Piala Dunia 2018

Memukau di Piala Dunia, Ini Kunci Bangkitnya Sepakbola Jepang

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 July 2018 11:31
Memukau di Piala Dunia, Ini Kunci Bangkitnya Sepakbola Jepang
Foto: REUTERS/Jorge Silva
Jakarta, CNBC Indonesia - Laga seru terjadi di babak 16 besar Piala Dunia 2018 antara Jepang melawan Belgia. Jepang harus mengakui keunggulan Belgia dengan skor 2-3 meski Tim Samurai Biru telah memimpin dua gol terlebih dulu. 

Genki Haraguchi dan Takashi Unui membawa Jepang unggul dua gol sampai Jan Vertonghen mencetak gol pada menit 69. Setelah itu, Belgia mengamuk dan mampu membalikkan keadaan melalui gol Marouane Fellaini dan Nacer Chadli. 

Belgia adalah salah satu tim unggulan bertabur bintang. Generasi emas, begitu banyak kalangan menganggap. Dari posisi penjaga gawang sampai penyerang, Belgia dihiasi bakat-bakat kelas wahid. 

Bahkan ada yang memperkirakan Belgia mampu bicara banyak di Rusia 2018. Salah satunya kantor berita BBC, yang menganalisis Belgia mampu menjadi juara dunia. 


Menghadapi tim penuh bintang dan calon juara dunia, Jepang tak gentar. Semangat bushido ala samurai Jepang mampu meladeni keunggulan teknik dan fisik yang dimiliki Tim Setan Merah. 

Meski kalah, Jepang tetap berhak pulang dengan kepala tegak. Seperti kalimat yang diucapkan oleh Nyai Ontosoroh kepada Minke dalam novel Bumi Manusia: "Kita sudah melawan. Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya..." 

Bagaimana Jepang mampu melawan dan memaksa Belgia mengeluarkan kemampuan terbaiknya adalah hasil dari sebuah proses panjang. Proses yang melibatkan perencanaan yang rapi, sistematis, terstruktur, dan dilaksanakan dengan konsisten. 

Pada era 1980-an, sepakbola Negeri Matahari Terbit belum ada apa-apanya. Bahkan pada 19 Februari 1981, Indonesia bisa mengalahkan Jepang 2-0. 

Namun memang dasar orang Jepang, kalau sudah punya niat maka akan digeluti dengan serius. Begitu pula dalam hal sepakbola. 

Kebangkitan sepakbola Jepang bermula saat kelahiran liga sepakbola profesional, J-League. Sebelumnya, liga sepakbola Jepang berstatus semi-profesional dan pemainnya bukan pesepakbola full time. Banyak di antara mereka adalah karyawan perusahaan yang menaungi klub. 

Seperti Indonesia di era Galatama, dulu klub sepakbola Jepang juga dibentuk dari perusahaan-perusahaan. Misalnya Matsushita Denki, yang terafilisasi dengan Matsushita Electrics, cikal bakal Panasonic. Pemain-pemain kesebelasan ini kebanyakan adalah karyawan Matsushita, bukan murni pesepakbola.

Situasi ini masih terjadi sampai awal dekade 1990-an.
 Pada 1992, J-League dimulai. J-League adalah sebuah liga sepakbola profesional, tidak ada lagi pemain yang berstatus karyawan perusahaan.

Kelahiran J-League jadi awal kebangkitan sepakbola Jepang. Sejak kelahirannya, J-League punya norma yang konsisten dilaksanakan sampai saat ini. Aturan dasar tersebut adalah:
  1.      Klub yang ikut serta harus memiliki stadion sendiri.
  2.      Stadion yang dipakai harus berkapasitas minimal 15.000 penonton.
  3.      Klub harus memiliki sponsor finansial untuk mengikis afiliasi dengan perusahaan tertentu.
Tidak main-main, J-League pun punya cetak biru perencanaan 100 tahun! Pada 2092, bertepatan dengan ulang tahun J-League yang ke-100, Jepang ingin memiliki 100 klub sepakbola profesional. Ini dilakukan dengan terus membina klub-klub amatir dan semi-profesional untuk naik kelas. 

Berikut adalah beberapa syarat yang harus dipatuhi klub jika ingin naik kelas menjadi profesional, mengutip penjelasan di situs J-League.

Organisasi:
  1.      Klub harus berbentuk perusahaan atau entitas non-profit yang bertujuan untuk sepakbola, tidak ada lainnya, dan status ini harus lebih dari setahun.
  2.      Saham mayoritas harus dimiliki oleh pihak Jepang.
  3.      Harus mempekerjakan karyawan minimal empat orang, salah satunya di posisi manajerial.
  4.      Harus mengadopsi sistem penggajian sesuai undang-undang ketenagakerjaan.
  5.      Harus memiliki pengelolaan keuangan yang baik dan patuh terhadap audit tahunan.
  6.      Harus memegang hak atas kekayaan intelektual terhadap nama klub, logo, dan hak cipta lainnya.
 Stadion dan fasilitas latihan:
  1.      Harus disetujui oleh persatuan sepakbola setempat.
  2.      Harus disetujui oleh pemerintah setempat.
  3.      Harus berlokasi di kota klub berasal.
  4.      Harus membangun fasilitas latihan.
 Lainnya:
  1.      Harus bermain di liga regional sebelumnya.
  2.      Harus memiliki sistem pembinaan pemain muda dalam waktu lebih dari setahun.
  3.      Harus mematuhi aturan J-League.
Saat dimulai, J-League hanya beranggotakan 10 klub. Namun, saat ini J-League telah bertranformasi dengan membentuk tiga divisi yaitu J1, J2, dan J3. Total saat ini sudah ada 57 klub profesional. Sudah lebih dari separuh target 100 tahun tercapai dalam waktu 26 tahun. 

Berkat kompetisi yang rapi, terstruktur, profesional, dan konsisten, J-League menjelma kawah candradimuka yang mampu melahirkan bakat-bakat luar biasa. Mulai dari Hidetoshi Nakata, Masashi 'Gon' Nakayama, Atsushi Yanagisawa, sampai generasi Maya Yoshida dan Shinji Kagawa. 

Tidak hanya itu, J-League juga merupakan liga yang kompetitif. Kita tentu masih ingat kapten Brasil di Piala Dunia 1998, Dunga. Kala itu, Dunga bermain di Jubilo Iwata dan mampu menjadi pemimpin Brasil yang melaju sampai ke laga final. 

Musim depan, J-League akan kedatangan bintang baru, yaitu Andres Iniesta, eks kapten Barcelona. Kebetulan, Iniesta sejak kecil sudah mengidolakan Kapten Tsubasa sehingga bertualang ke Jepang bisa dibilang mewujudkan impiannya. 

Bila J-League terus konsisten dikelola dengan cara seperti ini, atau bahkan lebih baik, maka bukan tidak mungkin Jepang semakin bisa berbicara banyak di pentas sepakbola internasional. Inilah hasilnya kalau liga sepakbola dikelola secara profesional dan konsisten. Tidak seperti di... Ah, sudahlah.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/prm) Next Article Deretan Pemain Mahal di Piala Dunia 2018

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular