Jangan Kaget, Ma'ruf Amin Ulama Yang Fasih Bicara Ekonomi

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
10 August 2018 14:01
Jangan Kaget, Ma'ruf Amin Ulama Yang Fasih Bicara Ekonomi
Foto: CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara
Jakarta, CNBC Indonesia - Ma'ruf Amin merupakan kejutan terbesar dalam pengumuman calon wakil presiden pada Kamis (9/8/2018) kemarin. Namun, jangan terkejut jika pria yang dikenal sebagai ulama besar nasional ini bisa dengan fasih bicara isu ekonomi dan bisnis.

Ketika namanya disebut oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Kamis malam, publik tercengang karena nama yang sebelumnya santer disebut adalah Mahfud MD.  

Namun siapa sangka justru cucu dari Imam Masjidil Haram di Makkah yakni Syekh Nawawi al-Bantani yang justru muncul ke permukaan. Apalagi, Ma'ruf sempat disorot karena menjadi saksi ahli yang memberatkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam sidang penistaan agama. 

Bagi pelaku usaha ekonomi dan industri perbankan-terutama yang menekuni bisnis keuangan Syariah-Ma'ruf bukanlah orang yang asing. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini pernah menjabat sebagai Ketua Harian Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI yang melahirkan puluhan fatwa seputar akad dan transaksi keuangan berbasis prinsip Islam. 

Bagi pria kelahiran 11 Maret 1943 ini, ekonomi bukanlah hal yang asing. Guru Besar Ilmu Ekonomi Muamalat Syariah di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Jawa Timur ini meraih gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) untuk bidang Hukum Ekonomi Syariah dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 

Keterlibatannya dalam ekonomi umat dimulai pada 1971 dengan menjadi Anggota Bazis (Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah) Jakarta. Di era reformasi, dia dipercaya menjadi Anggota Komite Ahli Pengembangan Bank Syariah Bank Indonesia (1999). 

Kini, dia menjadi anggota ex-Officio Komite Pengembangan Jasa Keuangan Syariah (KPJKS) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak 2014. Tugas utamanya adalah memberi rekomendasi kebijakan strategis dan operasional di bidang pengembangan jasa keuangan syariah pada OJK dan lembaga yang terkait. 

Ma'ruf saat ini juga memegang jabatan sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) di empat bank, yakni PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah, PT Bank Muamalat Tbk, dan PT Bank Mega Syariah.
Ma’ruf juga bukan orang yang baru terjun di dunia politik kemarin sore. Sepak terjangnya di perpolitikan nasional telah dimulai sejak tahun 1973 dengan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).  

Dia juga pernah menjadi anggota MPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang kini menjadi pengusung Joko Widodo menjadi Presiden. Menurut dia, pemerintah berusaha membangun ekonomi dari bawah untuk mengoreksi kesalahan pemerintahan sebelumnya.  

Berbekal keyakinan tersebut, pria berusia 73 tahun yang juga menjadi Rais 'Aam PBNU ini pun memutuskan turun gunung ke ranah eksekutif guna membantu Jokowi mengembangkan ekonomi baru Indonesia yang memberdayakan rakyat sebagaimana visinya.  

Sebelumnya, Ma’ruf hanya membantu pemerintah dalam ranah konsultasi, dengan menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Berbagai capaian itu dia gapai berkat aktivitas dan jejaringnya di organisasi massa Islam terbesar dunia yakni Nahdlatul Ulama (NU).  

Dia menjadi salah satu tokoh penting di balik pemberangusan Partai Komunis Indonesia (PKI) ketika menjadi Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Jakarta (1964-1966). Sebagaimana diketahui, GP Ansor dilibatkan oleh Jenderal Suharto untuk membasmi PKI setelah gerakan 1 Oktober 1965 yang gagal.  

Posisi ini membawa perjalanan karir organisasinya melambung dengan menjadi Ketua NU Jakarta (1966), anggota pengurus Lembaga Da’wah PBNU (1977), Katib Aam Syuriah PBNU (1989), dan Rois Syuriah PBNU (1999).  

Dengan terjun ke politik, Ma’ruf membawa misi besar ekonomi keumatan yang belakangan ini dipopulerkannya sebagai ‘arus baru'—bukan hanya ‘tetesan’ atau trickle-down effect—ekonomi nasional guna mencegah polarisasi kekayaan negeri ini ke tangan segelintir konglomerat.  

Salah satu gagasannya adalah program redistribusi aset dan kemitraan, di mana para pengusaha besar harus bermitra dengan usaha kecil dan menengah (UKM) serta koperasi. Dia juga dikenal bersuara keras melawan ketergantungan pangan terhadap impor.  

Gagasan itu digaungkannya dalam Kongres Ekonomi Umat bertema “Arus Baru Ekonomi Indonesia”, yang digelar oleh Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI pada April tahun lalu. Bisakah Ma’ruf merealisasikan visi itu lewat tiket cawapres? Kita lihat saja.***

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular