Zulkifli Hasan, Sri Mulyani, dan Utang RI yang Diklaim Aman

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
17 August 2018 08:30
Zulkifli Hasan, Sri Mulyani, dan Utang RI yang Diklaim Aman
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Menjelang tahun politik, posisi utang pemerintah kembali menjadi sorotan. Meskipun diklaim masih aman, tak sedikit kalangan yang menganggap utang pemerintah sudah di luar batas wajar.

Pernyataan utang pemerintah yang di luar batas kewajaran, pun sempat mengemuka dalam sidang tahunan Majelis Permusyawaran Rakyat (MPR), gedung Senayan, kompleks parlemen, Kamis (16/8/2018)

Di depan Presiden Joko Widodo, Ketua MPR Zulkifli Hasan saat membacakan isi pidatonya di ruang sidang menyinggung persoalan utang pemerintah yang saat ini dianggap sudah di luar batas kewajaran.

"Masalah pengelolaan utang, mencegah krisis secara dini ini harus diselesaikan. Pola utang tak bisa aman dengan rasio 30%," kata Zulkifli.



"Beban utang pemerintah Rp 400 triliun di 2018. Ini setara tujuh kali dana desa di seluruh Indonesia. Sudah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar," jelasnya.

Telinga Menteri Keuangan Sri Mulyani memanas , namun secara tidak langsung bendahara negara juga mengakui pengelolaan utang di tahun politik cukup berat karena beban utang yang harus dibayarkan menumpuk.

(NEXT)




Bagi pemerintah, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) yang terjaga di bawah 30% masih dalam batas aman, karena terlampau jauh dari batas yang ditetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara sebesar 60%.

Bendahara negara tak sepakat dengan stigma yang menyebut rasio utang pemerintah disebut sudah di luar batas kewajaran. Bahkan, diantara rasio utang negara-negara lain, posisi tersebut masih lebih rendah.

“Rasio utang terhadap PDB termasuk terendah di dunia,” ungkap Sri Mulyani.

Pada tahun depan, pengelolaan utang pemerintah akan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dengan tetap menjaga rasio utang terhadap PDB di bawah 30%, meskipun nominal utang dalam beberapa tahun terakhir melonjak.

Hal ini sejalan dengan target defisit anggaran yang jauh lebih rendah sejak tahun fiskal 2011, serta pembiayaan utang yang cenderung menurun. Bahkan, defisit keseimbangan primer tahun depan diperkirakan semakin menyempit.

Meskipun posisi rasio utang terhadap PDB diklaim aman, namun pemerintah tak memungkiri, bahwa beban utang jatuh tempo yang harus dibayarkan pada tahun ini hingga tahun depan cukup berat.

Pada tahun depan, beban utang jatuh tempo yang harus dibayarkan pemerintah mencapai Rp 409 triliun. Namun, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menilai, beban tersebut merupakan warisan masa lalu.

“Banyak utang masa lalu yang jatuh tempo dan cukup tinggi di 2019,” katanya.

Di akhir masa pemerintahan, defisit APBN 2019 sebesar 1,84% dari produk domestik bruto (PDB). Sementara keseimbangan primer ditargetkan Rp 21,7 triliun atau 0,13% dari produk domestik bruto (PDB), atau konsisten turun sejak 2015.

Pembiayaan utang pemerintah di 2019 ditargetkan mencapai Rp 359,3 triliun, atau menurun dibandingkan perkiraan pembiayaan pada 2018 sebesar Rp 387,4 triliun.

Dengan angka defisit anggaran dan pembiayaan utang yang makin menurun, serta posisi keseimbangan primer yang terjaga, diharapkan beban utang jatuh tempo yang harus dibayarkan di masa depan tidak menumpuk.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular