
Dirut Pertamina Baru Diminta Tahan Impor BBM & Bangun Kilang
Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
29 August 2018 10:57

Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah pada hari ini telah menunjuk Nicke Widyawati menjadi Direktur Utama definitif PT Pertamina (Persero). Sebelumnya, Nicke menjabat sebagai Plt Dirut di BUMN Migas tersebut.
Ada tiga amanat pemerintah selaku pemegang saham Pertamina kepada Nicke. Apa saja?
"Ada tiga yang diamanatkan pemerintah. Ada pembatasan impor, pembangunan kilang, dan implementasi B20. Tiga hal itu fokus jangka pendek," ujar Nicke di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (29/8/2018). Ketiga tugas ini sangat berat.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik mencatat (BPS) melaporkan, nilai impor migas pada Juli 2018 naik 22,2% dibandingkan Juni 2018, menjadi US$ 2,61 miliar atau Rp 38,18 triliun.
Impor migas pada Juli 2018 tercatat turun 1,63% dibandingkan volume impor migas Juli 2017. Pada Juli 2018, BPS membukukan volume impor migas sebesar 4,09 juta ton atau turun dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 4,17 juta ton. Namun, jika dilihat secara month to month (m-to-m), volume impor migas naik 23,03% dari volume impor migas pada Juni 2018 yang sebesar 3,33 juta ton.
Defisit perdagangan sektor migas ini membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tertekan. Saat ini dolar AS menembus Rp 14.600.
Tentunya menahan impor migas ini harus disertai dengan pembangunan kilang minyak di dalam negeri, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi BBM.
Secara jangka panjang, penguatan hilirisasi migas dalam negeri perlu menjadi ujung tombak. Janji Presiden Joko Widodo untuk membangun kilang minyak dalam negeri juga harus terealisasi. Sebagai informasi, pembangunan kilang baru Bontang dan Tuban (Grass Root Refinery/GRR) sudah dimasukkan ke dalam proyek strategis nasional (PSN) di bawah payung hukum Perpres No. 58 tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Tidak hanya itu, di dalam daftar PSN juga direncanakan proyek Revitalisasi 5 Minyak Kilang Eksisting (RDMP). Kilang minyak eksisting yang akan ditingkatkan kapasitasnya, di antaranya Cilacap, Balongan, Dumai, Balikpapan, dan Plaju. Apabila keseluruhan proyek ini berjalan signifikan, maka kapasitas produksi kilang minyak Indonesia pun akan melambung, dan akhirnya meringankan beban impor migas tanah air.
Namun, perlu dicatat, bahwa yang namanya investasi memang butuh waktu. Dampak dari pembangunan atau revitalisasi kilang minyak tidak akan bisa dirasakan dalam jangka pendek. Di saat rupiah makin lemah seperti saat ini, pemerintah perlu solusi bersifat quick-win.
Munculnya kebijakan kewajiban campuran 20% minyak nabati ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM), atau akrab disebut B20, dapat menjadi salah satu strategi yang ampuh. Namun, untuk mendapatkan hasil yang lebih cepat dan signifikan, mau tidak mau pemerintah harus menahan laju impor migas yang semakin deras tersebut. Konsumsi migas nasional harus bisa dibatasi.
(wed/gus) Next Article Nicke Ungkap 5 Pekerjaan Rumah Pertamina
Ada tiga amanat pemerintah selaku pemegang saham Pertamina kepada Nicke. Apa saja?
"Ada tiga yang diamanatkan pemerintah. Ada pembatasan impor, pembangunan kilang, dan implementasi B20. Tiga hal itu fokus jangka pendek," ujar Nicke di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (29/8/2018). Ketiga tugas ini sangat berat.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik mencatat (BPS) melaporkan, nilai impor migas pada Juli 2018 naik 22,2% dibandingkan Juni 2018, menjadi US$ 2,61 miliar atau Rp 38,18 triliun.
Defisit perdagangan sektor migas ini membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tertekan. Saat ini dolar AS menembus Rp 14.600.
Tentunya menahan impor migas ini harus disertai dengan pembangunan kilang minyak di dalam negeri, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi BBM.
Secara jangka panjang, penguatan hilirisasi migas dalam negeri perlu menjadi ujung tombak. Janji Presiden Joko Widodo untuk membangun kilang minyak dalam negeri juga harus terealisasi. Sebagai informasi, pembangunan kilang baru Bontang dan Tuban (Grass Root Refinery/GRR) sudah dimasukkan ke dalam proyek strategis nasional (PSN) di bawah payung hukum Perpres No. 58 tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Tidak hanya itu, di dalam daftar PSN juga direncanakan proyek Revitalisasi 5 Minyak Kilang Eksisting (RDMP). Kilang minyak eksisting yang akan ditingkatkan kapasitasnya, di antaranya Cilacap, Balongan, Dumai, Balikpapan, dan Plaju. Apabila keseluruhan proyek ini berjalan signifikan, maka kapasitas produksi kilang minyak Indonesia pun akan melambung, dan akhirnya meringankan beban impor migas tanah air.
Namun, perlu dicatat, bahwa yang namanya investasi memang butuh waktu. Dampak dari pembangunan atau revitalisasi kilang minyak tidak akan bisa dirasakan dalam jangka pendek. Di saat rupiah makin lemah seperti saat ini, pemerintah perlu solusi bersifat quick-win.
Munculnya kebijakan kewajiban campuran 20% minyak nabati ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM), atau akrab disebut B20, dapat menjadi salah satu strategi yang ampuh. Namun, untuk mendapatkan hasil yang lebih cepat dan signifikan, mau tidak mau pemerintah harus menahan laju impor migas yang semakin deras tersebut. Konsumsi migas nasional harus bisa dibatasi.
(wed/gus) Next Article Nicke Ungkap 5 Pekerjaan Rumah Pertamina
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular