Temasek: AS Mungkin Hadapi Resesi Meski Tanpa Perang Dagang
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
11 July 2018 13:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Kemungkinan resesi di Amerika Serikat (AS) dalam dua hingga tiga tahun ke depan telah meningkat secara signifikan, bahkan jika ketegangan yang sedang berlangsung dengan China tidak memanas menjadi perang dagang penuh, menurut perusahaan investasi milik Singapura, Temasek Holdings.
Pertumbuhan di AS masih kuat tetapi negara ini sudah terlambat dalam siklus ekspansi ekonomi di mana terjadi pengetatan pasar tenaga kerja dan perusahaan menghadapi kenaikan biaya, kata Rohit Sipahimalani, kepala strategi portofolio dan kelompok risiko.
Mempertimbangkan keadaan itu, bank sentral AS Federal Reserve akan harus menaikkan suku bunga untuk mencegah kekacauan ekonomi dan itu bisa menjadi tindakan penyeimbangan yang sulit, katanya kepada CNBC International hari Selasa setelah rilis laporan tahunan perusahaan.
"Sangat sulit untuk mengelolanya, untuk memastikan bahwa Anda memperlambat ekonomi tetapi tidak terlalu banyak," kata Sipahimalani, yang juga kepala bisnis India di Temasek.
"Dan kemudian Anda menambahkan ke masalah itu, kekhawatiran seputar perang dagang ... bahkan jika kita tidak memiliki perang dagang dan pada akhirnya masalah diselesaikan, tapi tetap saja hal itu memengaruhi kepercayaan investor, memengaruhi kepercayaan diri perusahaan, dan berdampak pada kepercayaan konsumen. Itu saja bisa menyebabkan resesi," tambahnya, dilansir dari CNBC International.
Komentar Sipahimalani dibuat sebelum pemerintah Trump mengumumkan akan memberlakukan tarif 10% pada US$200 miliar barang-barang China. Pekan lalu, tarif AS pada US$34 miliar barang-barang China mulai berlaku. Beijing segera membalas menerapkan tarif dengan jumlah yang sama dari produk Amerika.
Mengingat situasi yang semakin menantang di masa depan, Temasek pada hari Selasa mengatakan akan memperlambat investasinya di tahun mendatang.
"Selama beberapa bulan ke depan, kami melihat ketegangan ini terus berlanjut dan, sejauh itu, itu adalah risiko yang sangat kami sadari," kata Sipahimalani.
Temasek adalah salah satu investor negara yang paling diawasi ketat dengan portofolio senilai US$235 miliar. Perusahaan ini memiliki saham di perusahaan-perusahaan besar termasuk Standard Chartered Bank dan Industrial and Commercial Bank of China. Temasek semakin aktif di bidang teknologi dan baru-baru ini menjadi investor utama dalam penggalangan dana US$14 miliar oleh Ant Financial China.
(prm) Next Article AS dan Vietnam Lagi Ribut Dagang, Indonesia Bisa Cuan!
Pertumbuhan di AS masih kuat tetapi negara ini sudah terlambat dalam siklus ekspansi ekonomi di mana terjadi pengetatan pasar tenaga kerja dan perusahaan menghadapi kenaikan biaya, kata Rohit Sipahimalani, kepala strategi portofolio dan kelompok risiko.
Mempertimbangkan keadaan itu, bank sentral AS Federal Reserve akan harus menaikkan suku bunga untuk mencegah kekacauan ekonomi dan itu bisa menjadi tindakan penyeimbangan yang sulit, katanya kepada CNBC International hari Selasa setelah rilis laporan tahunan perusahaan.
"Dan kemudian Anda menambahkan ke masalah itu, kekhawatiran seputar perang dagang ... bahkan jika kita tidak memiliki perang dagang dan pada akhirnya masalah diselesaikan, tapi tetap saja hal itu memengaruhi kepercayaan investor, memengaruhi kepercayaan diri perusahaan, dan berdampak pada kepercayaan konsumen. Itu saja bisa menyebabkan resesi," tambahnya, dilansir dari CNBC International.
Komentar Sipahimalani dibuat sebelum pemerintah Trump mengumumkan akan memberlakukan tarif 10% pada US$200 miliar barang-barang China. Pekan lalu, tarif AS pada US$34 miliar barang-barang China mulai berlaku. Beijing segera membalas menerapkan tarif dengan jumlah yang sama dari produk Amerika.
Mengingat situasi yang semakin menantang di masa depan, Temasek pada hari Selasa mengatakan akan memperlambat investasinya di tahun mendatang.
"Selama beberapa bulan ke depan, kami melihat ketegangan ini terus berlanjut dan, sejauh itu, itu adalah risiko yang sangat kami sadari," kata Sipahimalani.
Temasek adalah salah satu investor negara yang paling diawasi ketat dengan portofolio senilai US$235 miliar. Perusahaan ini memiliki saham di perusahaan-perusahaan besar termasuk Standard Chartered Bank dan Industrial and Commercial Bank of China. Temasek semakin aktif di bidang teknologi dan baru-baru ini menjadi investor utama dalam penggalangan dana US$14 miliar oleh Ant Financial China.
(prm) Next Article AS dan Vietnam Lagi Ribut Dagang, Indonesia Bisa Cuan!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular