Jalan Panjang Kembalikan Devisa Hasil Ekspor ke Dalam Negeri

Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
03 August 2018 09:32
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo sempat meminta para pengusaha untuk membawa devisa hasil ekspor (DHE) kembali ke Indonesia. Permintaan itu bertujuan guna menarik devisa masuk dan menguatkan rupiah.

Hal yang sama kembali disampaikan orang nomor dua di Indonesia, Jusuf Kalla (JK), dalam sebuah diskusi ekonomi di Hotel Aryaduta Jakarta, Kamis (2/8/2018).

Bahkan, JK menilai Indonesia perlu aturan baru terkait pengaturan pengembalian DHE karena kebijakan devisa saat ini terlalu bebas. Menurut dia, salah satu penyebab nilai tukar rupiah tertekan adalah tidak bertahannya DHE di dalam negeri.

Tidak masuknya seluruh DHE akan mengurangi cadangan devisa (cadev) dan mengurangi kemampuan penambahan uang beredar. Valas yang cukup besar di sistem keuangan akan jadi pengaman nilai tukar rupiah.

"Jadi mungkin diperlukan suatu sikap yang jelas, bahwa semua ekspor harus masuk devisanya," tutur JK.

"Memang kita salah satu negara yang devisanya terlalu bebas, setelah [kebijakan] deregulasi tahun 80-an. Pada waktu krisis 1998, kita sangat mempermudah keluar masuknya devisa," lanjutnya.

JK menambahkan Indonesia memang tidak seperti negara Thailand yang menerapkan sistem rezim devisa terkendali. Dimana semua devisa hasil ekspor harus masuk ke sistem keuangan Thailand dan mengendap selama enam bulan. Kebijakan ini membuat pasokan valuta asing di pasar domestik lebih stabil.

Ditemui dalam kesempatan sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan ada beberapa hal yang membuat tidak semua devisa hasil ekspor masuk ke Indonesia. Tidak ada hak pemerintah untuk mewajibkan para eksportir membawa DHE ke pasar domestik dan tersimpan di Bank Indonesia (BI).

Darmin pun menyebut, kondisi itu menjadi penyebab bocornya ekonomi di Indonesia.

"Dalam kaidah ekonomi, kalau devisanya tidak masuk, itu bocor namanya. Ekonominya bocor. Sehingga mengurangi cadev (cadangan devisa), juga mengurangi kemampuan penambahan uang beredar," ujar Darmin.

Darmin melanjutkan, konversi DHE ke rupiah yang masuk ke Indonesia akan bagus untuk mata uang Garuda. Namun, dia merinci dari 80-81% DHE yang sudah masuk, hanya sekitar 15% yang dikonversi menjadi rupiah.

"Terus yang 70% jadi apa? Ya dia bikin tabungan, giro, dan deposito dalam dolar AS," ujarnya.

DHE yang parkir di perbankan sebenarnya tidak terlalu. menguntungkan. Bank tidak berani menjadikan dana tersebut sebagai pinjaman apalagi hanya giro, karena dananya bisa segera ditarik oleh para eksportir.

Sebagai gantinya, Darmin menyebut bank menempatkan dana tersebut di perbankan luar negeri seperti di Frankfrut, Hong Kong, dan Singapura. Di mana bunga yang diterima pun kecil, yakni antara 0,6% - 0,8%.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani, mengaku pelaku usaha sebenarnya turut mendukung peningkatan pengembalian DHE. Namun, dia mengatakan di sisi lain para pengusaha juga membutuhkan stabilitas atas nilai tukar rupiah.

Sebab bila mereka telah membawa kembali dana ke dalam negeri lalu ditukar menjadi rupiah, namun ada fluktuasi tinggi sehingga rupiah melemah akan menimbulkan kerugian.

Tak hanya itu, penyebab lain DHE masih parkir di perbankan luar negeri adalah persyaratan bank untuk pembayaran pokok utang dan bunga dari kegiatan ekspor. Walau sebenarnya bisa diatasi dengan menggunakan bank asing yang memang memiliki cabang di Indonesia, tak seluruh bank di luar negeri punya cabang di Indonesia.

"Tetapi, ada juga bank yang belum membuka cabang di sini [...], tapi pada intinya, kami tahu bahwa kalau mata uangnya terjaga dan fluktuasinya baik, yang diuntungkan juga kami para pengusaha," tutur Rosan.
(ray) Next Article BI Perpanjang Pembebasan Sanksi Bagi Eksportir hingga 2022

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular