlihat ke CAD dalam 6 bulan ke depan. "Tetapi para investor pasar keuangan akan memiliki optimistis tersendiri dan bisa mengekspektasi bahwa CAD ke depan akan mengecil," tegas Chatib.
Adapun, sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerapkan kebijakan tahan harga dan mewajibkan kembali Premium di Jawa-Bali, sebenarnya konsumsi bensin RON rendah ini sudah turun 50% dibanding tahun lalu.
Berdasarkan data Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas), penyaluran bensin jenis premium selama Januari-Maret 2018 turun hingga 50% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Masih dari data BPH Migas yang dipaparkan di Komisi VII DPR RI, 28 Agustus 2018 kemarin. Realisasi penyaluran jenis BBM umum untuk Premium (bensin RON 88) tercatat 1,39 juta KL. Konsumsi itu jauh lebih rendah ketimbang konsumsi RON 90, seperti Pertalite, dan RON 92.
Data BPH Migas menunjukkan konsumsi RON 92 mencapai 3,05 juta KL hingga Juni 2018. Sementara RON 90 yang seharga Rp 7.800 per liter konsumsi atau penyalurannya mencapai 8,7 juta KL.
(wed) Next Article Mulai Besok, Harga Pertamax Cs Turun Rp 50-Rp 800
Most Popular