Memanas, Ini Pernyataan Resmi AS Soal Tarif Baru ke China

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
11 July 2018 09:30
Perang dagang AS - China kembali memanas.
Foto: REUTERS/Aly Song
Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat yang dipimpin Presiden Donald Trump mengumumkan pengenaan tarif 10% untuk produk China senilai US$ 200 miliar.

Pengumuman itu disampaikan Selasa (10/7/2018) waktu setempat.

Tarif tersebut belum berlaku, dan terlebih dahulu akan melalui evaluasi dengan jadwal rapat dengar pendapat pada 20-23 Agustus 2018.

Sejumlah produk yang dibidik tarif itu merupakan bagian dari program Made in China 2025. Program itu sendiri merupakan rencana strategis bagi China untuk menjadi pemimpin kunci pada industri global termasuk sektor teknologi.


Berikut pernyataan resmi Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer terkait dengan rencana pengenaan tarif tersebut:

"Pada Jumat [pekan lalu], sebagai respons dari praktik tidak adil China, Amerika Serikat mulai mengenakan tarif 25% untuk sekitar US$ 34 miliar produk impor dari China.

Tarif itu pada akhirnya akan mencakup hingga US$ 50 miliar produk impor China, setelah ada kesimpulan dari proses hukum. Produk-produk ditargetkan oleh tarif ini adalah produk yang mendapat manfaat dari kebijakan industri China, dan praktik transfer teknologi yang memaksa.

Sejak [pengenaan tarif] itu, China kemudian melakukan tindakan balasan [retaliasi] ke Amerika Serikat dengan mengenakan tarif pada US$ 34 miliar produk AS yang diekspor ke China, dan membidik akan mengenakan tarif lagi terhadap US$ 16 miliar produk. China melakukan ini tanpa dasar hukum atau pembenaran internasional.

Sebagai akibat tindakan pembalasan China dan kegagalan untuk mengubah praktiknya, Presiden telah memerintahkan USTR [United States Representative] untuk memulai proses penerapan tarif 10% pada tambahan impor China senilai US$ 200 miliar. Ini adalah tanggapan yang tepat di bawah wewenang Section 301 untuk menghapuskan kebijakan industri berbahaya China.

USTR akan memproses pemberitahuan dan komentar publik yang transparan dan komprehensif sebelum pengenaan tarif final, seperti yang kami lakukan untuk tarif sebelumnya.

Pada 14 Agustus 2017, Presiden Trump menginstruksikan USTR untuk memulai proses Section 301. Selama bertahun-tahun, China telah menjalankan praktik perdagangan yang kejam terkait dengan kekayaan intelektual dan inovasi. USTR melakukan penyelidikan menyeluruh selama periode 8 bulan, termasuk dengar pendapat dan submission.

Dalam laporan setebal 200 halaman yang terperinci, USTR menemukan bahwa China telah terlibat dalam kebijakan yang menghasilkan transfer dan pencurian kekayaan intelektual dan teknologi di mana merugikan ekonomi kami [AS] dan masa depan pekerja dan bisnis kami.

Laporan Section 301 USTR menemukan bahwa kebijakan dan praktik China memaksa para inovator AS untuk menyerahkan teknologi dan pengetahuan mereka sebagai bayaran untuk melakukan bisnis di China.

China juga menggunakan cara non-ekonomi untuk mendapatkan teknologi AS, seperti menggunakan dana milik negara dan perusahaan untuk membeli perusahaan Amerika dan memberlakukan persyaratan lisensi properti intelektual yang memberatkan di China.

Laporan USTR juga menemukan bahwa pemerintah China mensponsori pencurian teknologi AS untuk keuntungan komersial.

Praktik-praktik ini adalah ancaman eksistensial terhadap keunggulan komparatif paling penting Amerika dan masa depan ekonomi kami: kekayaan intelektual dan teknologi kami.

Selama lebih dari setahun, Pemerintahan Trump dengan sabar mendesak China untuk menghentikan praktik tidak adil, membuka pasarnya, dan terlibat dalam persaingan pasar sebenarnya. China harus melakukannya. Sayangnya, China tidak mengubah perilaku-perilaku yang membuat masa depan ekonomi AS dalam bahaya. Bukannya mengatasi kekhawatiran kami yang besar, China malah membalas mengenakan tarif terhadap produk AS. Tidak ada pembenaran untuk tindakan seperti itu.

Seperti di masa lalu, Amerika Serikat bersedia terlibat dalam upaya yang dapat membawa kami kepada resolusi mengenai kekhawatiran kami tentang praktik perdagangan China yang tidak adil dan agar China membuka pasarnya untuk barang dan jasa AS. Sementara itu, kami akan tetap waspada dalam membela kemampuan kami untuk bersaing secara adil dan timbal balik."




(ray/ray) Next Article AS dan Vietnam Lagi Ribut Dagang, Indonesia Bisa Cuan!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular