
Internasional
Investasi Properti China di Bulan Juni Lesu, Ini Sebabnya
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
16 July 2018 13:17

Beijing, CNBC Indonesia - Investasi properti China mencatatkan pertumbuhan terendah dalam satu semester di bulan Juni saat para pengembang menghadapi pembatasan baru dan pengetatan persyaratan pendanaan. Hal tersebut mengisyaratkan salah satu kunci pendorong perekonomian mulai lesu.
Pertumbuhan investasi real estate, yang sebagian besar fokusnya tidak hanya pada perumahan tapi juga komersial dan perkantoran, turun 8,4% di bulan Juni secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan kenaikan 9,8% di bulan Mei, menurut perhitungan Reuters berdasarkan data dari Biro Statistik Nasional (National Bureau of Statistics/NBS) yang dirilis hari Senin (16/7/2018).
Otoritas China sudah berupaya meredakan bubble perumahan sejak tahun 2016, sebagai bagian dari upaya yang lebih luas guna melunakkan risiko keuangan dari penumpukan utang selama bertahun-tahun.
Namun, para pembuat kebijakan sudah berhati-hati agar tidak memicu kejatuhan mendadak dan waspada terhadap konsekuensi perekonomian yang sudah melambat.
Pertumbuhan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu berisiko kehilangan momentum ketika otoritas mencoba menjinakkan kredit domestik yang tumbuh pesat. Apalagi, perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) bisa berdampak ke proyeksi ekonomi.
Perekonomian China tumbuh 6,7% di kuartal kedua dari tahun sebelumnya, menurut data yang dirilis hari Senin.
Entitas utama pemerintah China sudah menginisiasikan serangkaian tindakan keras terhadap penyimpangan properti di 30 kota besar sejak Juli sampai akhir Desember. Langkah tersebut diambil ketika harga rumah baru mencatatkan pertumbuhan tercepat dalam setahun di bulan Mei.
Penjualan properti berdasarkan area lantai naik 4,5% di bulan Juni dari setahun sebelumnya, tetapi turun dari pertumbuhan 8% di bulan Mei, menurut perhitungan Reuters berdasarkan data NBS.
Kementerian Perumahan China pada hari Kamis (12/7/2018) mengatakan akan membatasi subsidi di kota-kota dengan pasar properti yang laku keras untuk meruntuhkan proyek-proyek baru dan membangun kembali perkotaan kumuh. Subsidi menjadi sumber signifikan dari permintaan properti yang menyebabkan pembelian borongan, terutama di kota-kota kecil.
China sudah menyuntikkan ratusan miliar dolar pinjaman kebijakan untuk kembali membangun perkotaan kumuh, mendorong kompensasi uang tunai bagi para penduduk untuk membeli rumah baru ketika rumah mereka diruntuhkan.
Para pengembang juga menghadapi lingkungan pendanaan yang lebih ketat karena China mencoba mengendalikan pembiayaan utang luar negeri yang berlebihan. Selain itu, kampanye penurunan risiko secara signifikan meningkatkan ongkos pendanaan dalam negeri.
Mengisyaratkan kepercayaan diri para pengembang properti yang memudar, pembangunan baru yang dimulai berdasarkan ukuran area lantai naik 15% di bulan Juni dari setahun sebelumnya dan turun dari 20,5% di bulan Mei, berdasarkan perhitungan Reuters.
(prm) Next Article Dua Raksasa Properti China 'Ambruk', Gagal Bayar Rp 23 T
Pertumbuhan investasi real estate, yang sebagian besar fokusnya tidak hanya pada perumahan tapi juga komersial dan perkantoran, turun 8,4% di bulan Juni secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan kenaikan 9,8% di bulan Mei, menurut perhitungan Reuters berdasarkan data dari Biro Statistik Nasional (National Bureau of Statistics/NBS) yang dirilis hari Senin (16/7/2018).
Otoritas China sudah berupaya meredakan bubble perumahan sejak tahun 2016, sebagai bagian dari upaya yang lebih luas guna melunakkan risiko keuangan dari penumpukan utang selama bertahun-tahun.
Pertumbuhan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu berisiko kehilangan momentum ketika otoritas mencoba menjinakkan kredit domestik yang tumbuh pesat. Apalagi, perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) bisa berdampak ke proyeksi ekonomi.
Perekonomian China tumbuh 6,7% di kuartal kedua dari tahun sebelumnya, menurut data yang dirilis hari Senin.
Entitas utama pemerintah China sudah menginisiasikan serangkaian tindakan keras terhadap penyimpangan properti di 30 kota besar sejak Juli sampai akhir Desember. Langkah tersebut diambil ketika harga rumah baru mencatatkan pertumbuhan tercepat dalam setahun di bulan Mei.
Penjualan properti berdasarkan area lantai naik 4,5% di bulan Juni dari setahun sebelumnya, tetapi turun dari pertumbuhan 8% di bulan Mei, menurut perhitungan Reuters berdasarkan data NBS.
Kementerian Perumahan China pada hari Kamis (12/7/2018) mengatakan akan membatasi subsidi di kota-kota dengan pasar properti yang laku keras untuk meruntuhkan proyek-proyek baru dan membangun kembali perkotaan kumuh. Subsidi menjadi sumber signifikan dari permintaan properti yang menyebabkan pembelian borongan, terutama di kota-kota kecil.
China sudah menyuntikkan ratusan miliar dolar pinjaman kebijakan untuk kembali membangun perkotaan kumuh, mendorong kompensasi uang tunai bagi para penduduk untuk membeli rumah baru ketika rumah mereka diruntuhkan.
Para pengembang juga menghadapi lingkungan pendanaan yang lebih ketat karena China mencoba mengendalikan pembiayaan utang luar negeri yang berlebihan. Selain itu, kampanye penurunan risiko secara signifikan meningkatkan ongkos pendanaan dalam negeri.
Mengisyaratkan kepercayaan diri para pengembang properti yang memudar, pembangunan baru yang dimulai berdasarkan ukuran area lantai naik 15% di bulan Juni dari setahun sebelumnya dan turun dari 20,5% di bulan Mei, berdasarkan perhitungan Reuters.
(prm) Next Article Dua Raksasa Properti China 'Ambruk', Gagal Bayar Rp 23 T
Most Popular