Kelebihan Pasokan Hantui Harga Minyak

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
24 July 2018 10:19
Investor fokus ke isu kelebihan pasokan, membuat harga minyal turun.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman September 2018 terkoreksi 0,29% ke US$72,85/barel, sementara harga minyak light sweet kontrak September 2018 melemah 0,21% ke US$67,75 pada perdagangan hari ini Selasa (24/07/2018) hingga pukul 09.18 WIB.

Harga sang emas hitam melanjutkan tren pelemahannya, pasca ditutup anjlok pada perdagangan kemarin. Harga minyak light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) kontrak September (yang baru saja menggantikan kontrak Agustus yang kadalauarsa) bahkan harus terlempar jauh dari level US$70-an/barel.

Sebenarnya harga minyak sempat terkerek naik, seiring munculnya sentimen positif dari meningkatnya tensi AS dan Iran.

Seperti diketahui, AS sudah keluar dari perjanjian nuklir dengan Iran dan kemungkinan akan menjatuhkan sanksi bagi Teheran. Iran pun semakin lama semakin keras menghadapi ancaman AS.

"Tuan Trump, tolong jangan bermain-main dengan ekor singa karena hanya akan membawa penyesalan. AS harus tahu bahwa perdamaian dengan Iran adalah biangnya damai, sementara peperangan dengan Iran adalah biangnya perang," tegas Hassan Rouhani, Presiden Iran, dalam acara pembekalan kepada para diplomat, dikutip dari Reuters.

Trump membalas pernyataan itu melalui cuitan di Twitter. Bukan cuitan sembarang cuitan, karena ditulis dalam huruf kapital yang menandakan kemarahan.

"JANGAN PERNAH LAGI MENGANCAM AS ATAU ANDA AKAN MENGALAMI KONSEKUENSI YANG BELUM PERNAH TERJADI SEBELUMNYA. KAMI BUKAN LAGI NEGARA YANG BISA BERDIAM ATAS PERKATAAN ANDA YANG MENYEBARKAN KEKERASAN DAN KEMATIAN. WASPADALAH!" tegas Trump.

Namun sentimen memanasnya hubungan Washington-Teheran tidak bertahan lama. Kini investor lebih fokus ke isu kelebihan pasokan, yang akhirnya membuat harga minyak turun.

Arab Saudi dan sejumlah negara produsen minyak lainnya sedang menggiatkan produksi sebagai kompensasi jika pasokan dari Iran berkurang seiring sanksi yang kemungkinan dijatuhkan pada November.

Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) melaporkan peningkatan produksi sebesar 173.000 barel per hari (bph) menjadi 32,3 juta bph, pada bulan Juni 2018. Jumlah itu merupakan yang tertinggi sejak akhir 2016.

Tidak cukup sampai di sana, berdasarkan dua sumber yang familiar dengan masalah ini, tingkat kepatuhan pemangkasan produksi minyak oleh OPEC dan mitra produsen non-OPEC, telah turun di kisaran 120% pada bulan Juni lalu, dari 147% di Bulan Mei, seperti dikutip dari Reuters.

Sebagai informasi, sejak awal 2017, OPEC dan mitra produsen non-OPEC (termasuk Rusia) sepakat untuk mengurangi produksi minyaknya untuk mengerek harga minyak global yang terpuruk kala itu. Namun, kini secara perlahan OPEC dan mitra produsen non-OPEC mulai membuka kembali keran produksinya.

Kemudian, cadangan minyak AS juga diperkirakan naik, meski data resmi baru keluar pada Rabu (25/07/2018) waktu setempat. Menurut Genscape, salah satu trader minyak di AS, pasokan minyak ke penampungan Cushing (Oklahoma) terus meningkat sepanjang pekan lalu.

Selain dari faktor fundamental, faktor lainnya yang mejadi pemberat harga sang emas hitam datang dari peringatan G20.

Menteri keuangan dan pejabat bank sentral dari 20 perekonomian besar dunia menutup pertemuan dua hari mereka di Buenos Aires hari Minggu (22/7/2018) dengan peringatan bahwa "ketegangan perdagangan dan politik yang meningkat" mengancam pertumbuhan ekonomi.

Munculnya persepsi akan ketidakpastian ekonomi dan perdagangan lantas memicu kekhawatiran investor akan terganggunya arus perdagangan global, termasuk mendisrupsi permintaan komoditas minyak mentah yang menjadi sumber energi utama dunia. Hal ini lantas mendorong investor berperilaku defensif, dan menahan pembelian.

(ray) Next Article Beri Sanksi, AS Tutup Ekspor Minyak Iran di Pasar Global

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular