Internasional

Perang Dagang Meletus, Petani AS Akan Jadi Korban

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
06 July 2018 11:58
Sektor agrikultur telah menurun selama lebih dari satu dekade. Laba pertanian AS diperkirakan mencapai level terendah dalam 12 tahun di tahun 2018 ini.
Foto: REUTERS/Andres Stapff
Jakarta, CNBC Indonesia - Bea masuk 25% yang dikenakan Amerika Serikat (AS) terhadap berbagai produk China senilai US$34 miliar (Rp 489,6 triliun) telah berlaku sejak pukul 24:01 dini hari EST pada hari Jumat (6/7/2018) waktu setempat. Beijing telah mengonfirmasi akan menerapkan tarif balasannya segera.

Keputusan itu membuat petani AS terancam.

"Masyarakat pedesaan bergantung pada pertanian. Pertanian adalah darah di hidup mereka," kata Casey Guernsey, seorang peternak sapi generasi ketujuh di wilayah Missouri-Kansas-Iowa, kepada CNBC International.

Tarif baru China akan dikenakan pada beberapa produk pertanian Amerika, termasuk kedelai, gandum, jagung, kapas dan daging babi, serta mobil AS.

Tarif impor Beijing pada akhirnya dapat menyerang petani di negara bagian Missouri senilai total US$138 juta setiap tahunnya di banyak bisnis, kata Guernsey, pemilik pertanian keluarga CL Guernsey.


Satu dari empat babi yang dibesarkan di AS dijual ke luar Amerika, dan China merupakan konsumen babi utama dunia. Missouri merupakan satu dari 10 negara bagian yang paling banyak memproduksi babi.

"Kami tidak dapat menerima kenaikan harga apapun," kata Gurnsey hari Kamis. "Perbedaan antara memperoleh dan kehilangan uang menurut setiap orang adalah kadang-kadang hanya sebesar beberapa dolar. Dan setiap saat Anda memperhatikan tarif seperti ini, hal ini dapat menghambat operasi usaha."

Faktanya, bea masuk Trump mungkin hanya akan memperburuk situasi beberapa petani. Sektor agrikultur telah menurun selama lebih dari satu dekade. Laba pertanian AS diperkirakan mencapai yang terendah dalam 12 tahun di tahun 2018 ini, menurut departemen Pertanian, melansir CNBC International.

Tarif pertama yang diusulkan presiden Donald Trump bulan Maret lalu merupakan upaya dalam memperbaiki apa yang disebutnya sebagai praktik perdagangan tidak adil dan bertujuan mensejahterakan pemilik bisnis dan juga konsumen AS.

Tarif terhadap Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa mulai berlaku pada 1 Juni. Setelahnya, Meksiko, Kanada, dan Uni Eropa telah mengenakan tarif balasan yang menargetkan produk seperti pertanian, baja, sepeda motor dan alkohol.

Guernsey mengatakan dia telah melihat dampak negatifnya menimpa komunitas pertanian. Meksiko merupakan salah satu partner utama yag memproduksi daging sapi. "Dan kami tidak bisa menerima kehilangan pasar itu," kata Guernsey.

Ia berencana membangun lumbung baru tahun ini, tetapi mengatakan hal itu sekarang tidak lagi layak secara ekonomi. Di antara pelanggan pertaniannya di Missouri, dia mengatakan banyak yang menjual stok pembibitan mereka.

"Dan hal itu memiliki dampak jangka panjang, bukan hanya untuk pertanian mereka, namun juga untuk kita dan seluruh komunitas," kata Guernsey.
Tidak berhenti di situ. Trump juga ternyata tengah menyiapkan serangan terhadap hubungan perdagangan AS dengan Indonesia.


Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Hubungan Internasional, Shinta Kamdani, mengatakan pada hari Kamis (5/7/2018) Negeri Paman Sam tengah mengevaluasi produk-produk Indonesia yang mendapat kemudahan di negara tersebut.

"GSP [generalized system of preference] kita sedang direview, dan ada sekitar 124 produk dan sektor yang saat ini sedang dalam review, termasuk di dalamnya kayu plywood, cotton, macam-macam."

"Ada juga produk-produk pertanian, udang dan kepiting kalau enggak salah. Ini saya lagi lihat daftarnya juga," kata Shinta.

Simak fakta dan data perang dagang AS-China di sini: Rangkaian Kejadian Penyebab Perang Dagang AS-China


(prm) Next Article AS dan Vietnam Lagi Ribut Dagang, Indonesia Bisa Cuan!

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular