
Trump Mungkin Menyebalkan, Tapi Dia Membawa Kemakmuran
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 August 2018 12:11

Sejauh ini, slogan America First benar-benar dipegang teguh oleh Trump. Di bidang ekonomi, Trump seolah membawa kembali tren proteksionisme masa lalu.
Ini dilakukan dengan pertimbangan barang impor yang mengalir deras sehingga mematikan industri dalam negeri. Saat mewarisi pemerintahan pada awal 2017, AS mengalami defisit neraca perdagangan mencapai US$ 46,13 miliar.
Trump tahu bahwa defisit perdagangan AS yang terus membengkak tidaklah sehat. Industri dalam negeri akan mati jika produk impor membanjiri pasar dalam negeri.
Caranya adalah membuat disinsentif untuk impor yaitu mengenakan bea masuk. Sasaran utama Trump adalah China, negara yang paling banyak memasok barang ke AS. Namun kadang negara lain pun jadi korban seperti Meksiko, Kanada, sampai Uni Eropa. Semuanya adalah sekutu AS. Soal America First, Trump memang tidak mau kompromi.
Perlahan, defisit perdagangan AS mulai menipis. Walau masih relatif tinggi, tetapi ada tendensi ke arah perbaikan.
Satu-satunya cara untuk menghindari bea masuk adalah membangun pabrik di AS. Itulah harapan Trump. Dia ingin negara-negara lain berinvestasi ke AS dan membuka lapangan kerja.
Mungkin gertakan Trump sudah membawa hasil. Angka pengangguran AS terus turun, per 31 Juli 2018 tercatat 3,9%. Terendah sejak awal 1970!
Trump juga menggunakan ancaman bea masuk untuk negosiasi dagang. Ingat saat Trump mengenakan bea masuk untuk baja dan aluminium dari Uni Eropa? Kebijakan itu membuat Jean-Claude Juncker, Presiden Uni Eropa, datang ke Washington untuk bernegosiasi.
Hasilnya memuaskan. Benua Biru berjanji untuk meningkatkan pembelian produk-produk AS seperti gas alam cair (LNG) sampai kedelai dengan janji bea masuk tidak jadi diterapkan. Trump berhasil membuat Uni Eropa menuruti kepentingan AS.
Sebagai Negeri Adidaya, posisi dan daya tawar AS memang tinggi. Trump tahu itu, dan dia memanfaatkannya demi kepentingan AS meski dalam prosesnya melibatkan metode 'injak kaki'.
Meski Trump galak terhadap pihak luar, tetapi dia sepertinya sayang kepada warganya. Hal ini ditunjukkan dengan menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh).
Sebelumnya, tarif PPh orang pribadi di AS adalah 10%, 15%, 25%, 28%, 33%, 35%, dan 39,6%. Trump menurunkannya menjadi 10%, 12%, 22%, 24%, 32%, 35%, dan 37%. Sementara untuk PPh badan diturunkan dari 35% menjadi 35%.
Penurunan tarif PPh membuat korporasi AS semakin bersemangat untuk ekspansi. Buktinya adalah Puchasing Managers Index (PMI) yang terus meningkat, gambaran bahwa dunia usaha sedang bergairah.
Penurunan tarif pajak tidak hanya berguna untuk ekspansi perusahaan. Sebagian korporasi mengembalikannya kepada para karyawan dalam bentuk bonus. Ini menyebabkan konsumen pun bersemangat.
Tingginya konsumsi tercermin dari laju inflasi yang semakin cepat. Pada Juli 2018, inflasi AS tercatat 2,4% secara year-on-year (YoY). Ini merupakan laju tercepat sejak Oktober 2008.
Resultan dari geliat ekonomi di AS tentu adalah pertumbuhan ekonomi. Pada era Trump, Negeri Paman Sam mencapai pertumbuhan ekonomi yang ciamik.
Pada kuartal II-2018, pertumbuhan ekonomi AS mencapai 4,1% YoY. Laju ini merupakan yang tercepat sejak 2014.
(aji/roy)
Ini dilakukan dengan pertimbangan barang impor yang mengalir deras sehingga mematikan industri dalam negeri. Saat mewarisi pemerintahan pada awal 2017, AS mengalami defisit neraca perdagangan mencapai US$ 46,13 miliar.
Trump tahu bahwa defisit perdagangan AS yang terus membengkak tidaklah sehat. Industri dalam negeri akan mati jika produk impor membanjiri pasar dalam negeri.
Perlahan, defisit perdagangan AS mulai menipis. Walau masih relatif tinggi, tetapi ada tendensi ke arah perbaikan.
Satu-satunya cara untuk menghindari bea masuk adalah membangun pabrik di AS. Itulah harapan Trump. Dia ingin negara-negara lain berinvestasi ke AS dan membuka lapangan kerja.
Mungkin gertakan Trump sudah membawa hasil. Angka pengangguran AS terus turun, per 31 Juli 2018 tercatat 3,9%. Terendah sejak awal 1970!
Trump juga menggunakan ancaman bea masuk untuk negosiasi dagang. Ingat saat Trump mengenakan bea masuk untuk baja dan aluminium dari Uni Eropa? Kebijakan itu membuat Jean-Claude Juncker, Presiden Uni Eropa, datang ke Washington untuk bernegosiasi.
Hasilnya memuaskan. Benua Biru berjanji untuk meningkatkan pembelian produk-produk AS seperti gas alam cair (LNG) sampai kedelai dengan janji bea masuk tidak jadi diterapkan. Trump berhasil membuat Uni Eropa menuruti kepentingan AS.
Sebagai Negeri Adidaya, posisi dan daya tawar AS memang tinggi. Trump tahu itu, dan dia memanfaatkannya demi kepentingan AS meski dalam prosesnya melibatkan metode 'injak kaki'.
Meski Trump galak terhadap pihak luar, tetapi dia sepertinya sayang kepada warganya. Hal ini ditunjukkan dengan menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh).
Sebelumnya, tarif PPh orang pribadi di AS adalah 10%, 15%, 25%, 28%, 33%, 35%, dan 39,6%. Trump menurunkannya menjadi 10%, 12%, 22%, 24%, 32%, 35%, dan 37%. Sementara untuk PPh badan diturunkan dari 35% menjadi 35%.
Penurunan tarif PPh membuat korporasi AS semakin bersemangat untuk ekspansi. Buktinya adalah Puchasing Managers Index (PMI) yang terus meningkat, gambaran bahwa dunia usaha sedang bergairah.
Penurunan tarif pajak tidak hanya berguna untuk ekspansi perusahaan. Sebagian korporasi mengembalikannya kepada para karyawan dalam bentuk bonus. Ini menyebabkan konsumen pun bersemangat.
Tingginya konsumsi tercermin dari laju inflasi yang semakin cepat. Pada Juli 2018, inflasi AS tercatat 2,4% secara year-on-year (YoY). Ini merupakan laju tercepat sejak Oktober 2008.
Resultan dari geliat ekonomi di AS tentu adalah pertumbuhan ekonomi. Pada era Trump, Negeri Paman Sam mencapai pertumbuhan ekonomi yang ciamik.
Pada kuartal II-2018, pertumbuhan ekonomi AS mencapai 4,1% YoY. Laju ini merupakan yang tercepat sejak 2014.
(aji/roy)
Next Page
Kebijakan Trump Bukan Tanpa Risiko
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular