
Industri Spare Parts Ingin Ikut Kembangkan Mobil Listrik
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
18 July 2018 19:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Perkumpulan Industri Kecil-Menengah Komponen Otomotif (PIKKO) ingin terlibat dalam peta jalan pengembangan kendaraan rendah emisi karbon (low-carbon emission vehicle/LCEV) yang dirintis pemerintah.
Alasannya, ada 122 anggota PIKKO di mana sekitar 60 perusahaan memproduksi komponen untuk industri otomotif konvensional. Perubahan industri otomotif ke arah mobil listrik (battery electric vehicle/BEV) ditakutkan akan menghancurkan industri komponen otomotif lokal.
"Kita sudah memasok komponen ke grup Astra kurang lebih 20 tahun Ada yang membuat komponen dari material metal, plastik, karet, dan sebagainya. Untuk mobil listrik, kita tidak tahu proyeksi ke depannya bahan baku apa yang paling banyak dipakai, metal, plastik atau yang lain?" ujar Dewan Pengawas PIKKO, Wan Fauzi di Jakarta, Rabu (18/7/2018).
Selama ini, PIKKO bermain di pasar komponen otomotif tier 2 dan tier 3, sementara tier 1 didominasi anak perusahaan Agen Pemegang Merk (APM) asal Jepang. Wan berharap, dengan perubahan industri ke arah LCEV, PIKKO dapat "naik kelas" menjadi pemasok komponen tier 1. Masalahnya, saat ini belum ada kejelasan APM mana yang akan bermain di pasar mobil listrik.
"Sekarang kita belum tahu APM yang mau memproduksi LCEV apakah APM asing sendiri, joint-venture dengan lokal, atau lokal sendiri. Kalau APM asing, mereka ini kan tentunya sudah punya perencanaan masing-masing. Seperti Toyota, Daihatsu, mereka pasti [serap komponen] dari anak usahanya sendiri," jelas Wan.
Dia mengaku, industri manufaktur komponen tentu akan mengikuti perubahan trend industri otomotif . Untuk itu, mereka membutuhkan insentif bagi investasi di bidang LCEV yang tentunya membutuhkan teknologi tinggi dan know-how yang berbeda dengan kendaraan konvensional.
"Contohnya seperti dudukan untuk baterai kan pasti berubah komponennya. Jadi untuk kita juga berubah teknologinya, kan kita butuh investasi. Nah ini kami butuh bantuan pemerintah terkait insentif atau yang lain," imbuhnya.
Insentif yang diinginkan PIKKO antara lain berupa kemudahan fasilitas kredit ke bank. Selain itu, Wan juga meminta agar seluruh IKM komponen otomotif dapat ditempatkan di satu kawasan industri untuk menekan biaya logistik.
"Kita minta ada satu kawasan industri komponen supaya delivery-nya mudah, karena selama ini banyak biaya yang terbuang untuk logistik dan delivery," ujarnya.
Wan mengaku, apabila mobil listrik diproduksi di tanah air menggunakan komponen lokal, dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi, IKM komponen lokal akan ikut menerima manfaatnya. Selama ini, sekitar 80% material komponen otomotif masih diimpor, seperti plat baja tipis dan stainless steel.
"Selama ini kalau masih impor tentu lebih mahal, apalagi kurs dolar kan lagi tinggi. Dari harga komponen, 80-90% itu harga materialnya. Jadi biaya processing kita itu kecil, marginnya dapat 5% saja sudah syukur," pungkasnya.
(dru) Next Article Mitsubishi: Studi untuk Melihat Kesiapan Mobil Listrik di RI
Alasannya, ada 122 anggota PIKKO di mana sekitar 60 perusahaan memproduksi komponen untuk industri otomotif konvensional. Perubahan industri otomotif ke arah mobil listrik (battery electric vehicle/BEV) ditakutkan akan menghancurkan industri komponen otomotif lokal.
"Kita sudah memasok komponen ke grup Astra kurang lebih 20 tahun Ada yang membuat komponen dari material metal, plastik, karet, dan sebagainya. Untuk mobil listrik, kita tidak tahu proyeksi ke depannya bahan baku apa yang paling banyak dipakai, metal, plastik atau yang lain?" ujar Dewan Pengawas PIKKO, Wan Fauzi di Jakarta, Rabu (18/7/2018).
"Sekarang kita belum tahu APM yang mau memproduksi LCEV apakah APM asing sendiri, joint-venture dengan lokal, atau lokal sendiri. Kalau APM asing, mereka ini kan tentunya sudah punya perencanaan masing-masing. Seperti Toyota, Daihatsu, mereka pasti [serap komponen] dari anak usahanya sendiri," jelas Wan.
Dia mengaku, industri manufaktur komponen tentu akan mengikuti perubahan trend industri otomotif . Untuk itu, mereka membutuhkan insentif bagi investasi di bidang LCEV yang tentunya membutuhkan teknologi tinggi dan know-how yang berbeda dengan kendaraan konvensional.
"Contohnya seperti dudukan untuk baterai kan pasti berubah komponennya. Jadi untuk kita juga berubah teknologinya, kan kita butuh investasi. Nah ini kami butuh bantuan pemerintah terkait insentif atau yang lain," imbuhnya.
Insentif yang diinginkan PIKKO antara lain berupa kemudahan fasilitas kredit ke bank. Selain itu, Wan juga meminta agar seluruh IKM komponen otomotif dapat ditempatkan di satu kawasan industri untuk menekan biaya logistik.
"Kita minta ada satu kawasan industri komponen supaya delivery-nya mudah, karena selama ini banyak biaya yang terbuang untuk logistik dan delivery," ujarnya.
Wan mengaku, apabila mobil listrik diproduksi di tanah air menggunakan komponen lokal, dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi, IKM komponen lokal akan ikut menerima manfaatnya. Selama ini, sekitar 80% material komponen otomotif masih diimpor, seperti plat baja tipis dan stainless steel.
"Selama ini kalau masih impor tentu lebih mahal, apalagi kurs dolar kan lagi tinggi. Dari harga komponen, 80-90% itu harga materialnya. Jadi biaya processing kita itu kecil, marginnya dapat 5% saja sudah syukur," pungkasnya.
(dru) Next Article Mitsubishi: Studi untuk Melihat Kesiapan Mobil Listrik di RI
Most Popular