Freeport, Rokan, Mahakam Jadi Bahan Kampanye, Ini Faktanya!
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
10 August 2018 16:00

Jakarta, CNBC Indonesia- Dua pasangan bakal calon capres dan cawapres resmi mendaftarkan diri untuk pemilihan presiden 2019. Kampanye pun dimulai, dari kubu Jokowi-Ma'ruf isu soal Freeport dan Rokan mulai dijadikan dagangan kampanye.
Dalam pidato sambutannya sebelum mendaftarkan diri di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jokowi menyebut sederet catatan di sektor pengelolaan sumber daya alam yang menjadi bukti kinerjanya selama ini.
"Kita jaga kedaulatan kita, kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) blok Rokan, Mahakam, dan mayoritas saham Freeport bukti kita berdaulat dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia," kata Jokowi di Gedung Joeang '45, Jumat (10/8/2018).
Jokowi lalu melanjutkan, soal SDA ini selama ini ia berikan bukti, bukan fiksi. "Apa yang kita kerjakan adalah bukti, bukan fiksi. Inilah pondasi yang dibangun dan perlu diteruskan dilanjutkan."
Sebenarnya, bagaimana perkembangan 3 aset tambang milik RI itu saat ini? Berikut rangkuman CNBC Indonesia.
1. Mahakam
Blok Mahakam resmi berpindah tangan ke Pertamina pada 1 Januari 2018 lalu. Sebelumnya blok dengan produksi gas berlimpah ini dikelola selama 50 tahun oleh kontraktor migas asal Perancis dan Jepang, yakni Total E&P Indonesie dan Inpex. Pertamina diberikan 100% saham blok Mahakam ke Pertamina, tetapi tetap terbuka untuk bermitra dengan kontraktor lainnya agar bisa menggenjot produksi.
Semula, Total dan Inpex dikabarkan masih akan bertahan di blok ini dengan porsi 39%. Namun tarik ulur negosiasi porsi semakin alot dan Total mengatakan tidak jadi bermitra di blok ini.
Pertamina, kini masih mencari mitra untuk menggarap blok gas raksasa ini. Untuk sisi produksi, hingga Mei lalu produksi minyak PT Pertamina Hulu Mahakam hanya mencapai 92,47%, yaitu 44.638 barel per hari dari target 48.271 barel. Sementara untuk produksi gas bumi, capaian hanya 84% yaitu 932.700 MMSCFD dari target 1,2 juta MMSCFD.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Wisnu Prabawa Taher, menyampaikan ada beberapa hal yang menjadi kendala atas belum tercapainya target yang ditetapkan. Salah satunya adalah belum selesainya program pengembangan, yang sebenarnya telah dimulai sejak masa transisi pengelolaan dari Total E&P Indonesia tahun lalu.
"Kendala di blok Mahakam sebenarnya kombinasi, bukan hanya pengembangan belum selesai, namun terkait fasilitas operasi, tiba-tiba ada mesin rusak, pipa yang harus perlu diperbaiki, macam-macam," jelas Wisnu.
2. Freeport
Divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia masih dalam tahap, yakni masih dalam batas penandatanganan kesepakatan awal berupa Head of Agreement (HoA) pada 12 Juli 2018. Nantinya, 51% saham PT Freeport Indonesia akan berada di tangan RI melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Inalum (persero) yang sekarang berperan sebagai induk BUMN tambang RI.
HoA diteken oleh Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin dan CEO Freeport McMoran, induk PTFI, Richard Adkerson. Freeport baru akan beralih ke tangan RI secara resmi jika Inalum bisa menyelasaikan proses divestasi dengan beberapa syarat.
Di antaranya adalah membayar Rp 53 triliun untuk mengakuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia.
Kapan divestasi bisa diselesaikan, belum ada jawaban pasti sampai saat ini. Inalum hanya menargetkan seluruh divestasi ini bisa selesai di akhir tahun 2018. Setidaknya ada tiga perjanjian lagi yang harus ditempuh oleh tiga pihak yang terlibat yakni PT Inalum, PTFI (PT Freeport Indonesia) dan Rio Tinto, untuk menuntaskan proses jual-beli saham itu.
Ketiga perjanjian itu adalah exchange agreement ketiga pihak, stakeholder agreement antara PT Inalum dan Freeport McMoran selaku induk PTFI, serta purchase and sale agreement.
3. Blok Rokan
Terdapat drama di balik perebutan siapa yang akan jadi pengelola di blok minyak terbesar RI ini setelah 2021 mendatang. Chevron Pasific Indonesia yang hampir seabad lamanya berada di blok ini, menginginkan untuk bertahan. Sementara PT Pertamina (Persero) mencoba peruntungan dan mengajukan proposal menandingi Chevron.
Berdasarkan data dari Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sampai April 2018 tercatat produksi minyak di blok Rokan mencapai 210.280,60 BOPD, dan produksi gas-nya sebesar 24,26 MMSCFD.
Tapi, menangnya Pertamina di blok Rokan bukan tanpa harga. Pertamina merogoh kocek cukup dalam untuk merebut blok Rokan dengan menawarkan bonus tanda tangan senilai Rp 11,3 triliun. Perlu dicatat, bonus tanda tangan ini wajib dibayar cash oleh Pertamina ke pemerintah sebulan setelah penandatanganan wilayah kerja.
Selain itu, Pertamina juga menawarkan komitmen kerja pasti sebesar Rp7,2 triliun. Pertanyaannya, dengan imbalan 220.000 barel/hari produksi Rokan (dua kali lipat dari produksi gabungan 10 blok terminasi), wajarkah Pertamina mengeluarkan bonus tanda tangan hingga Rp 11,36 triliun? Jumlah itu nyaris 15 kali lipat dari bonus tanda tangan untuk 10 blok terminasi! Wajar jika Chevron akhirnya takluk, karena jumlah bonus tanda tangan untuk Blok Rokan yang diajukan Pertamina begitu fantastis.
(gus/wed) Next Article Prabowo Vs Jokowi di Pilpres 2019 Bikin Penjualan Mobil Lesu?
Dalam pidato sambutannya sebelum mendaftarkan diri di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jokowi menyebut sederet catatan di sektor pengelolaan sumber daya alam yang menjadi bukti kinerjanya selama ini.
Jokowi lalu melanjutkan, soal SDA ini selama ini ia berikan bukti, bukan fiksi. "Apa yang kita kerjakan adalah bukti, bukan fiksi. Inilah pondasi yang dibangun dan perlu diteruskan dilanjutkan."
Sebenarnya, bagaimana perkembangan 3 aset tambang milik RI itu saat ini? Berikut rangkuman CNBC Indonesia.
1. Mahakam
Blok Mahakam resmi berpindah tangan ke Pertamina pada 1 Januari 2018 lalu. Sebelumnya blok dengan produksi gas berlimpah ini dikelola selama 50 tahun oleh kontraktor migas asal Perancis dan Jepang, yakni Total E&P Indonesie dan Inpex. Pertamina diberikan 100% saham blok Mahakam ke Pertamina, tetapi tetap terbuka untuk bermitra dengan kontraktor lainnya agar bisa menggenjot produksi.
Semula, Total dan Inpex dikabarkan masih akan bertahan di blok ini dengan porsi 39%. Namun tarik ulur negosiasi porsi semakin alot dan Total mengatakan tidak jadi bermitra di blok ini.
Pertamina, kini masih mencari mitra untuk menggarap blok gas raksasa ini. Untuk sisi produksi, hingga Mei lalu produksi minyak PT Pertamina Hulu Mahakam hanya mencapai 92,47%, yaitu 44.638 barel per hari dari target 48.271 barel. Sementara untuk produksi gas bumi, capaian hanya 84% yaitu 932.700 MMSCFD dari target 1,2 juta MMSCFD.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Wisnu Prabawa Taher, menyampaikan ada beberapa hal yang menjadi kendala atas belum tercapainya target yang ditetapkan. Salah satunya adalah belum selesainya program pengembangan, yang sebenarnya telah dimulai sejak masa transisi pengelolaan dari Total E&P Indonesia tahun lalu.
"Kendala di blok Mahakam sebenarnya kombinasi, bukan hanya pengembangan belum selesai, namun terkait fasilitas operasi, tiba-tiba ada mesin rusak, pipa yang harus perlu diperbaiki, macam-macam," jelas Wisnu.
2. Freeport
Divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia masih dalam tahap, yakni masih dalam batas penandatanganan kesepakatan awal berupa Head of Agreement (HoA) pada 12 Juli 2018. Nantinya, 51% saham PT Freeport Indonesia akan berada di tangan RI melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Inalum (persero) yang sekarang berperan sebagai induk BUMN tambang RI.
HoA diteken oleh Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin dan CEO Freeport McMoran, induk PTFI, Richard Adkerson. Freeport baru akan beralih ke tangan RI secara resmi jika Inalum bisa menyelasaikan proses divestasi dengan beberapa syarat.
Di antaranya adalah membayar Rp 53 triliun untuk mengakuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia.
Kapan divestasi bisa diselesaikan, belum ada jawaban pasti sampai saat ini. Inalum hanya menargetkan seluruh divestasi ini bisa selesai di akhir tahun 2018. Setidaknya ada tiga perjanjian lagi yang harus ditempuh oleh tiga pihak yang terlibat yakni PT Inalum, PTFI (PT Freeport Indonesia) dan Rio Tinto, untuk menuntaskan proses jual-beli saham itu.
Ketiga perjanjian itu adalah exchange agreement ketiga pihak, stakeholder agreement antara PT Inalum dan Freeport McMoran selaku induk PTFI, serta purchase and sale agreement.
3. Blok Rokan
Terdapat drama di balik perebutan siapa yang akan jadi pengelola di blok minyak terbesar RI ini setelah 2021 mendatang. Chevron Pasific Indonesia yang hampir seabad lamanya berada di blok ini, menginginkan untuk bertahan. Sementara PT Pertamina (Persero) mencoba peruntungan dan mengajukan proposal menandingi Chevron.
Berdasarkan data dari Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sampai April 2018 tercatat produksi minyak di blok Rokan mencapai 210.280,60 BOPD, dan produksi gas-nya sebesar 24,26 MMSCFD.
Tapi, menangnya Pertamina di blok Rokan bukan tanpa harga. Pertamina merogoh kocek cukup dalam untuk merebut blok Rokan dengan menawarkan bonus tanda tangan senilai Rp 11,3 triliun. Perlu dicatat, bonus tanda tangan ini wajib dibayar cash oleh Pertamina ke pemerintah sebulan setelah penandatanganan wilayah kerja.
Selain itu, Pertamina juga menawarkan komitmen kerja pasti sebesar Rp7,2 triliun. Pertanyaannya, dengan imbalan 220.000 barel/hari produksi Rokan (dua kali lipat dari produksi gabungan 10 blok terminasi), wajarkah Pertamina mengeluarkan bonus tanda tangan hingga Rp 11,36 triliun? Jumlah itu nyaris 15 kali lipat dari bonus tanda tangan untuk 10 blok terminasi! Wajar jika Chevron akhirnya takluk, karena jumlah bonus tanda tangan untuk Blok Rokan yang diajukan Pertamina begitu fantastis.
(gus/wed) Next Article Prabowo Vs Jokowi di Pilpres 2019 Bikin Penjualan Mobil Lesu?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular