
Duh, Ribut-ribut Mahalnya Avtur Pertamina Terulang Kembali
Raydion Subiantoro, CNBC Indonesia
10 July 2018 13:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo merilis kebijakan agar Indonesia siap menghadapi perang dagang. Salah satu kebijakan itu adalah mendorong pengembangan pariwisata.
Pengembangan pariwisata sendiri dinilai dapat dilakukan dengan mendukung operasional maskapai penerbangan berbiaya hemat (low-cost carrier/LCC), di antaranya melalui harga avtur yang lebih rendah.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sendiri hari ini, Selasa (10/7/2018), mengungkapkan bahwa harga avtur Pertamina lebih mahal 20% jika dibandingkan dengan luar negeri.
Polemik soal harga avtur ini bukan hanya kali ini saja terjadi. Beberapa kali, negeri ini riuh karena ribut-ribut soal avtur seperti yang terjadi pada 2015 silam.
Ribut-ribut pada tahun itu sempat menyebabkan hubungan dua BUMN sempat memanas, yaitu antara Pertamina dan PT Angkasa Pura II selaku pengelola sejumlah bandara termasuk Soekarno-Hatta.
Awalnya, Ignasius Jonan yang menjabat sebagai Menteri Perhubungan mengungkapkan harga avtur Pertamina tergolong mahal, berdasarkan dari informasi yang ada.
Menjawab hal itu, Ahmad Bambang yang kala itu sebagai Direktur Pemasaran Pertamina mengungkapkan dua faktor yang menyebabkan harga avtur perseroan menjadi lebih mahal termasuk di Soekarno-Hatta.
Pertama, kata dia, karena kilang minyak di Indonesia rata-rata sudah tua sehingga harga pokok avtur produksi dari kilang sudah lebih mahal 5% dari harga internasional.
Kedua, karena ada biaya yang dibebankan oleh pengelola bandara seperti PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II. Pertamina menyebut biaya ini sebagai throughput fee.
"Throughtput fee ini memang jumlahnya hanya beberapa rupiah per liter, tapi total jumlahnya besar dan menyumbang tambahan biaya beberapa persen dari harga avtur," ujarnya pada 14 September 2015, dikutip dari detikcom.
Menjawab hal ini, AP II merespons dengan menerbitkan siaran pers yang menyatakan fee yang dikenakan ke Pertamina tidak besar.
AP II menjelaskan throughput fee dibayar Pertamina karena penggunaan fasilitas di bandara supaya avtur dapat sampai ke pesawat.
Melalui ketentuan throughput fee diatur bahwa setiap dari liter avtur yang terdistribusi, maka Pertamina harus membayar Rp 33/liter di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, lalu Rp 10/liter di Bandara Internasional Kualanamu, dan bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Bandara Halim Perdanakusuma Rp 5/liter.
AP II menyatakan nilai throughput fee tersebut jelas sangat kecil porsinya apabila dibandingkan dengan total tarif avtur per liter yang dijual ke maskapai.
Kini, isu kembali berulang di mana Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta agar Pertamina menurunkan avtur agar Indonesia siap menghadapi perang dagang.
(ray/dru) Next Article Fix! Mulai Hari Ini, Penumpang Pesawat Internasional Dibatasi
Pengembangan pariwisata sendiri dinilai dapat dilakukan dengan mendukung operasional maskapai penerbangan berbiaya hemat (low-cost carrier/LCC), di antaranya melalui harga avtur yang lebih rendah.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sendiri hari ini, Selasa (10/7/2018), mengungkapkan bahwa harga avtur Pertamina lebih mahal 20% jika dibandingkan dengan luar negeri.
Ribut-ribut pada tahun itu sempat menyebabkan hubungan dua BUMN sempat memanas, yaitu antara Pertamina dan PT Angkasa Pura II selaku pengelola sejumlah bandara termasuk Soekarno-Hatta.
Awalnya, Ignasius Jonan yang menjabat sebagai Menteri Perhubungan mengungkapkan harga avtur Pertamina tergolong mahal, berdasarkan dari informasi yang ada.
Menjawab hal itu, Ahmad Bambang yang kala itu sebagai Direktur Pemasaran Pertamina mengungkapkan dua faktor yang menyebabkan harga avtur perseroan menjadi lebih mahal termasuk di Soekarno-Hatta.
Pertama, kata dia, karena kilang minyak di Indonesia rata-rata sudah tua sehingga harga pokok avtur produksi dari kilang sudah lebih mahal 5% dari harga internasional.
Kedua, karena ada biaya yang dibebankan oleh pengelola bandara seperti PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II. Pertamina menyebut biaya ini sebagai throughput fee.
"Throughtput fee ini memang jumlahnya hanya beberapa rupiah per liter, tapi total jumlahnya besar dan menyumbang tambahan biaya beberapa persen dari harga avtur," ujarnya pada 14 September 2015, dikutip dari detikcom.
Menjawab hal ini, AP II merespons dengan menerbitkan siaran pers yang menyatakan fee yang dikenakan ke Pertamina tidak besar.
AP II menjelaskan throughput fee dibayar Pertamina karena penggunaan fasilitas di bandara supaya avtur dapat sampai ke pesawat.
Melalui ketentuan throughput fee diatur bahwa setiap dari liter avtur yang terdistribusi, maka Pertamina harus membayar Rp 33/liter di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, lalu Rp 10/liter di Bandara Internasional Kualanamu, dan bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Bandara Halim Perdanakusuma Rp 5/liter.
AP II menyatakan nilai throughput fee tersebut jelas sangat kecil porsinya apabila dibandingkan dengan total tarif avtur per liter yang dijual ke maskapai.
Kini, isu kembali berulang di mana Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta agar Pertamina menurunkan avtur agar Indonesia siap menghadapi perang dagang.
(ray/dru) Next Article Fix! Mulai Hari Ini, Penumpang Pesawat Internasional Dibatasi
Most Popular