Rupiah Vs Dolar AS, Jadi Penentu Arah Obligasi Pekan Ini

Irvin Avriano A, CNBC Indonesia
27 August 2018 10:08
Arus modal investor kembali berlomba masuk ke instrumen yang dianggap lebih aman di tengah segala kondisi mengkhawatirkan, dolar AS salah satunya.
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar obligasi pemerintah pekan ini akan diuji oleh keperkasaan dolar Amerika Serikat (AS).

Bukan tidak mungkin, posisi dolar yang dapat melemah pekan ini akan mengulang reli harga obligasi yang terjadi di awal pekan lalu. Kebetulan, reli harga sudah langka ditemui di pasar surat utang pemerintah sejak pertengahan tahun ketika perang dagang berkecamuk.

Reli yang terjadi di awal pekan lalu diakhiri ketika China dan AS saling mengaktifkannya tarif bea impor yang memberatkan kedua belah pihak pada Kamis pekan lalu, dan membuat pasar keuangan global kembali berkontraksi.

Arus modal investor kembali berlomba masuk ke instrumen yang dianggap lebih aman di tengah segala kondisi mengkhawatirkan, dolar AS salah satunya.

Di awal pekan ini, tentu pelaku pasar keuangan domestik berharap banyak dari tiga hal. Pertama, hijaunya Wall Street akhir pekan lalu menjadi penyemangat investor global masuk ke bursa saham Benua Kuning, termasuk IHSG.

Kedua adalah ada potensi rupiah berbalik menguat, dengan syarat pelemahan dolar AS berlanjut, jika komentar the Fed masih menjadi pemberat bagi greenback, julukan bagi dolar AS, maka rupiah berpeluang positif lagi.

Ketiga, jika sentimen negatif akibat langkah Bank Sentral China (PBoC) yang akan mengubah metodologi penentuan nilai tengah mata uang yuan, akan menekan keperkasaan dolar AS.

Selama ini, PBoC memang mematok nilai tengah harian yuan terhadap dolar AS, dengan hanya mengizinkan yuan melemah atau menguat maksimal 2% dari nilai tengah tersebut.

Namun, ada juga faktor yang bisa membuat greenback kembali perkasa. Mengutip Reuters, posisi jangka panjang (net long position) investor terhadap dolar AS naik menjadi US$ 23,67 miliar pada pekan yang berakhir 21 Agustus dibandingkan pekan sebelumnya yang sebesar US$ 23,17 miliar.

Selain itu, berikut beberapa fokus yang dapat memengaruhi pasar keuangan dan pasar surat utang pekan ini:
  • Penerbitan obligasi publik pertama di dunia yang dikelola menggunakan teknologi blockchain mendapatkan dukungan setidaknya dari tujuh investor utama. Hal itu disampaikan oleh Commonwealth Bank of Australia (CBA) selaku pengelola utama obligasi blockchain yang diterbitkan oleh Bank Dunia tersebut.
  • PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mengantongi mandat pemeringkatan dalam rangka emisi obligasi senilai Rp 42,4 triliun hingga Kamis (23/8/2018). Mayoritas suraat utang tersebut masih dari perusahaan sektor perbankan. Kini, dari total mandat tersisa yang dikantongi Pefindo senilai Rp 42,4 triliun, mandat MTN adalah senilai Rp 15,1 triliun, obligasi Rp4,6 triliun, rencana realisasi penawaran umum berkelanjutan (PUB) obligasi Rp12,7 triliun, PUB obligasi baru Rp7,5 triliun, dan sukuk Rp2,5 triliun.
  • Pemerintah akan melakukan lelang rutin Surat Berharga Negara (SBN) rupiah dengan target indikatif Rp 10 triliun-Rp 20 triliun. Seri yang dilelang adalah SPN03181129, SPN12190829, FR0063, FR0064, FR0065, dan FR0075.
  • Imbal hasil obligasi zona Amerika Serikat (AS) ditutup bervariasi, didominasi oleh kenaikkan tingkat imbal hasil (yield). Kenaikan yield terbesar ada di Peru (5,42%). Penurunan imbal hasil terbesar di pasar Brazil (12,06%).
  • Imbal hasil wilayah zona Eropa bervariasi, didominasi oleh kenaikan yield. Kenaikan imbal hasil terbesar ada di Italia (3,13%). Penurunan imbal hasil terbesar ada di Slovakia (0,75%).
  • Imbal hasil Asia Pasifik di tutup bervariasi, didominasi oleh kenaikan imbal hasil. Kenaikan imbal hasil terbesar ada di Indonesia (7,84%). Penurunan imbal hasil terbesar ada di Korea Selatan (2,35%).
  • Minyak Texas di tutup naik di harga 68,72 dibandingkan hari sebelumnya 67,83. Rupiah ditutup melemah di Rp 14.640 untuk tiap dolar AS dibandingkan hari sebelumnya di Rp 14.630 per dolar AS.
  • Imbal hasil obligasi Indonesia 10 tahun ditutup melemah di 7,94% dibandingkan hari sebelumnya di 7,9%. Imbal hasil obligasi 20 tahun tidak berubah di 8,39%.
  • Total transaksi meningkat namun total frekuensi turun dibandingkan hari sebelumnya di tengah tengah pelemahan pasar obligasi yang terjadi kemarin.
  • Total transaksi didominasi oleh obligasi berdurasi <1 tahun, diikuti dengan 1 tahun- 3 tahun dan 7 - 10 tahun. Sisanya merata di semua tenor hingga 20 tahun. Pagi ini pasar obligasi diperkirakan akan dibuka melemah dengan potensi melemah terbatas. Keterbatasan ini datang dari komentar Bank Indonesia yang masih siap untuk melakukan intervensi khususnya untuk kurs Rupiah, untuk obligasi Bank Indonesia masih melakukan analisa lebih lanjut sebelum melakukan intervensi.
  • Namun demikian, Bank Indonesia masih terus melakukan upaya ganda, agar gejolak kurs dan obligasi dapat diredam, karena fokus utamanya adalah menstabilkan ekonomi khususnya Rupiah. Beralih dari sana, pelemahan pasar obligasi hari ini mungkin dilakukan karena hadirnya lelang obligasi pada hari esok. Semua obligasi yang dilelang merupakan obligasi acuan, sehingga besar animo para pelaku pasar dan investor untuk ingin ikut lelang tersebut.
  • Selain itu Pemerintah bersama Menteri Keuangan, tengah berupaya meninjau 900 barang untuk mengendalikan produk impor untuk memonitor inflasi agar tercapai target 2.5% - 4.5% pada 2018 dan 2019. Karena dikhawatirkan apabila keadaan depresiasi rupiah terjadi terus menerus, hal ini akan berdampak terhadap rating Indonesia itu sendiri. Kami merekomendasikan jual hari ini dengan fokus lelang pada esok hari.

(iro/hps) Next Article Fitch: Virus Corona Bisa Pengaruhi Rating & Outlook Obligasi

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular