Internasional

Korban Perang Dagang, Rusia Batal Buka Pabrik Baja di Turki

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
30 July 2018 20:05
Perang dagang yang tengah berlangsung menimbulkan ketidakpastian.
Foto: REUTERS/Stringer
Moskow, CNBC Indonesia - MMK, salah satu produsen baja terbesar Rusia, memutuskan menunda peluncuran proyek yang menguntungkan di Turki.

Andrey Eremin, Direktur Ekonomi MMK, mengatakan penundaan itu terkait ketidakpastian karena adanya perang dagang global.

Proyek yang ditunda peluncurannya itu adalah produksi baja linting panas (hot-rolled), yang diperkirakan akan menambah pendapatan inti perusahaan sebesar US$ 90 juta sampai US$ 100 juta.

"Kami telah sepenuhnya memulihkan peralatan di pabrik untuk kondisi kerja, telah menemukan semua kontrak untuk memasok energi dan bahan baku. Sayangnya, kami membuat keputusan ini sebelum AS memperkenalkan tarif terhadap perusahaan metalurgi. Kami tidak tahu bahwa ini akan terjadi," kata Eremin, dilansir dari Reuters, Senin (30/7/2018).

Komplek MMK Metalurji, yang terletak di dekat Iskanderun di pantai Mediterania Turki dan di Istanbul, dibangun oleh MMK antara 2007 hingga 2010, dengan biaya lebih dari US$2 miliar.

Produksi baja linting panas di lokasi itu ditangguhkan pada tahun 2012 di tengah kemerosotan harga baja global, tetapi akan dimulai kembali musim panas ini karena pasar telah pulih.

Sekarang MMK telah menunda peluncuran kembali, dan berencana untuk memutuskan nasibnya pada bulan November, ketika tindakan proteksionis yang diperkenalkan oleh Amerika Serikat dan Eropa dalam beberapa bulan terakhir mereda.

"Kami berharap bahwa pada titik itu, transformasi di pasar global akan berakhir dan akan ada kejelasan," kata Eremin.

Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif 25% pada baja dan 10% pada aluminium pada Maret, sebuah langkah yang ditujukan untuk membatasi impor dari China.

Pekan lalu, Uni Eropa memperkenalkan kebijakan kuota dan tarif sebagai balasan, takut dampaknya akan menimpa produsennya sendiri karena lonjakan impor baja setelah keputusan Trump.

MMK tidak terpengaruh langsung oleh langkah-langkah ini karena tidak mengekspor baja ke pasar AS dan UE, tetapi 30% produksi di pabrik Turkinya ditujukan untuk pasar Eropa dan negara-negara tetangga.

Sanksi Iran Juga Berpengaruh

Tarif bukanlah satu-satunya kebijakan Trump yang memengaruhi strategi MMK. Pembuat baja itu juga telah menghentikan pengiriman ke Iran, kata Eremin, karena sanksi baru yang dijanjikan Washington untuk diberlakukan di Teheran.

Langkah-langkah AS itu akan berlaku bulan depan dan termasuk larangan penjualan, pasokan dan transfer ke atau dari Iran untuk logam mentah atau setengah jadi.

Meskipun Kremlin menentang langkah itu dan mengatakan bahwa tindakan AS yang sepihak terhadap negara ketiga seharusnya tidak mempengaruhi bagaimana Rusia melakukan bisnis, namun awal bulan ini pedagang baja mengatakan kepada Reuters bahwa perusahaan-perusahaan logam Rusia mengurangi paling tidak sebagian penjualan akibat pelanggaran sanksi ke Iran karena takut.

MMK, yang sebelumnya mengirim gulungan baja linting panas ke Iran bersama dengan Severstal, pesaingnya dari Rusia, tidak terpengaruh oleh langkah itu, kata Eremin, karena pihaknya telah mengalihkan pengiriman ke pasar lain. Ini adalah hasil dari produksi domestik Iran yang terus meningkat dan pengurangan volume impor.

"Bahkan sebelum pengenalan sanksi, pengiriman tidak signifikan," kata Eremin. "Kami bahkan membersihkan gudang pelabuhan di mana stok dimaksudkan untuk pengiriman ke arah itu, dan menjual pasokan," katanya.


Permintaan Penurunan

Sementara itu di pasar baja domestik Rusia, MMK telah mengurangi separuh perkiraan pertumbuhan permintaan tahun ini, dari 4% menjadi 2%, kata Eremin.

"Tahun lalu, permintaan untuk produk baja dalam jangkauan kami tumbuh sekitar 6,5% di Rusia," katanya.

"Tahun ini, lajunya telah melambat, dan kami menilai itu menjadi sekitar 2% tahun ini, meskipun fakta bahwa baru-baru ini kami memperkirakan pertumbuhan menjadi 4%," kata Eremin.

MMK mengubah perkiraannya menyusul rencana pemerintah untuk menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN), dari 18% menjadi 20%.

"Intinya, PPN bisa meningkat. Kami percaya bahwa ini dapat memperlambat laju pertumbuhan permintaan baja di Rusia," kata Eremin.

(ray) Next Article Rekor Investasi RI, Hingga China Menang Atas AS di WTO

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular